DAFTAR ISI
JUDUL...................................................................................................................
i
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
ii
BAB
I. PENDAHULUAN.....................................................................................
1
A. Latar
Belakang Masalah.....................................................................
1
A.1
Ketertarikan........................................................................................
4
A.2 Permasalahan Penelitian.....................................................................
5
A.3 Pertanyaan Penelitian.........................................................................
7
B. Tujuan
Penelitian.................................................................................
7
C. Manfaat Penelitian.............................................................................. 8
BAB
II. LANDASAN TEORETIS........................................................................
9
A. Hardiness (Ketabahan)....................................................................... 9
A.1Pengertian Hardiness
.......................................................................... 9
A.2Karaktristik
Hardiness (Ketabahan).................................................. 10
B. Stroke................................................................................................... 12
B.1 Pengertian
Stroke................................................................................ 12
B.2 Jenis
Stroke.........................................................................................
13
B.3 Faktor
Penyebab Stroke.....................................................................
13
B.4 Akibat Stroke.....................................................................................
15
B.5 Hubungan Stroke dan Efek perilaku.................................................
17
B.6 Hubungan
Kesehatan fisik dan psikologis..........................................
18
B.7 Penanganan Behavioral untuk Rehabilitasi
Penderita Stroke.......... 18
B.8 Status dan Perilaku Sehat...................................................................
23
C. Stres....................................................................................................
24
C.1. Pengertian
Stres.................................................................................
24
C.2. Penyebab
Stres................................................................................... 25
C.3. Bentuk
Stres....................................................................................... 26
C.4. Mekanisme
Pertahanan diri............................................................... 27
C.5. Psikoneuroimunologi........................................................................ 29
BAB
III. METODE PENELITIAN........................................................................ 32
A.Perspektif Fenomenologis...................................................................... 32
A.1 Fokus
penelitian............................................................................. 34
A.2 Subjek penelitian............................................................................. 34
A.3 Metode Pengumpulan Data............................................................ 34
A.4 Analisis Data................................................................................... 36
A.5 Verifikasi Data................................................................................ 37
BAB IV. ANALISIS DATA …………………………………………………………. 41
A. Deskripsi
Kancah penelitian............................................................... 41
A.1 Proses
Penelusuran Subjek
................................................................ 41
A.2 Pengalaman
Peneliti dengan Subjek................................................... 42
A.3 Kendala
yang Dihadapi Peneliti
di lapangan...................................... 43
B. Horisonalisasi...................................................................................... 43
C. Unit
Makna dan Deskripsi................................................................... 44
D. Pemetaan Konsep ................................................................................. 58
E. Esensi atau Makna Terdalam............................................................... 60
F.
Verifikasi
Data............................................................................................... 61
1.Kredibilitas......................................................................................... 61
2. Transferabilitas (Validitas
Eksternal)............................................ 63
3.
Dependabilitas (Reliabilitas)............................................................
63
4. Konfirmabilitas
(Objektivitas)................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
A.1. Ketertarikan
Kesehatan
adalah hal yang paling penting dalam diri manusia. Kesehatan menjadi sebuah
manifestasi besar dalam aktivitas sehari-hari seseorang. Seseorang dituntut
untuk menjalani segala aktivitas secara prima untuk memberikan hasil yang
terbaik bagi dirinya dan orang disekelilingnya.
Namun upaya menjaga kesehatan dan terhindar dari berbagai macam penyakit
semakin sulit, disebabkan adanya ancaman dari banyaknya jenis penyakit yang semakin
berkembang . Dalam keadaaan seperti itu kesehatan memiliki nilai jual yang
tinggi dalam kehidupan seseorang.
Masa puncak
kemapanan dan kematangan seseorang oleh
banyak Psikolog Perkembangan
dikatakan pada usia kurang lebih 40 sampai 45 tahun Pada usia 40 sampai 45 tahun, sebagian besar manusia telah menapaki jenjang karir sejauh kemampuan (Santrock, 1995, h.152). Pada masa-masa dimana seseorang telah
mencapai kondisi kematangan dari segi fisiologis dan psikologis seseorang
semakin memiliki banyak harapan yang ingin diwujudkan sebagai makna dari
kehidupan seseorang. Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik
atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari. Akan tetapi terkadang
harapan yang ada menjadi sebuah mimpi yang tak bisa diwujudkan karena penyakit
yang memutus semua harapan yang telah dibangun (Logoterapi,2007.h.80). Harapan
adalah sesuatu yang dibangun dari sebuah makna. Pencarian manusia mengenai
makna merupakan kekuatan utama dalm hidupnya dan bukan suatu “rasionalisasi sekunder”
dari bentuk-bentuk insting (Logoterapi,2003.h110).
Namun
harapan terkadang menjadi semu bila kondisi yang diterima seseorang tidak
sesuai untuk mewujudkan seluruh keinginan seseorang. Karena kondisi yang
dialami seseorang untuk terus mengejar keinginan dan cita-cita di masa depannya
menjadi tidak sesuai. Kehidupan akan pemaknaan bagi seseorang dalam menunjukkan
siapa dirinya sangatlah penting. Karena lewat itu semua seseorang mampu
menghargai hidupnya.
Kehidupan
yang dipenuhi ancaman menjadi tantangan tersendiri bagi individu yang
mengalaminya. Kebanyakan individu ketika dihadapkan pada tantangan-tantangan
hidup, berhenti berusaha sebelum tenaga dan batas kemampuan diri benar-benar
teruji (Stoltz, 2000, h. 7-8).
Bayangkan
bila seseorang memiliki sebuah harapan pada masa depannya namun harapan itu
terputus oleh sebuah penyakit mematikan
yang menempati urutan ketiga setelah Jantung dan kanker. Data statistik di Amerika menyebutkan terdapat 700 ribu kasus stroke baru
setiap tahun dan berarti setiap empat puluh lima detik terdapat satu orang
Amerika yang terkena stroke. Indonesia juga termasuk negara yang bermasalah
dengan stroke. Penduduk yang terkena stroke diperkirakan sampai 500 ribu orang
setiap tahun. Jumlah tersebut 2,5 persen atau 125 ribu orang meninggal dan
sisanya cacat ringan maupun berat, berarti setiap empat menit satu orang
meninggal karena stroke (Republika, 14
Januari 2007).
Stroke
menjadi masalah serius dalam hal kesehatan, tak jarang seseorang terlalu
berhati-hati mengkonsumsi makanan karena takut akan dihinggapi penyakit yang
dinobatkan sebagai peringkat ketiga kelas dunia dalam hal kemampuan merenggut
nyawa. Shimberg (1998, h.32)
mengatakan bahwa dampak secara fisiologis yang dialami oleh penderita stroke
tergantung pada bagian otak yang mengalami kerusakan. Kerusakan pada otak
sebelah kanan akan menyebabkan kesulitan dengan persepsi spasial, lupa di mana
berada. Penderita mungkin mengalami pelemahan ingatan dan menunjukkan perilaku
yang impulsif. Salah satu tubuhnya terabaikan, dalam hal ini penderita tidak
menyadari keberadaan sisi sebelah kiri tubuhnya. Penderita stroke dengan
kerusakan pada otak sebelah kiri akan lebih mengacu kepada kelumpuhan atau
kelemahan motorik pada sisi tubuh sebelah kanan. Perilaku kehati-hatian dan
lamban akan terlihat dan mengalami kesulitan dalam berbahasa atau berbicara.
Penderita juga mengalami kemunduran daya ingat, lupa akan kata-kata yang harus
diucapkan.
Menurut
Gordon dan Diller (dalam Sarafino, 1998, h.444). Gangguan fisik tersebut
menyebabkan penderita stroke merasa seperti orang gila. Penderita mendengar
seseorang berbicara tetapi tidak dapat melihat karena terdapat batas pada luas
pandangnya. Hal tersebut juga menjadikan penderita berpikir bahwa mereka
berhalusinasi.
Kendala
setiap individu dalam menempuh hidup salah satunya adalah mengalami stres. Stres
tersebut karena kondisi individu tidak sesuai dengan yang diharapkannya
(Sarafino, 1998). Kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi sebelumnya. Stres
membawa pada permasalahan-permasalahan baru dan individu tidak mampu mengatasi
permasalahan yang dialami, serta memperparah kondisinya tersebut.
Keadaan
yang menyakitkan dan merugikan sebagai akibat serangan stroke menyebabkan
respon emosional yang negatif. Stroke seringkali menyebabkan penderitanya mengalami
stres dan depresi. Menurut Sarafino (dikutip Smet, 1994, h.115) sumber stres
terkadang ada di dalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan.
Tingkatan stress yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur
individu.
Putus asa
dan kehilangan semangat untuk terus melanjutkan hidup terkadang akan dialami
seseorang. Ketika cobaan berat dialami seseorang akan mencoba menraik diri dari
keadaan dan mengalami stres. Namun semua hal itu tidak ditemukan pada individu
yang mulai menjalani hari-harinya dengan ikhlas dan mereka memilih mengatakan
lebih baik tabah dan menerima daripada harus menyalahkan keadaan yang mereka
alami. Ketabahan dijadikan penahan melawan efek stres
(Bishop, 1994, h.168).
