Selasa, 07 Februari 2012

Skripsi Lengkap


ABSTRAK

Muhammad Nasri BP. 217 030 Judul Skripsi STUDI PERBANDINGAN TENTANG HUBUNGAN HIBAH DENGAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN  KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ”. Prokram Studi Hukum Perdata Islam, Jurusan Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Batusangkar tahun 2011.
Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang hubungan hibah dengan kewarisan menurut hukum Islam dan  kitab undang-undang hukum perdata. Tujuan pembahasan ini adalah untuk mengetahui apakah hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau kepada ahli waris lain sewaktu ia masih hidup dapat diperhitungkan sebagai warisan ataukah hanya sebagai hibah biasa yang tidak ada sangkut pautnya dengan kewarisan apabila si penghibah telah meninggal dunia.
Tujuan dan kegunaan pembahasan ini adalah sebagai konstribusi yang berharga bagi penulis dalam menekuni Studi Hukum Islam dan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) pada Sekolah Tinggi Agama Islam negeri (STAIN) Batusangkar.
Pada pembahasan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yang bersifat juridis normative dengan bersumberkan pada bahan-bahan bacaan tertulis. Sebagai sumber data primer atau data utamanya adalah Hadits-hadits, buku-buku fikih, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW). Kemudian data-data yang diperoleh, penulis olah menggunakan cara analisis konfaratif.

Kesimpulan akhir terhadap analisa data yang telah dilakukan tersebut, berdasarkan hasil penelitian yang penulis kemukakan maka penulis berkesimpulan bahwa hibah yang dilakukan oleh orang tua kepada ahli warisnya atau kepada anak-anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan ada beberapa patokan antara lain: yang pertama harta yang diwariskan sangat sedikit, sehingga apabila hibah yang diterima oleh salah seorang ahli waris atau anak tidak diperhitungkan sebagi warisan maka ahli waris yang lain akan memperoleh pembagian warisan sangat sedikit. Padahal Rasulullah SAW menjelaskan “Sesungguhnya apabila engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta- minta kepada manusia.”

Kedua penerima hibah adalah orang yang kaya dan berkecukupan, sedangkan ahli waris yang lain tidak berkecukupan, sehingga penghibah itu memperkaya yang sudah kaya dan memelaratkan yang sudah melarat. oleh karena itu pantas dan layak untuk diperhitungkan sebagai warisan.

 Hibah yang diberikan oleh orang tua kepada ahli warisnya atau kepada anak-anaknya terdapat dua kemungkinan, pertama seorang pewaris sangat di anjurkan menghibahkan hartanya kepada ahli waris yang ekonominya lemah sementara ahli waris yang lain hartawan dan berkecukupan, sedangkan yang kedua adalah seorang pewaris menghibahkan hartanya kepada salah seorang ahli waris atau anaknya sementara ahli waris yang lain juga sangat membutuhkan dan hal ini perlu diperhitungkan sebagai warisan.

Menurut hukum perdata, Hubungan Hibah dan kewarisan yaitu untuk menjamin tercapainya keadilan atau kesamaan di antara anak-anak dalam menerima bagian dari segala pemindahan harta kekayaan orang tuanya, baik pemindahan sewaktu hidup yaitu hibah atau pemindahan setelah mati dengan cara pembagian warisan, terutama yang berkaitan dengan legitimie portie (bagian mutlak) yaitu bagian yang harus di terima, sehingga setiap anak mendapatkan bagiannya masing-masing.
Persamaan dan perbedaan yang mendasar dalam kedua sistem hukum ini adalah tentang batasan dan penarikan hibah. Dalam hukum Islam hibah dibatasi sebanyak-banyaknya sepertiga harta sementara dalam hukum Perdata tidak dibatasi sedangkan masalah penarikan hibah baik dalam hukum Islam maupun hukum perdata tidak diperbolehkan. Tetapi, dalam hukum Islam ada pengecualian yaitu hibah dari orang tua kepada anaknya dapat di tarik sementara dalam hukum Perdata  harus ada pernyataan pewaris yang dituangkan dalam akta hibahnya, dimana pewaris mensyaratkan inbreng atau dalam testament memerintahlan inbreng



 
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Kewarisan Islam disebut juga dengan faraidh, dalam pandangan hukum Islam juga termasuk sebagai ilmu  yang sangat penting untuk di pelajari dan diajarkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi dalam hadits dari Abu Hurairah menurut riwayat Ibnu Majah  dan Dar al-Quthniy:
عن أبي هريرة قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "يا أبا هريرة! تعلموا الفرائض وعلموها فإنه نصف العلم[1]     
“Dari Abu Hurairata bersabda Rasulullah SAW; Hai Abu Hurairah Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah dia, karena dia separah dari ilmu”

Melaksanakan hukum kewarisan Islam adalah wajib, kewajiban ini dapat dipahami disatu sisi dari pujian Allah terhadap orang-orang yang melaksanakan penyelesaian harta warisan sesuai dengan ketentuan Allah; dan disisi lain dari celaan Allah terhadap orang yang tidak melaksanakan ketentuan Allah tersebut.[2] Pujian dan ancaman Allah tersebut terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 13 dan 14:
šù=Ï? ߊrßãm «!$# 4 ÆtBur ÆìÏÜム©!$# ¼ã&s!qßuur ã&ù#Åzôム;M»¨Zy_ ̍ôfs? `ÏB $ygÏFóss? ㍻yg÷RF{$# šúïÏ$Î#»yz $ygŠÏù 4 šÏ9ºsŒur ãöqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇÊÌÈ   ÆtBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qßuur £yètGtƒur ¼çnyŠrßãn ã&ù#Åzôム#·$tR #V$Î#»yz $ygÏù ¼ã&s!ur ÑU#xtã ÑúüÎgB ÇÊÍÈ )النساء:13-14 )
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar. Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”
Sistem Hukum Kewarisan di Indonesia terdapat beraneka ragam yang berlaku bagi warga negara Indonesia, yaitu :[3]
1.      Sistem Hukum Kewarisan Islam, yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di Indonesia mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam (KHI).
2.       Sistem Hukum Kewarisan Adat yang beraneka ragam pula sistemnya, dipengaruhi oleh bentuk etnis di berbagai daerah lingkungan Hukum Adat, yang diperlakukan kepada orang-orang Indonesia yang masih erat hubungannya dengan masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan.
3.       Sistem Hukum Kewarisan Perdata Barat (Eropa), yang tertuang dalam Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang disingkat KUHPerd, yang berdasarkan ketentuan Pasal 131 I.S. jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557 jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang penundukan diri terhadap Hukum Eropa, maka Burgerlijk Wetboek tersebut berlaku bagi :
a.       Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan Eropa.
b.      Orang Timur Asing Tionghoa.
c.  Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Indonesia yang menundukkan diri kepada Hukum Eropa.[4]
Istilah Hukum Kewarisan Islam dipergunakan dalam penulisan skripsi ini mengacu kepada fiqh-fiqh Islam dan Kompilasi Hukum Islam sedangkan hukum kewarisan bagi orang-orang yang menundukan diri kepada hukum eropa mengacu kepada Kitab undang-undang Hukum Perdata (BW).
Pelaksanaan Hukum Kewarisan mendapatkan perhatian yang sangat besar, karena persoalan harta waris sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang ditinggal mati oleh pewarisnya. Persoalan-persoalan yang timbul akibat pembagian harta waris tersebut, karena adanya naluri manusia yang memiliki kecenderungan terhadap harta kekayaan. Kecenderungan manusia terhadap harta kekayaan ini telah dijelaskan dalam Firman Allah SWT :
z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” ( Q.S Ali Imran : 14 )

Kecenderungan di atas, tidak jarang mendorong manusia untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta kekayaan, termasuk terhadap harta warisan. Kekayaan ini telah ada dalam sejarah umat manusia sejak dahulu hingga sekarang ini. Sebagaimana firman Allah :
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ 
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.(Q.S An-Nisa’:7)

Melaksanakan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, banyak umat Islam yang mendua. Di satu pihak mereka meyakini kebenaran ajaran Al-Qu’ran, tetapi dalam prakteknya di bidang Hukum Kewarisan mereka menggunakan sistem pembagian lain, yaitu Hukum Perdata Barat atau Hukum Perdata Adat.
Banyak kepala keluarga yang mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan pre-emptive (mendahului), Semasa masih hidup mereka telah membagikan sebagian besar harta kekayaan mereka kepada anak-aknya, dimana masing-masing mereka mendapat bagian-bagian yang sama besar tanpa membedakan jenis kelaminnya. Sehingga, setelah mereka meninggal harta atau kekayaan yang harus dibagi sebagi warisan tinggal sedikit, bahkan sampai hampir habis sama sekali, sebagai mana yang penulis amati di jorong sontang, kecamatan panti kabupaten pasaman berdasarkan pengamatan penulis.[5]
Bahkan banyak juga kepala keluarga yang menghibahkan hartanya kepada orang lain diluar anak kandungnya sendiri yang melebihi 1/3(sepertiga) sehingga merugikan ahli warisnya, sedangkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 210  membatasi pemberian itu hanya 1/3(sepertiga).
 Hal ini pernah terjadi di kota Padang, seorang Mamak menghibahkan dua kaveling tanah kepada kemanakannya yang kemudian di tarik kembali oleh anak-anak si penghibah setelah sipenghibah meninggal dunia. Perkara ini di tangani oleh Pengadilan Negeri Padang dan mengabulkan Gugatan anak-anak si penghibah dengan Alasan anak-anak dari sipenghibah telah kehilangan haknya atau bagiannya sebagai pewaris.[6]
 Perpindahan hak milik dalam pandangan hukum Islam salah satunya ialah dengan hibah. Dengan menghibahkan suatu benda berarti keluarlah sesuatu itu dari milik wahib (yang menghibahkan) dan berpindah kepada mauhub lah (yang menerima hibah)[7]
Apabila ditinjau dari pengertiannya, tidak ada hubungan secara langsung antara hibah dan waris. Sebab hibah adalah aqad yang ditujukan untuk pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu masih hidup tanpa adanya imbalan. Sedangkan waris adalah segala apa dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Tetapi melihat fenomena masyarakat Islam Indonesia sebagaimana yang terjadi di atas, dapat dilihat adanya hubungan atau keterkaitan antara hibah dan waris. Misalnya penerimaan hibah memiliki akibat sendiri dalam memperhitungkan harta warisan, maksudnya apabila terjadi pembagian harta warisan penerimaan hibah harus memperhitungkan segala hibah yang telah diterimanya selama pewaris masih hidup, hubungan antara penerimaan hibah maupun proses pembagian harta warisan sangat bervariasi.
Hukum menetapkan demikian, untuk menjamin hak-hak para ahli waris dan pihak lain secara keseluruhan dan ruang lingkup kewarisan. Proses pemasukan dan perhitungan seperti ini diatur secara rinci di dalam secara inbreng, yaitu hibah wajib diperhitungkan. Maksudnya benda-benda yang pernah diberikan si pewaris sewaktu masih hidup kepada ahli waris, keturunan garis lurus kebawah pada waktu pembagian harta warisan nanti harus diperhatikan atau dimasukkan kembali ke dalam harta warisan oleh segenap ahli warisnya, seperti yang diuraikan dalam Pasal 1086 Kitab Undang undang Hukum Perdata, hubungan hibah dengan waris juga dinyatakan secara jelas di dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Buku II tentang Kewarisan, BAB IV tentang Hibah. Pasal 211 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan, bahwa hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.
 Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin memahami bagai mana hubungan hibah dengan waris menurut hukum Islam dan Hukum Perdata serta apa perbedaan antara kedua hukum ini. Dalam penulisan skripsi ini penulis memberi judul “ STUDI PERBANDINGAN TENTANG HUBUNGAN HIBAH DENGAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN  KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ”.

B.     Idetifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah  diatas, maka penulis membuat identifikasi masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana hubungan hibah dengan waris menurut Hukum Islam Dan KUH. Perdata ?
2.      Bagaimana konsep hibah menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata?
3.      Bagaimana sebenarnya konsep kewarisan menurut Hukum Islam dan KUH.Perdata?
4.      Apa persamaan dan perbedaan antara hibah dengan waris yang terdapat dalam hukum Islam dan KUH.Perdata?

C.     Batasan dan Rumusan Masalah
1.      Batasan Masalah
a. Bagaimana hubungan hibah dengan waris menurut Hukum Islam dan KUH. Perdata ?
b. Apa persamaan dan perbedaan antara hubungan hibah dengan kewarisan menurut Hukum Islam dan KUH. Perdata?


2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat penulis rumuskan dalam penulisan skiripsi ini sebagai berikut: Bagaimana hubungan hibah dengan waris menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata?

D.    Defenisi Operasional
Agar tidak ada kesalah pahaman dalam memahami maksud judul skripsi ini, maka ada beberapa kata yang perlu diberi penjelasan sebagai berikut:
1.        Studi adalah penelitian ilmiah;kajian;telaahan.[8]
Yang penulis maksud adalah telaahan
2.        Perbandingan adalah a. Perbedaan (selisih) kesamaan, b. Persamaan; Ibarat.[9]
Yang penulis maksud dari kedua defenisi di atas adalah telaahan antara persamaan dan perbedaan tentang hubungan hibah dengan kewarisan menurut hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.    
3.      Hibah adalah pemberian suka rela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.[10] Menurut hukum Islam hibah merupakan hadiah terhadap sesuatu harta Milik.[11] Sedangkan menurut Abdul Aziz Dahlan hibah adalah (pemberian atau hadiah). Pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT tampa mengharapkan balasan apapun.[12]
Yang penulis maksud adalah hibah menurut hukum Islam dan KUH.Perdata.
4.      kewarisan asal katanya waris yang berasal dari bahasa arab warisa-yarisu-warisan yang berarti mempusakai[13]. Sedangkan kewarisan adalah bahasa Indonesia yang di adopsi dari bahasa arab. Kata Kewarisan, dengan mengambil kata asal ‘waris’dengan tambahan awalan “ke” dan akhiran “an” . kata waris itu sendiri dapat berarti orang pewaris sebagai subjek dan dapat berarti pula proses.[14]
5.      Hukum Islam adalah kaidah, asas, prinsip atau aturan yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat Islam, baik berupa ayat Al-Qur’an, Hadits Nabi SAW, pendapat sahabat dan tabi’in, maupun pendapat yang berkembang di suatu masa dalam kehidupan umat Islam.[15]
6.      Hukum Perdata adalah:
1.    Dalam arti luas adalah hukum sipil atau hukum privat; hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara para warga hukum (manusia-manusia pribadi dan badan hukum).terdiri atas: hukum perdata dalam arti terbatas , hukum dagang, hukum bukti, dan daluarsa (lewat waktu).
2.    Dalam arti terbatas:hukum privat dikurangi hukum dagang.[16]
    Dari keseluruhan pengertian di atas yang penulis maksud adalah membandingkan tentang hubungan antara hibah dengan waris menurut Hukum Islam dan KUH. Perdata.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan pokok masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan sebagai berikut:
1.  Tujuan dari Penelitian
a. Untuk mengetahui hubungan hibah dengan waris menurut Hukum Islam dan KUH. Perdata.
b. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara hubungan hibah dengan kewarisan menurut Hukum Islam dan KUH. Perdata
2.  Kegunaan Penelitian
a. Dapat menambah Khasanah keilmuan bagi penulis, dalam rangka sumbangan pemikiran (kontribusi) mengenai hubungan hibah dengan waris menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
b. dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi Mahasiswa yang ingin mengkaji tentang hubungan hibah dengan kewarisan.


F.     Tinjauan kepustakaan
Sejak dulu sampai sekarang, kajian tentang hibah dan waris ini sudah banyak dibicarakan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknnya hasil karya para ulama dan intelektual tentang wasiat dan waris. Setelah penulis melihat hasil penelitian terdahulu, penulis melihat ada yang membahasnya dalam bentuk skripsi.atas nama (Febridawati) NIM: 200 200 tahun 2005 dengan judul Penghibahan Harta Dalam Upaya Mengurangi Warisan Menurut Hukum Islam, (Yoki Yondra) NIM: 298 136 tahun 2004  dengan judul Pelaksanaan Hibah Di Nagari Lima Kaum Kec. Lima kaum Menurut Adat Minangkabau dan Hukum Islam dan (Rahmadoni) NIM: 299 150 tahun 2004 dengan judul : Proplematika Hibah Di Minangkabau Menurut Pandangan Hukum Islam.
Adapun karya tulis dalam bentuk skripsi yang penulis tinjau atas nama Febridawati dengan judul Penghibahan harta dalam upaya mengurangi warisan menurut hukum Islam, menjelaskan bahwa seorang orang tua menghibahkan hartanya kepada salah seorang anaknya agar dapat mengurangi warisan ahli waris lain disebabkan anak yang diberi hibah sangat membutuhkan harta karena miskin, sementara ahli waris lain mempunyai harta yang berlebih.

G.    Metodologi Penelitian
Penulisan skiripsi ini menggunakan metode sebagai berikut:


1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian perpustakaan (library reseach) yaitu meneliti, mengumpulkan, dan menganalisa dokumen-dokumen serta peraturan-peraturan yang terkait dengan permasalahan yang tersedia diperpustakaan, guna menggali data dan teori yang mendukung pembahasan ini. Penelitian ini penelitian Hukum Normatif karena merupakan perbandingan Hukum.
2.      Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah:
a.       Sumber Data Primer
Sumber data primer[17] berupa studi kepustakaan yang bersumberkan kepada hadits-hadis (hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, Bukhari dan Muslim), fiqih-fiqih (buku Fiqih karangan Sayyid Sabiq, Ibnu Rusyid, Amir Syarifuddin, Satria Efendi), Elimartati, Idris Ramulyo, KHI, KHES dan KUH.Perdata, khususnya yang membahas tentang hibah dan waris.
b.      Sumber Data Skunder.
Sumber data skunder[18] adalah sumber data penunjang berupa studi kepustakaan yang bersumberkan kepada buku-buku, jurnal-jurnal ilmiyah, naskah-naskah serta literatur lainnya yang dapat menunjang upaya penulis dalam memecahkan persoalan yang penulis angkatkan ini.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan mengumpulkan, membaca, menelaah, dan mencatat data-data yang berkaitan dengan penelitian penulis dari sumber data primer dan skunder kenudian data diolah sesuai dengan teknik analisis data.
4.      Analisa Data
Analisa terhadap data yang penulis proleh adalah dengan menggunakan analisis berupa:
a.    Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dan menganalisa dengan bertolak dari data-data khusus ke data-data umum.[19] Seperti  kasus dalam membahas hubungan hibah dengan waris.
b.    Deduktif, yaitu pembahasan yang bertitik tolak dari keterangan dan pengetahuan  yang bersifat umum  berdasarkan keterangan umum itu penulis mengarahkannya kepada hal yang bersifat khusus.
c.    komparatif, yaitu membandingkan data yang satu dengan data yang lain.[20] Dalam hal ini penulis membandingkan antara hubungan hibah dengan kewarisan menurut hukum Islam dan kitab undang-undang hukum perdata.
H.    Sistematika Penulisan
Untuk lebih sistematis dalam penulisan laporan hasil penelitian ini digunakan sistematika penyusunan sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan berisi latar belakang masalah dengan judul yang dipilih, yaitu Studi Perbandingan Tentang Hubungan Hibah Dengan Waris Menurut Hukum Islam Dan KUH.Perdata, Identifikasi masalah, Batasan dan rumusan masalah, Defenisi operasional, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan Pustaka merupakan bab yang tersusun atas teori umum yang merupakan dasar-dasar pemikiran yang akan penulis gunakan dalam menjawab permasalahan pada penulisan skripsi ini, meliputi hibah menurut Hukum Islam, hibah menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, waris Menurut Hukum Islam dan waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Bab III: Hasil penelitian merupakan bab yang berisi tentang hasil dan pembahasan yang tersusun atas hasil-hasil penelitian yang merupakan kumpulan data-data yang penulis peroleh di lapangan dan pembahasan yang merupakan hasil analisis penulis terhadap permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Hasil penelitian dan pembahasan ini, meliputi penelitian hubungan hibah dengan waris menurut Hukum Islam dan hukum Perdata serta persamaan dan perbedaan kewarisan menurut Hukum Islam dan hukum Perdata.
Bab IV: merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.





[1]  Hafidz Ibnu Abdullah Muhammad Bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Darul Fiqri; juz  II, Hadits 2719, h.107
[2]  Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Prenada Media Group, Jakarta, cet 3, 2010, h. 148
[3]  Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dan Kewarisan menurut Undang-undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta. 1994, h. 1.

