BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang Masalah
Perceraian merupakan salah satu penyebab
dari bubarnya suatu perkawinan dalam sebuah ikatan rumah tangga, yang mana didalam
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 disamping asas monogami, perceraian mendapat
tempat tersendiri. Karena kenyataannya, didalam masyarakat suatu perkawinan
sering kali terjadi berakhir dengan perceraian yang begitu sangat mudah. Adakalanya
perceraian terjadi karena tindakan
sewenang-wenang dari pihak laki-laki. Di beberapa daerah di Indonesia ,
angka perceraian meningkat, sebelum Rancangan Undang-Undang Perkawinan berhasil
diundangkan.[1]
Melihat kondisi demikian yang terjadi di
Negara ini umumnya dan di Provinsi Sumatera Barat khususnya, banyak sekali
terdapat kesulitan dalam hidup dan kehidupan berkelurga masyarakat. Kesulitan
itu dapat dilihat dari berbagai sesi kehidupan baik pada bidang ekonomi (krisis
ekonomi), bidang sosial (krisis norma dan nilai-nilai), budaya dan lain
sebagainya. Keadaan tersebut dapat
memicu timbulnya berbagai persoalan dalam kehidupan berumah tangga.
Mulai dari kesalah pahaman yang hanya bersifat “sepele” dan dapat dicarikan solusinya
secara baik-baik, hingga “merembes” kepada tindak Kekerasan Dalam Rumah tangga
(KDRT). Dengan kondisi yang demikian, tidak sedikit dari pasangan suami istri
(orang tua) untuk memilih jalan terakhir dalam bentuk “perceraian” sebagai penyelesaian
persoalan dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Walaupun demikian, pernahkah terpikirkan
oleh mereka para orang tua, akibat apa yang akan ditimbulkan terhadap anak-anak
mereka setelah mereka melangsungkan sebuah “perceraian”? Karena sesungguhnya
“perceraian orang tua” adalah suatu peristiwa yang sangat menyakitkan bagi
seorang anak, karena hal tersebut akan menimbulkan berbagai efek negatif yang
dapat mengancam kelangsungan pertumbuhannya, terutama bagi pertumbuhan dan
perkembangan psikologi hingga mereka beranjak dewasa. Namun tidak tertutup
kemungkinan jika mereka juga akan mengalami gangguan pada pertumbuhan secara
fisik.
Beberapa efek negatif yang mengancam
kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak ketika orang tua mereka
telah memutuskan untuk bercerai secara fisik, yaitu menyangkut kepada kebutuhan
mereka akan “materi” sebagai pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan hidup mereka, khususnya kebutuhan primer (sandang, pangan,
papan). Sedangkan secara psikologis, yaitu pemenuhan kebutuhan yang berhubungan
dengan rasa aman, kasih sayang, hingga kebutuhan aktualisasi diri.
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan anak
akan sangat berpengaruh terhadap bisa atau tidaknya orang tua mewujudkan anak
yang berkualitas dalam sebuah keluarga, sehingga dapat menjadi manusia-manusia
dewasa yang berkualitas pula ketika mereka telah dewasa kelak. Untuk mewujudkan
itu semua , salah satunya berawal dari yang
dinamakan dengan “konsep diri” (self consep).
Baik atau tidaknya konsep diri yang
dimiliki oleh diri seorang anak didalamnya itu semua tergantung kepada pemenuhan
kebutuhan secara psikologis yang telah dijelaskan di atas. Dengan demikian,
jika kita kaitkan lagi dengan “perceraian orang tua”, perlu dipertimbangkan kembali
untuk mengambil langkah tersebut, Karena
sebagaimana juga yang telah dijelaskan sebelumnya, tindakan ini dapat mengancam
kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka hingga mereka dewasa
kelak, baik secara fisik maupun psikologis.
Selanjutnya, apakah yang dimaksud dengan
konsep diri ini?
Alex sobur, seorang Psikolog
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep diri adalah :
Semua
persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek social, dan
aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan
orang lain.[2]
Kemudian, senada dengan pendapat di atas,
Rogers (dalam budiarjo,
ed., 1997), juga mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan konsep diri adalah :
Bagian
sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku”
merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri ini merupakan bagian
inti dari pengalaman individu yang secara perlahan-lahan dibedakan dan
disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa
aku sebenarnya” dan “apa sebenarnya yang harus aku perbuat”. [3]
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka
dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan konsep diri adalah suatu kesadaran
terhadap diri mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku baik secara
fisik, sosial maupun psikolgis yang akan membedakan antara aku dan orang lain.
Konsep diri yang terdapat pada diri
seseorang akan terbentuk seiring dengan proses kehidupan atau pengalaman yang
dilaluinya semenjak ia dilahirkan sampai masa dewasa. Artinya, perlakuan yang
didapatkan dari lingkungan (luar diri individu) akan mempengaruhi terbentuknya
konsep diri pada seorang anak, seperti di lingkungan keluarga (orang tua),
sekolah (teman- teman dan guru), dan masyarakat di sekitar tempat tinggal dari
anak tersebut. Sebagaimana konsep diri terbentuk, Alex Sobur kembali menjelaskan
bahwa :
Konsep
diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama, dan pembentukan ini tidak bisa
diertikan bahwa reksi yang tidak biasa dari seseorang dapat mengubah konsep
diri. Namun, apabila tipe reaksi seperti ini sangat penting sekali, atau jika
reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki arti (significant others)-yaitu
orang-orang yang kita nilai, umpamanya orang tua, teman-teman, dan
lain-lain-reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri.[4]
Kemudian, masih mengenai bagaimana
konsep diri terbentuk, Clara R, Pudjijogyanti (1998), mengatakan bahwa :
Konsep
diri terbentuk atas dua komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif.
Komponen “saya anak nakal”. Jadi, komponen kognitif merupakan penjelasan dari
“siapa saya” yang akan member gambaran tentang diri saya. Gambaran (self-picture)
tersebut akan membentuk citra-diri (self image). Komponen afektif
merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilain tersebut akan membentuk
penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta penghargaan-diri (self-esteem)
individu.[5]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa, konsep yang tertanam pada diri seseorang merupakan hasil dari pemahaman
yang telah ia dapatkan selama ini tentang dirinya baik baik dari sikap ataupun
perlakuan yang ia dapatkan dari orang-orang terdekatnya,seperti orang tua,
teman sepermainan, dll.
Selanjutnya, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi konsep diri pada diri seseorang, Jalaludin Rahmat (1994), ia
mengatakan bahwa :
Kita
mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana Anda menilai
diri saya, hal itu akan membentuk konsep diri saya.[6]
Seperti yang disampaikan Jalaluddin
Rahmat diatas, Harry Stack Sullivan (1953), menjelaskan bahwa :
Jika
kita terima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita
akan cendrung bersikap menghormati dan menerima diri kita, kita akan cenderung
bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain selalu
meremehkan kita, menyalahkan dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan
menyenangi diri kita.[7]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor “orang lain” menjadi hal yang sangat mempengaruhi
konsep diri yang ada pada diri seseorang. Artinya konsep diri dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang ada di sekitar kehidupan kita semenjak dari kecil sampai
dewasa, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Dengan
penjelasan-penjelasan di atas maka penulis dapat memahami bahwa betapa sangat
pentingnya peran orang tua dalam penanaman konsep diri pada seorang anak. Oleh
karena itu Penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, jelas dan
terperinci tentang pengaruh perceraian orang tua terhadap konsep diri anak.
Dengan judul : Pengaruh Perceraian Orang Tua Terhadap Kosep Diri Siswa di
SDN 03 Sungayang.
- Identifikasi
Masalah
Mengenai konsep diri siswa di SD N 03
Sungayang terdapat beberapa masalah, diantaranya adalah :
1. Pengaruh
perceraian orang tua terhadap konsep diri siswa.
2. Pengaruh
perlakuan teman sebaya terhadap konsep diri siswa.
3. Pengaruh
metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar terhadap konsep diri
siswa.
- Batasan
dan Rumusan Masalah
1.
Batasan masalah
a. Pengaruh
perceraian orang tua terhadap konsep diri siswa
b. Pengaruh
perlakuan teman sebaya terhadap konsep diri siswa
2.
Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat
dirumuskan permasalahan dalam pembahasan ini yaitu : bagaimana pengaruh
perceraian orang tua terhadap konsep diri siswa di SD N 03 Sungayang.
- Definisi
Operasional
Untuk lebih memudahkan dalam memahami
istilah-istilah yang terdapat dalam judul proposal ini dan agar tidak terjadi
kesalah pahaman dalam memahaminya, maka berikut ini akan Penulis jelaskan
beberapa istilah yang memerlukan pemahaman lebih lanjut, diantaranya :
Perceraian, adalah sebab bubarnya suatu
perkawinan.[8]
Artinya perceraian merupakan suatu jalan yang ditempuh oleh pasangan yang telah
melansungkan senuah pernikahan, yang
tengah menghadapi suatu persoalan sehingga mereka memutuskan untuk mengakhiri
pernikahan mereka dengan bercerai.
Konsep diri, yaitu Semua persepsi kita
terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek
psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang
lain.[9]
- Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
penelitian
Adapun tujuan yang ingin Penulis capai
dengan melaksanakan penelitian ini adalah : untuk mendapatkan data tentang
pengaruh perceraian orang tua terhadap konsep diri siswa yang dalam hal ini untuk
siswa yang masih atau sedang memasuki masa kanak- kanak.
2. Kegunaan penelitian
a. Sebagai
bahan masukan bagi SDN 03 Sungayang, dalam memahami pengaruh perceraian orang
tua terhadap konsep diri siswa.
b. Sebagai
bahan pengembangan dari guru-guru yang ada untuk mengembangkan konsep diri yang
ada pada diri siswa yang dalam kategori orang tuanya telah bercerai.
- Metodologi
Penelitian
Dalam
penelitian ini Penulis berpatokan pada sistem dan metode ilmiah yang berlaku.
1. Jenis
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang Penulis adakan di SDN 03 Sungayang.
2. Metode
Penelitian
Metode penelitian ini adalah expost
facto yang bertujuan untuk menyelidiki atau menggali seperti apa pengaruh
perceraian orang tua terhadap konsep diri siswa.
3. Sumber
Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah
guru wali kelas, dan beberapa orang tua yang sudah melangsungkan perceraian
dimana anaknya yang tengah menjalani pendidikan di SDN 03 Sungayang.
4. Teknik
Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : wawancara dan observasi. Wawancara adalah teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan keterangan lisan dari
orang-orang yang dapat memberikan keterangan lebih lanjut dan akurat. Sedangkan observasi adalah teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan untuk melihat secara langsung kondisi yang ada dari objek
penulis teliti, bisa observasi partisipan dan non partisipan.
Observasi
partisipan adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan dengan mengikut sertakan
pengamat atau peneliti untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang
dilaksanakan oleh sekelompok orang yang diamati. Sedangkan observasi non
partisipan adalah sebaliknya yaitu pengamat atau peneliti tidak ikut
berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh sekelompok orang
yang diteliti tersebut.
5. Teknik
Pengolahan dan Analisis Data
Data
yang diperoleh dari guru wali kelas, berupa data atau informasi dari wali murid
tentang sejumlah nama-nama siswa yang dalam kategori orang tua mereka telah
bercerai., dan kemudian dilakukan
observasi dan wawancara terhadap orang tua dan anak yang bersangkutan. Setelah
dilakukan kegiatan dan observasi di atas, maka penulis melaksanakan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Membaca
dan menelaah sumber-sumber data yang telah dikumpulkan.
b. Interpretasi
dan analisa, yaitu seluruh data dihimpun dan diklarifikasikan, maka penulis
menginterpretasi dan menganalisa dari data-data yang ada.
c. Menarik
kesimpulan akhir, dalam menarik kesimpulan ini penulis menggunakan metode
deduktif yaitu menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat umum kepada
kesimpulan yang bersifat khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur, Psikologi
Umum, Bandung :
Pustaka Setia, 2003
Soedharyo Soimin, Hukum
Orang dan Keluarga, Jakarta :
Sinar Grafika, 2002
0 komentar:
Posting Komentar