Hardiness atau ketabahan merupakan karakteristik
kepribadian yang mempunyai fungsi sebagai sumber perlawanan di saat individu
menemui suatu kejadian yang menimbulkan stres. Ketabahan adalah ciri
kepribadian yang memiliki beberapa kendali terhadap hidup, memandang perubahan
sebagai tantangan dan mempercayai kemampuan menggunakan tenaganya untuk hal
yang kreatif dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas yang diterimanya. Individu
dengan kepribadian yang tabah lebih dapat menanggulangi stres dibanding
individu yang mempunyai tingkat ketabahan rendah (Allred dan Smith dalam
Feldman, 1990).
Maddi dan
Kobasa mengemukakan bahwa hardiness
mempunyai pengaruh langsung dan tak langsung terhadap kesehatan. Hardiness
sebagai sebuah penyalur hubungan antara kejadian-kejadian penyebab stres dan
status kesehatan, hardiness juga
mengajarkan pada berkembangnya penggunaan sumber-sumber sosial dan
memfasilitasi penyaluran coping,
sebuah pendekatan untuk mengatur kejadian-kejadian yang penuh tegangan yang
menghasilkan turunnya tegangan dan mengurangi kondisi sakit sehingga menjadi
kondisi yang lebih baik dari sebelumnya (Ford, dkk. 2000. h.426).
Individu
yang tabah dapat menghindari keadaan sakit yang menyebabkan stres sehingga
mereka dapat melawan stres tersebut dan berhasil dalam pengelolaan
penanggulangan stress (Taylor, 2003, h.222). Individu tersebut berhasil
mengelola dan menjalankan coping stress
(penanggulangan stres) dengan baik
Stoltz
(h.86-87) menyatakan bahwa individu yang menjalankan proses ketabahan tidak
terlalu menderita karena akibat negatif yang berasal dari kesulitan yang
dialami dan meskipun menderita, tidak akan lama.
Nowak dalam
penelitiannya menemukan bahwa ketabahan berhubungan dengan kondisi distress yang secara psikologis rendah,
meningkatkan kebahagiaan dan penyesuaian diri, serta kebahagiaan dalam pernikahan
(Greenberg, 2002, h.137).
Penelitian
tentang hubungan antara hardiness dan
kesehatan yang dilakukan oleh Kobasa (1979) pada dua kelompok responden.
Kelompok pertama adalah kelompok dengan tingkat stress dan tingkat penyakit
yang tinggi. Kelompok kedua adalah kelompok dengan tingkat stress yang tinggi
tetapi tingkat penyakit yang ringan, memperlihatkan bahwa kelompok kedua yang
mempunyai nilai ketabahan yang tinggi (Sarafino, 1998, h. 116).
Kobasa
menyimpulkan bahwa individu dengan ketabahan yang tinggi lebih dapat menghadapi
pemicu stress Akibatnya individu tersebut hanya sedikit rentan terhadap stress
misalnya yang berhubungan dengan penyakit (Sdorow, 1990, h.567).
Ketabahan
muncul sebagai sumber pertahanan dalam melawan akibat-akibat dari peristiwa-peristiwa
yang penuh dengan ketegangan. Ketabahan sebagai komponen dari gaya hidup
terutama efektif dalam memelihara kesehatan ketika kekuatan yang mendasar
rendah (Morris, 1988, h.77)
Sikap
pesimis yang merupakan kebalikan dari sikap tabah dan optimis yang dialami oleh
individu membawa pada efek yang berkebalikan. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh lulusan Universitas Harvard memperlihatkan bahwa individu dengan sikap
pesimis lebih rendah tingkat kesehatannya dibanding individu dengan sikap
optimis, bahkan mempunyai resiko kesehatan yang lebih besar (Bishop, 1994,
h.166). Penelitian tersebut menegaskan bahwa ketabahan dapat mengurangi resiko
kesehatan yang menjadi permasalahan besar bagi sebagian manusia.
Tak banyak
penderita stroke yang mampu memiliki ketabahan untuk menemukan makna dari hidup
mereka kembali. Menurut Viktor Frankl (Logoterapi, 2007,h.79) Setiap orang
selalu mendambakan kebahagian dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi
kebahagiaan itu ternyata tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan akibat
dari sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup
bermakna (the will to meaning).
