KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. Yang senantiasa
mencurahkan rahmat dan hidayah kepada penulis, sehingga dalam waktu yang
relatif terbatas serta perjuangan, penulis dapat menyelesaikan. Makalah ini.
Selawat serta salam penulis mohonkan kepada Allah SWT semoga disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam
yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini
merupakan salah satu tugas kelompok dalam Mata Kuliah Dasar – Dasar
Kependidikan.
Disini kami
mencoba menjelaskan tentang Historis Kependidikan. Yang berguna untuk
menarnbah wawasan dan ilmu pengetahuan kita di bidang Dasar – Dasar
Kependidikan, dan pada akhirnya bermamfaat bagi kita bersarna.
Terakhir, penulis
menyadari bahwa Makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu,
penulis berharap masukan dan kritikan demi kesempurnaan Makalah ini.
Batusangkar, Oktober 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pada saat ini, kita banyak melihat dan
mendengar bahwa masyarakat maupun pelajar yang tidak mengetahui sejarah
kependidikan itu. Bahkan, mereka mengira atau menyangka bahwa kependidikan itu
tadak mempunyai sejarah. Maka dari itu, kami mencoba membuat makalah tentang HISTORIS KEPENDIDIKAN agar kita, masyarakat maupun pelajar mengetahui pengunaan Sejarah
Kependidikan tersebut.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan dasarkan latar belakang
pemikiran tersebut maka makalah ini ditulis untuk menjawab masalah yang
dirumuskan sebagai berikut. “ HISTORIS
KEPENDIDIKAN ”
- Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sejarah kependidikan baik di Dunia
maupun yang ada di Negara kita yaitu Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
HISTORIS
KEPENDIDIKAN
A. Pengertian Kependidikan
Kependidkan
adalah suatu kepemikiran yang dilakukan secara objective, kritis, analisis, dan
sistematis dengan adanya usha-usaha, selain dari proses pembelajaran atau
pendidikan yang menghasilkan kebijakan kependidikan perundang-undangan, kurikulum
pendidikan, pimpinan kependidikan, dan tinadakan bantuan terhadap bangunan,
media, massa, sarana, dan prasarana. Memprogramkan terapan, misi dan tujuan
pendidikan untuk kemajuan perkembangan institusi dan instansi pendidikan dalam
segala lapisan masyarakat.
Kependidikan
sudah sejak zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk manusia dalam
mempertahankan keberlansungan eksistensi kehidupan maupun budaya manusia itu
sendiri.
Kependidikan
merupakan salah satu strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan
keberlansungan eksistensinya dari waktu ke waktu maupun dari tempat ke tempat
yang lain.
Pendidikan
banyak dipahami sebagai wahana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan alat
pembentuk watak, alat pelatih keterampilan, alat mengasah otak dan lai-lain.
Pendidikan lebih diyakinkan sebagai media atau wahana untuk menanamkan
nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, alat pembentuk kesadaran bangsa.
|
Banyak
Negara yang mewajibkan masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlansungan
kependidikan dan pendidik.
Misalnya
: bagi kalangan muslim ada tradisi keyakinan beragama, yang berbunyi : “
menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi kaum muslim laki-laki maupun
perempuan “ dan “ tuntulah ilmu walaupun kenegeri china “
B. Sejarah
Pendidikan Indonesia
Pendidikan
di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada
sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan
Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka.[1] Mudyahardjo (2008) dan
Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih
terperinci.
Berikut
ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1.
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha Hinduisme and
Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme
merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan
Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia
yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut.[2] Tujuan pendidikan pada
zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan
dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha.
2.
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional) Islam mulai
masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara
pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan
perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai
arus kebudayaan.[3]
Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan
pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi
sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendidikan
Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan
secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan
terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar
Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di
daerah Minangkabau.
3.
Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur
serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata
rantai perdagaan dan perniagaan.[4] Di samping mencari
kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur
(termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni
Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur
Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah
akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh
Belanda pada tahun 1605 . Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan
para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu
pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari
orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki
tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan. Yang
dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan.
Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun
dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4). Sedangkan pengaruh Kristen berasal
dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk
menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu
kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602.[5] Sikap VOC terhadap
pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di
Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan
menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama
dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di
Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme.[6]
4.
Zaman Kolonial Belanda VOC pada perkembangannya
diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya
menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor
dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial.
Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia
jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda. Pada tahun 1816 VOC ambruk dan
pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka
harus memulai system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman
VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau
Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai
kemajuan ekonomi dan social, banyak mempengaruhi mereka. Oleh karena itu,
kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal
tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai
rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk
anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan
pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung
jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil
perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih
menguntungkan rakyat Indonesia.
Pada
tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan
dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik
Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan
peranan penting pendidikan.
Di
samping itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda.
Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat
menjadi pelopor bagi yang lainnya.
Sejak
dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun
masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak
Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan
elite intelektual baru.
Golongan
baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan.
Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa
sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya
Sumpah Pemuda tahun 1928.
Setelah
itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch
Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai
Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik
anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka.
5.
Zaman Kolonial Jepang Perjuangan bangsa
Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk
merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam
Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat 45 di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari
penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus
dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan
yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di
kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa
Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945
cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan kepada dunia.
6.
Zaman Kemerdekaan (Awal) Setelah Indonesia
merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena
gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia
dating silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai itu bukanlah
prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh
penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai
sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak
dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu,
banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga
tidak dapat bersekolah.
7.
Zaman ‘Orde Lama’ Setelah gangguan-gangguan itu
mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan
dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Setelah
diadakan konsolidasi yang intensif, system pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan
harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung
jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk
tiap-tiap penduduk negara. Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde
Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat
menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara
spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan
merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol
yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai
Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur,
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan
nasional yang sejati dan abadi.
8.
Zaman ‘Orde Baru’ Orde Baru dimulai setelah
penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga,
sekolah dan masyarakat. Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan
dan pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam
sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (ibid.: 434). Di
samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep
keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan
relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar. Inovasi-inovasi pendidikan juga
dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem
pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun
demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Buchori mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan
okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik
(pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada
pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan
teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang
dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan
yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan
meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat.
9.
Zaman
‘Reformasi’ Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat
kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak
ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk
berbicara dan menyaampaikan pendapatnya. Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998
masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang
telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya
lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara
itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak,
demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin
sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada
perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan
mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu
kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Management).
C. IMPLIKASI
SEJARAH TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA.
Masa
lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang
kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam
sejarah pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu.[7] . Pembahasan tentang
landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai
berikut:
1.
Tujuan Pendidikan Pendidikan diharapkan
bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik serta
mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga
diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta
kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan
kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat
diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
2.
Proses Pendidikan Proses pendidikan terutama
proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa,
mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa dalam pembelajaran, mengembangkan
pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan
ilmu dan teknologi.
3.
Kebudayaan Nasional Pendidikan harus juga
memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim mengatakan bahwa kebudayaan nasional
merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia
agar tidak ditelan oleh budaya global.
4.
Inovasi-inovasi Pendidikan Inovasi-inovasi harus
bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar
konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk
konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari rangkaian masa dalam sejarah yang
menjadi landasan historis kependidikan di Indonesia, kita dapat menyimpulkan
bahwa masa-masa tersebut memiliki wawasan yang tidak jauh berbeda satu dengan
yang lain.
Mereka sama-sama menginginkan pendidikan
bertujuan mengembangkan individu peserta didik, dalam arti memberi kesempatan
kepada mereka untuk mengembangkan potensi mereka secara alami dan seperti ada
adanya, tidak perlu diarahkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Sementara
itu, pendidikan pada dasarnya hanya memberi bantuan dan layanan dengan
menyiapkan segala sesuatunya. Sejarah juga menunjukkan betapa sulitnya
perjuangan mengisi kemerdekaan dibandingkan dengan perjuangan mengusir
penjajah.
B.
Saran
Pepatah Arab
mengatakan "الإنسان محل
الخطاء و النسيان" yang berarti “Manusia adalah
tempatnya salah dan lupa”. Begitu pula dengan penulisan makalah ini pastilah
tak lekang dari berbagai kesalahan dan kekurangan, baik yang kami sengaja maupun
yang tidak kami sengaja.
Maka dari itu
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang ada dalam
penulisan makalah ini. Sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk kami dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai
kekurangan yang ada itu tidak mengurangi nilai-nilai dan dan manfaat bagi
pembelajaran landasan kependidikan.
|
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar