Kamis, 17 Mei 2012
Sumber: Kisah Orang yang Hidup Tanpa Uang Sudah 12 Tahun - Yafi Blog http://yafi20.blogspot.com/2012/05/kisah-orang-yang-hidup-tanpa-uang-sudah.html#ixzz1v61PWsuQ
Kala itu dunia baru memasuki abad
millenium. Tepatnya di tahun 2000, terjadi krisis ekonomi di Amerika
Serikat. Daniel Suelo (lahir tahun 1961) melihat kekalutan yang melanda
di lingkungan sekitarnya.
Siapa yang bisa hidup tanpa uang? Tak heran, banyak orang yang mendadak depresi akibat kesulitan yang melanda Amerika.
Namun,
Suelo tiba-tiba mengambil keputusan ajaib. Ia meninggalkan uang
terakhirnya, US $ 30 dalam kotak telepon umum. Lalu berjalan menuju
padang gurun Moab di Utah.
Dalam
benaknya hanya ada satu tekad: hidup mengembara tanpa uang sepeser pun.
Kawan-kawannya yang mengetahui niat Suelo menganggapnya sudah gila.
Berbeda
dengan pikiran Suelo saat itu. Menurutnya, dunia kapitalis ini membuat
masyarakatnya bersifat konsumerisme. Sehingga di zaman modern ini, dunia
kita dipenuhi oleh orang - orang yang tamak dan serakah.
Suelo
sendiri mengatakan bahwa sebenarnya gaya hidup masyarakat Amerika sudah
menjadi gaya hidup yang konsumerisme. Dan jika semua orang hidup dengan
gaya hidup seperti itu, maka dunia akan benar – benar runtuh. Pemikiran
seperti itulah membuatnya memutuskan untuk meninggalkan duniawi.
Pengembaraannya
di padang gurun Moab, akhirnya membawa Suelo ke sebuah gua di tepi
tebing di Taman Nasional Arches, Utah. Ia kemudian membangun rumahnya di
dalam gua yang berdimensi 200 m x 50 m itu.
Di dalam gua tersebut, Suelo membuat tempat tidur dari batu, berburu, mengais makanan, minum dari mata air, dan mandi di sungai.
Setiap
pendaki yang singgah disambut untuk tinggal bersamanya. Di sana, Suelo
berbagi 'rumah', buku-bukunya dan bunga liar serta bibit kaktus yang dia
makan dengan para pendaki yang singgah.
Tak terasa, Suelo telah tinggal di sana selama 12 tahun.
Kehidupannya di alam terbuka ternyata mengilhami orang lain. Salah satunya adalah Mark Sundeen, sahabat Suelo.
Dulu,
Sundeen menganggap Suelo sudah gila saat memutuskan untuk tinggal di
gua. Namun, setelah Sundeen mengalami kejatuhan ekonomi pada tahun 2008,
ia mulai mempertimbangkan gaya hidup Suelo.
Akhirnya,
Sundeen pun bertekad untuk mengikuti jejak Suelo. Sundeen mengikuti
Suelo, dan sejak itu, Sundeen mulai menulis sebuah buku mengenai
kehidupan Suelo. Buku biografi gaya hidup Mark Suelo yang ditulis oleh
Mark Sundeen berjudul "The Man Who Quit Money".
Sundeen
menuliskan bahwa Suelo pada awalnya hidup dengan cara berburu makanan
sendiri dan bergantung pada kemurahan hati orang lain. Ia tidak usah
membayar pajak, bahkan Suelo pun tidak menerima bantuan dari pemerintah.
Dalam
bukunya, Sunden menulis kata-kata Suelo, "Filosofi saya adalah dengan
menggunakan apa yang diberikan dengan kemurahan hati atau yang sudah
dibuang oleh orang lain."
Suelo
menambahkan bahwa di dunia kapitalis Amerika sekarang, masyarakat
Amerika dirancang sedemikian rupa agar tergantung pada uang. Mereka
dipaksa untuk memiliki uang dan menjadi bagian dari dunia kapitalis.
Hidup di luar dari itu adalah ilegal.
Berbekal
pemikiran dan filosofi tersebut, Suelo tidak hanya meninggalkan uang
saja, tapi juga SIM dan paspornya. Suelo juga mengubah namanya dari
Shellabarger menjadi Suelo. Suelo adalah bahasa Spanyol yang berarti
`soil` atau tanah.
Puisi Lingkungan
Selasa, 05 April 2011
Pertiwi kini berduka,
Pertiwi kini berteriak,
Memangil, mencari,
Dimana manusia berada???
Pertiwi kini berteriak,
Memangil, mencari,
Dimana manusia berada???
Pertiwi berkata
Masih adakah manusia yang akan melayaniku???
Kutumpahkan lahar di Jogja,
Kuberi air bah untuk Mentawai,
Kudatangkan banjir untuk Wasior,
Dab kubuat Jakarta tenggelam,
Masih adakah manusia yang akan melayaniku???
Kutumpahkan lahar di Jogja,
Kuberi air bah untuk Mentawai,
Kudatangkan banjir untuk Wasior,
Dab kubuat Jakarta tenggelam,
Hutanku, kekayaanku,
Telah kau rampas dengan paksa,
Kau curi seluruh isi perutku…
Telah kau rampas dengan paksa,
Kau curi seluruh isi perutku…
Aku hanya ingin kau lindungi agar ku dapat bertahan,
Dan dapat memberikan nafas kehidupan untuk mu manusia
Lindungi aku, dan jangan rampas hak milikku
Dan dapat memberikan nafas kehidupan untuk mu manusia
Lindungi aku, dan jangan rampas hak milikku
Aku menangis karena kau sakiti,
Dan kau menangis setelah aku tumpahkan isi perutku
Dan kau menangis setelah aku tumpahkan isi perutku
aku tak lagi heran
nusantara ini dipenuhi lautan sampah
disana-sini sering aku memandanginya
kotoran-kotoran manusia yang sejak lama telah ada
nusantara ini dipenuhi lautan sampah
disana-sini sering aku memandanginya
kotoran-kotoran manusia yang sejak lama telah ada
untunglah,
masih masih ada mereka
mereka sudi memilih dan memilah kotoran-kotoran itu
biarkan saja…
isi perut mereka adalah hasil jerih payahnya
masih masih ada mereka
mereka sudi memilih dan memilah kotoran-kotoran itu
biarkan saja…
isi perut mereka adalah hasil jerih payahnya
jepara, 27 november 2008
Hujan
Hujan turun deras menjelang bulan sebelas
Menyirami halaman depan yang selama ini gersang
Rerumputannya kembali tumbuh hijau
Yang dulu meranggas dimusim kemerau
Menyirami halaman depan yang selama ini gersang
Rerumputannya kembali tumbuh hijau
Yang dulu meranggas dimusim kemerau
Kali kecil naik sampai pinggang
Bau tanah basah menguap dari kebun belakang
Aroma pagi terasa hingga siang
Suasana hati sejuk riang
Bau tanah basah menguap dari kebun belakang
Aroma pagi terasa hingga siang
Suasana hati sejuk riang
Lelah luluh tak tunggu larut
wajah – wajah pulas tak berkerut
seakan hilang semua kemelut
seakan hidup tanpa maut
wajah – wajah pulas tak berkerut
seakan hilang semua kemelut
seakan hidup tanpa maut
Air danau nan tenang
Nyaris beku oleh dinginnya musim
Kala bangau menari diatasnya
Menari bagi sang kekasihnya
Aku berdiri di tepi danau itu
Menikmati indahnya salju yang turun
Lalu aku berteduh di sebuah paviliun
Duduk dan minum teh yang hangat
Bangau-bagau itu menari terus
Tak jarang bangau itu terbang dan mendarat lagi
Sebagian lagi terlihat cemas dan khawatir
Seperti ada sesuatu akan terjadi
Aku berpikir sejenak sambil memandang mereka
Apakah mereka bangau yang kebal udara dingin
Rasanya aku ingin berbagi tehku pada mereka
Tapi mereka hanya terus menari
21 December 2011
Pohon kini enggan tumbuh
Karena hutan itu telah gersang
Hujan yang mengguyur hanya lewat
Tak ada resapan setetes air pun tak tersisa
Kita tengok asal muasal hutan itu
Ketamakan menjadi biang keladi
Dibabadlah pohon semua untuk diambil kayu
dan sebagian pohon dibakar
Mungkin si pohon telah bosan dengan semua ini
terputuslah perjanjian agung simbiosis mutualism
manusialah yang pertama kali memutusnya ujar pohon
Langkah selanjutnya pohonpun enggan tumbuh
Kini manusia merayu-rayu si pohon agar tumbuh seperti dulu
Menempatkanya disetiap penjuru hutan itu
Menungguinya dengan telaten berharap si pohon berubah fikiran
Namun hari ini si pohon masih juga enggan tumbuh
Puisi Tentang
Lingkungan Hidup
==============================================
Indah permai alam desaku
Tempatku melepas keluh kesah
Semilir angin dipagi hari
Kini hanya tinggal terganti riuh gergaji
Oh alamku, janganlah kau murka
Pada mereka yang serakah harta
Hingga tak dapat merasakan kebesaranNya
Oh hutanku, bangunlah kembali dari tidur panjangmu
Sambutlah mentari pagi yang cerah
Kuncupmu yang selalu kuharap
Dapat segarkan udara sesak ini
Semoga alamku tetap lestari
==============================================
Panen Raya
==============================================
Yang ku petik adalah emas
Buahnya yang menghijau di sudut pekarangan
Ranum warna pelangi terlukis di kulitnya
Nyanyian burung alam semesta tertawa
Ah kawan, tengoklah diseberang nan jauh disana
Air yang jernih terkelupas indahnya
Tak ada racun tembaga
Tak ada bius dari cerobong pabrik
Anak kecil tertawa membawa bendera
Seolah ucap pada dunia
Ini alamku masih perawan
Ini desaku ramah untukmu wahai kawan
Tertegun aku disini
Sepuluh tahun telah berlalu
Asap dunia kini melanda
Rumput hijau diganti beton angkara murka
Yang ada nyanyian knalpot dedengkot kota
Berebut riuh dengan angkuhnya
Yang ada air limbahnya
Meracun diri, periuk dan nasi
==============================================
==============================================
Indah permai alam desaku
Tempatku melepas keluh kesah
Semilir angin dipagi hari
Kini hanya tinggal terganti riuh gergaji
Oh alamku, janganlah kau murka
Pada mereka yang serakah harta
Hingga tak dapat merasakan kebesaranNya
Oh hutanku, bangunlah kembali dari tidur panjangmu
Sambutlah mentari pagi yang cerah
Kuncupmu yang selalu kuharap
Dapat segarkan udara sesak ini
Semoga alamku tetap lestari
==============================================
Panen Raya
==============================================
Yang ku petik adalah emas
Buahnya yang menghijau di sudut pekarangan
Ranum warna pelangi terlukis di kulitnya
Nyanyian burung alam semesta tertawa
Ah kawan, tengoklah diseberang nan jauh disana
Air yang jernih terkelupas indahnya
Tak ada racun tembaga
Tak ada bius dari cerobong pabrik
Anak kecil tertawa membawa bendera
Seolah ucap pada dunia
Ini alamku masih perawan
Ini desaku ramah untukmu wahai kawan
Tertegun aku disini
Sepuluh tahun telah berlalu
Asap dunia kini melanda
Rumput hijau diganti beton angkara murka
Yang ada nyanyian knalpot dedengkot kota
Berebut riuh dengan angkuhnya
Yang ada air limbahnya
Meracun diri, periuk dan nasi
==============================================
“Sungai
Menangis”
Sungai menangis
di celah batu
Gemericik
kehilangan lagu
Aku terperangkap
di pusar arus
Mata air pun
membisu
Aku berenang
Aku berenang dan
lelap tenggelam
(Tangan yang
basa menyeretku ke hulu
Di sana segala
duka membeku)
“Kami tak lagi
terbendung
Telah Kau dengan
tangis anak-anak kami
Di hilir....”
Suara itu dari
sumber sangat dalam
Aku terpaku
__ Air pun cepat
pasang
Anak-anak sungai
yang lapar
Menelan segala
Menelan segala
“Hujan,
Jalak, dan Pohon Jambu”
Hujan turun semalaman.
Paginya
Jalak berkicau
dan daun jambu bersemi:
Mereka tak
mengenal gurindam
Dan peribahasa,
tapi menghayati
Adat kita yang
purba,
Tahu kapan harus
berbuat sesuatu
Agar kita,
manusia, merasa bahagia. Mereka
Tidak pernah
bisa menguraikan
Hakikat
kata-kata mutiara, tapi tahu kapan harus berbuat
Sesuatu, agar
kita
Merasa tidak
sepenuhnya sia-sia.
Juara I dan Juara Favorit pilihan
wesidete FeMale
Talula Zuhra Soenharjo
Umur: 9 thn
Talula Zuhra Soenharjo
Umur: 9 thn
Tarian Hujan
Rintikanmu bagai tarian di mataku
Bayangkan jika tak ada hujan….
Tanaman kering, sawah kering
Jika rumputnya kering,
Sapi bagaimana makannya?
Rintikanmu bagai lagu di hatiku…
Engkau adalah hiburan bagi seluruh dunia.
Bagaimana jika air habis manusia Tak Minum dong ….
Hujan-Hujan… berapa lama tarianmu akan bertahan …
jika bumi ini terlalu kotor, hujan tak akan menari.
Terima kasih Allah untuk hiburan berharga ini…
Tarianmu bagai impian hatiku….
Bayangkan jika tak ada hujan….
Tanaman kering, sawah kering
Jika rumputnya kering,
Sapi bagaimana makannya?
Rintikanmu bagai lagu di hatiku…
Engkau adalah hiburan bagi seluruh dunia.
Bagaimana jika air habis manusia Tak Minum dong ….
Hujan-Hujan… berapa lama tarianmu akan bertahan …
jika bumi ini terlalu kotor, hujan tak akan menari.
Terima kasih Allah untuk hiburan berharga ini…
Tarianmu bagai impian hatiku….
Juara II
Nama: Alyssa Maharani
Sekolah Global Jaya
Kelas 4 A
Sekolah Global Jaya
Kelas 4 A
Tetesan Kehidupan
Air,
Tanpamu aku tak bisa hidup
Karena…
Engkaulah tetesan berharga
Yang membawa kehidupan
Tanpa air,
mungkin ibu takkan lahir,
mungkin ayah takkan lahir,
mungkin aku takkan lahir,
Mengaliri,
Hutan, gunung, sawah, sungai, lautan
Tanpa henti…. Memberi kehidupan di setiap tets yang jatuh
Tanpamu aku tak bisa hidup
Karena…
Engkaulah tetesan berharga
Yang membawa kehidupan
Tanpa air,
mungkin ibu takkan lahir,
mungkin ayah takkan lahir,
mungkin aku takkan lahir,
Mengaliri,
Hutan, gunung, sawah, sungai, lautan
Tanpa henti…. Memberi kehidupan di setiap tets yang jatuh
“ LiNgkuNGan HidUP ”
Rinduku pADA huTan
mEnghisap uDaraNYa
MemAndang RembulaN
HijAU Daunnya
Sepanjang
RinDUku pada HUtan
MenginjaK RumpuTNya
EmBUnnyA
rINDUKu Pada HUtan
mEnDengAR KicAU
BuruNGnya
TeriakAN SanG kERa
aUmnya sANG haRimau
KegesitaN kIjANG
Atau Ular yang mElatA
rINduku pada HutaN
RinDUnya KEhidupan