Fenomena
ketabahan penderita stroke merupakan kenyataan yang menarik. Permasalahan yang dihadapi seorang
penderita stroke sangatlah sulit bila seseorang tidak memiliki cooping stress dan penerimaan diri yang
tinggi maka ia akan menarik diri dari lingkungannya dan tidak menemukan konsep
yang bermakna untuk menjalani hari-harinya yang baru. Walau penderita stroke
akan kembali menyesuaikan dirinya dengan keadaan barunya dengan keadaan yang
serba kurang menurut pandangan orang normal. Ketabahan menjadi faktor yang mendukung penderita
stroke pada proses penyembuhan dan pemulihan dari sakit. Ketabahan mampu
membawa individu penderita stroke pada pengelolaan coping stress yang tepat, sehingga permasalahan-permasalahan secara
psikis dapat dilalui.
Fenomena
tersebut memunculkan ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh proses
yang dijalankan oleh individu penderita stroke dalam kehidupannya hingga
kesulitan dan permasalahan dapat dilewati. Penanggulangan stres yang
berkepanjangan juga mampu dilakukan sehingga efek negatif bagi kesehatan tidak
bertambah,
A.2. Permasalahan Penelitian
Sebuah
perjalanan hidup seseorang sangatlah berarti ketika hari-hari berlalu dan
memiliki pemaknaan dalam setiap perenungan. Menurut Viktor Frankl (Logoterapi,
2007, h.38)Hidup itu tetap memiliki makna (arti) dalam setiap situasi bahkan
dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Hidup ini seperti mendaki. Kepuasan dicapai
melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun langkah demi
langkah yang ditapakkan terasa lambat dan menyakitkan (Stoltz, 2000, h.6).
Stoltz
(h.7) menambahkan bahwa situasi yang sulit tidak menciptakan halangan-halangan
yang tidak dapat diatasi. Setiap kesulitan merupakan tantangan. Setiap
tantangan merupakan bagian dari suatu perjalanan yang harus diterima dengan
baik.
Hidup memaksa untuk tiap
individu menguraikan pemaknaannya menjadi proses untuk membawanya pada
kematian. Pada akhirnya
kematian pasti akan dialami, tetapi persiapan menuju kematian sebaiknya
dipergunakan untuk menjadikan hidup lebih bermanfaat. Dan seorang individu dapat menemukan mencapai
titik potensial dan makna yang paling tinggi dalam hidupnya, dengan berharga untuk
orang lain.
Kendala
setiap individu dalam menempuh hidup salah satunya adalah mengalami stres.
Stres tersebut karena kondisi individu tidak sesuai dengan yang diharapkannya
(Sarafino, 1998). Kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi sebelumnya. Stres
membawa pada permasalahan-permasalahan baru dan individu tidak mampu mengatasi
permasalahan yang dialami, serta memperparah kondisinya tersebut.
Penerimaan
diri terhadap kondisi stroke tidak mudah. Penyesuaian diri dengan kondisi yang
berbeda juga sulit dilakukan, apalagi dengan kondisi yang berkebalikan dari
sebelumnya (Atwater, 1983, h.3). Kondisi yang sangat berbeda dengan kondisi
orang normal pada umumnya dapat membawa individu pada sikap pesimis dan kurang
percaya diri. Jika kondisi tersebut berlangsung lama kondisi emosional dan
kesehatan mental yang akan terganggu. Akibat lain adalah permasalahan dengan
stroke yang tidak terselesaikan atau tidak memperoleh kesembuhan.
Usaha
untuk mengurangi atau bahkan mencegah akibat-akibat tersebut adalah dengan memiliki
sikap optimis dan kepribadian yang tabah. Sikap optimis dan ketabahan yang
dimiliki oleh penderita stroke dapat memberikan kekuatan bagi penderita stroke
untuk tetap menjalankan kehidupannya. Pada akhirnya ketabahan tersebut akan membantu
individu penderita stroke pada proses kesembuhan. Kemampuan tersebut tidak
berasal dari kesulitan yang dialami, tetapi dari cara merespon kesulitan (Stoltz,
2000, h. 91)
Individu
yang memiliki hardy personality
(kepribadian yang tabah) adalah individu yang mampu menahan kondisi di bawah
tekanan yang dialaminya. Pengelolaan coping
stress yang dilakukan mampu merubah kondisi stres dan mampu berpikir
optimis. Individu tersebut dapat mengatur situasi, berkembang dan membawa pada
sebuah rencana serta mencari sumber permasalahan (Ford dkk, 2000, h.426).
Persepsi individu penderita stroke dapat dirubah melalui penyelesaian masalah
yang dilakukannya. Individu tersebut selanjutnya mampu menyesuaikan diri dengan
kondisinya yang baru serta mampu menerima keadaan dirinya dengan lebih baik.