[4]  Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan perdata barat, Jakarta: Sinar Grafika, 1993, h.14

[5]  Pengamatan penulis tanggal 05 Mei 2011
[6] Suardi Mahyuddin, Dinamika Sistem Hukum Adat Minangkabau Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, PT.Candi Cipta Pramuda, Jakarta, cet 1 April 2009
[7] Satria Efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cet ke-3 Februari 2010 h. 471
[8]  Lukman Ali Dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: 1991), h. 965
[9]  Ibid, h. 87
[10]  Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 2, Jakarta: 1991, h. 349
[11]  Ensiklopedi Islam, Cet 2, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, h. 133
[12] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet 6, Jakarta: PT Ichtiar baru Van Hoeve, 1996,  h. 540
[13] Dewan redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. 4- Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997 h. 191
[14] Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana 2004, h. 19-20
[15] Abdul Azis dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet 1, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve 1996, h. 575
[16] Hassan Shadily, Dkk  Ensiklopedi Indonesia Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta: h. 1348
[17] Sumberdata Primer dalam arti, langsung menggambarkan Pemikiran Penulisnya Sendiri. Misalnya kitab Ihya’ Ulumuddin Karya Imam Hamid Algazali sendiri. (Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,  IAIN Imam Bonjol Padang: IAIN Imam Bonjol Padang Press, 2007, h. 49)
[18] Buku-buku lain yang ditulis oleh penulis-penulis lain tentang penilaiannya terhadap kitab Ihya, Ulumuddin, maka buku-buku tersebut sebagai sumber data skunder. Ibid, h. 49
[19]  Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pres, 2011. h. 10
[20]  Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar dan Metode dan Teknik, Bandung: Tarsito, 1994, h. 143
BAB II
LANDASAN TEORITIS
                                                                                                    
A.    Hibah menurut Hukum Islam
  1. Pengertian dan Dasar Hukum Hibah
a. Pengertian Hibah
Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata وهب, yang berarti pemberian[1]
Sedangkan hibah menurut istilah syara’ adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu ia masih hidup tanpa adanya imbalan.[2]
Jumhur ulama mendefinisikannya sebagai Akad yang mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela[3]

16
 
Defenisi yang lebih rinci dikemukakan oleh ulama Hanabilah, yaitu: pemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, baik harta itu tertentu atau tidak, bendanya ada dan boleh diserahkan yang penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup, tanpa mengharapkan imbalan.[4]
 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 171 huruf g mendefinisikan hibah sebagai berikut :
Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.[5]
Semua  definisi di atas sedikit berbeda, akan tetapi pada intinya sama, yaitu hibah merupakan pemberian sesuatu kepada orang lain atas dasar sukarela tanpa imbalan.
Maksud dari  penyerahan dalam defenisi tersebut adalah usaha penyerahan/pengalihan sesuatu kepada orang lain. Usaha pengalihan itu dibatasi oleh sifat-sifat yang menjelaskan hakikat hibah itu sendiri. Kemudian kata hak milik berarti bahwa yang diserahkan adalah materi dari harta tersebut, apabila yang diserahkan manfaatnya saja perbuatan itu disebut pinjaman.
Kata di waktu masih hidup, mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan hak milik itu berlaku semasa hidup. Dan bila beralih hak itu secara efektif selama ia masih hidup. Kalau perbuatan itu berlaku semasa masih hidup dan beralih sesudah matinya yang punya hak, maka disebut wasiat, tanpa imbalan, berarti itu semata-mata kehendak sepihak tanpa mengharapkan apa-apa[6]
Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tapi tanpa hak kepemilikan, maka hal tersebut disebut Ijarah (pinjaman). Jika hak kepemilikan belum terlaksana pada saat pemberinya masih hidup, tapi diberikan setelah ia meninggal, maka hal tersebut dinamakan wasiat. Apabila pemberian itu disertai dengan suatu imbalan maka hal tersebut disebut penjualan.
Adapun makna umum dari hibah meliputi hal-hal berikut ini:
1)    Ibraa yaitu menghibahkan hutang kepada orang yang berhutang.
2)   Sedekah yaitu menghibahkan sesuatu dengan harapan diakhirat.
3)   Hadiah yaitu menuntut orang yang diberi hibah untuk member imbalan.
Berdasarkan  uraian di atas, dapat diketahui bahwa hibah merupakan suatu perbuatan yang terpuji karena memberikan harta dengan sukarela tanpa mengharapkan balasan kepada orang lain ketika pemberi masih hidup, tidak tergantung dan tidak disertai dengan persyaratan apapun juga.
b. Dasar  Hukum Hibah
Adapun dasar hibah menurut Islam adalah firman Allah SWT yang menganjurkan kepada umat Islam agar berbuat baik kepada sesamanya, saling mengasihi dan sebagainya. Islam menganjurkan agar umatnya suka memberi karena memberi lebih baik dari pada menerima. Namun pemberian itu harus ikhlas, tidak ada pamrih apa-apa kecuali mencari ridha Allah dan mempererat tali persaudaraan, sebagaimana dalam firman Allah :
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur
Artinya : “Tolong menolonglah kamu sekalian atas kebaikan dan takwa dan janganlah kamu sekalian tolong menolong atas sesuatu dosa dan permusuhan”. (Q.S Al – Maidah : 2).[7]
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムöNßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# §NèO Ÿw tbqãèÎ7÷Gム!$tB (#qà)xÿRr& $xYtB Iwur ]Œr&   öNçl°; öNèdãô_r& yYÏã öNÎgÎn/u Ÿwur ì$öqyz óOÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd šcqçRtóstƒ ÇËÏËÈ
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al – Baqarah : 262).

Dalam ayat lain yang berbunyi:

(#qà)ÏÿRr&ur `ÏB $¨B Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö6s% br& šÎAù'tƒ ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$#
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu”( Al-Munafiqun: 10)

Rasulullah SAW bersabda,
عن ابى هريرة رضي الله عنه يقول الرسول الله صلى الله عليه وسلم تهادوا تحابوا رواه البخارى
Dari Abi Hurrairah dari Nabi Muhammad SAW bersabda : saling memberi hadiahlah kamu sekalian niscaya kamu akan mencintai.” (HR. Al – Bukhari)

عن زيدبن اسلم، عن ابيه:ان عمربن الخطاب قال: حملت على فرس عتيق فى سبيل الله، فاضاعه صاحبه فظننت انه بائعه برخص فسألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك؟ فقال: لاتتبعه ولاتعد فى صدقتك. فان العائد فى صدقته كالكلب يعود فى قيئه،،  رواه مسلم[8]        
Bersumber dari Zaid Bin Aslam dari ayahnya, bahwa Umar bin Khattab berkata: telah aku memberikan seekor kuda bagus kepada orang mengendarainya dalam perang fi sabilillah, kemudian orang itu  menyia-nyiakannya. Aku menduga bahwa ia akan menjualnya dengan harga murah. Kemudian aku Tanya kepada Rasulullah SAW akan hal tersebut. Beliau bersabda; “jangan kamu membelinya, dan janganlah kamu tarik kembali sedekahmu itu, karena orang yang menarik sedekahnya adalah ibarat anjing yang memakan kembali muntahnya. (HR. Muslim).

Hibah dalam Hukum Islam dapat dinyatakan dengan kata-kata, tulisan, atau isyarat, yang mengandung arti beralihnya kepemilikan harta secara Cuma-Cuma.[9]
Akan tetapi jika selanjutnya, bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam tulisan.[10]
Jika pemberian tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis terdapat 2 (dua) macam, yaitu :
a. Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan, jika isinya hanya menyatakan telah terjadinya pemberian.
b. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan, jika surat itu merupakan alat dari penyerahan pemberian itu sendiri, artinya apabila pernyataan penyerahan benda yang bersangkutan kemudian disusul oleh dokumen resmi tentang pemberian, maka harus didaftarkan.[11]

Mau SKripsi nya Lengkap hubungi 085379388533 Bisa untuk semua PRODI



0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

adam mudinillah. Diberdayakan oleh Blogger.

تابع

زائر

BARU

BARU

SALJU

صوري

رسائل هاتفية مجانية وتكسب نقاط

mico0355Widget> Sumber: http://id.shvoong.com/internet-and-technologies/websites/2069063-cara-pasang-gadget-sms-gratis/#ixzz1ueREtT6R

Youk Kita Gabung dengan YM

Klik VSI Yusuf Mansur

Blogroll

EL-BANTANY IT SOLUTION (IT KONSULTAN-NETWORK-HOTSPOT-SERVICE KOMPUTER-SERVICE LAPTOP DAN NOTE BOOK-SERVICE PRINTER-PENYELAMATAN DATA-INSTALASI JARINGAN-RENTAL KOMPUTER-JASA PENGETIKAN)DAN MASIH BANYAK LAGI YANG LAIN DI JALAN SUDIRMAN NO 102 BATUSANGKAR-TANAH DATAR-SUMATERA BARAT (085379388533-085850374648-075271639)

مع بلدي

Blogger templates

Twitter

Iklan