Penyelesaian masalah dan penyesuaian diri terhadap kondisi stroke merupakan
hasil dari strategi coping stress
yang dipilih dan berhasil dijalankan. Hasil yang akan tampak pada individu yang
mampu menjalankan proses ketabahan terutama pada penderita stroke adalah
individu tersebut terkurangi rasa sakit akibat stroke atau bahkan memperoleh
kesembuhan meskipun tidak seratus persen.
Stroke
membawa pada dua kondisi yang berbeda, yaitu
penderita stroke yang mampu bertahan dan penderita stroke yang tidak
mampu bertahan sehingga kondisinya lebih parah. Dua kondisi tersebut yang
menimbulkan pertanyaan berkaitan pada faktor-faktor yang terjadi di dalamnya.
Pertanyaan tersebut yang melatarbelakangi dilakukan penelitian mengenai
penderita stroke yang tabah dan memperoleh kesembuhan.
A.3. Pertanyaan Penelitian
Fenomena
tersebut membawa kepada beberapa pertanyaan penelitian yang terdiri dari
pertanyaan mayor mengenai bagaimana proses ketabahan yang dijalankan oleh
penderita stroke sehingga memperoleh kesembuhan. Beberapa pertanyaan minor yang
yang menjadi bagian dari pertanyaan mayor adalah sebagai berikut :
a. Apakah
pengertian ketabahan menurut subjek ?
b. Bagaimanakah
upaya yang dilakukan subjek baik medis maupun psikologis untuk mengatasi sakit
?
c. Bagaimanakah penyesuaian
subjek terhadap kondisi sakit ?
d. Faktor-faktor
psikologis apa sajakah yang menyebabkan subjek memiliki ketabahan
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap proses
ketabahan (hardiness) yang dilakukan
penderita stroke, karakteristik penderita stroke yang tabah melalui kondisi
psikologis yang terjadi dan peranan ketabahan tersebut bagi kehidupannya
sehingga memperoleh kesembuhan.
C. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat
menyumbangkan paradigma pemikiran baru dan pengembangan dalam ilmu psikologi terutama
pada bidang perkembangan dan bidang kesehatan.
2.
Manfaat Praktis
a.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penderita stroke untuk memberikan
kefahaman mengenai pentingnya ketabahan dalam menjalani stroke, terutama
dalam proses menuju kesembuhan. Penderita stroke selanjutnya dapat
mengembangkan dan menerapkan ketabahan dalam dirinya
b.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi keluarga
penderita stroke untuk membantu memberikan panduan dalam rangka mendukung berkembangnya
proses ketabahan pada penderita.
c.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
masyarakat untuk membuka wacana mengenai kehidupan penderita stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Hardiness (Ketabahan)
A.1. Pengertian Hardiness (Ketabahan)
Ketabahan menjelaskan bagaimana individu mampu menciptakan mekanisme
pertahanan didalam dirinya sebagai wujud penolakannya pada masalah bahkan
menjadi dasar penerimaan tentang apa yang dirasakannya. Hardiness merupakan konstelasi karakteristik
kepribadian yang kemudian berwujud dalam suatu pola perilaku yang berfungsi
sebagai sumber daya tahan saat indibihvidu menghadapi kejadian atau perubahan hidup yang menimbulkan stres
(Bishop, h.167-169, 1994).
Ketabahan merupakan karakteristik kepribadian yang mempunyai fungsi sebagai
sumber perlawanan di saat individu menemui suatu kejadian yang menimbulkan
stres (Gochman, 1988, h.77). Ketabahan memberikan gambaran pada individu untuk
menggunakannya sebagai hal untuk menstabilkan stresor-stresor dalam diri
seseorang dan menjadikannya sebagai tantangan dan motivasi untuk menjadikan
hidup seseorang menjadi lebih bermakna.
Ketangguhan (hardiness) menurut
Santrock (h.145) adalah gaya kepribadian yang dikarakteristikkan oleh suatu
komitmen yang merupakan perlawanan dari alienasi atau keterasingan,
pengendalian yang merupakan perlawanan dari ketidakberdayaan dan persepsi
terhadap masalah-masalah sebagai tantangan yang merupakan perlawanan dari
ancaman.
Oullette menyatakan bahwa sifat tahan banting (hardiness) adalah suatu perasaan tentang tantangan, komitmen, dan
pengendalian yang dapat diukur. Sifat tahan banting dalam diri manusia merujuk
pada kemampuan menghadapi kondisi-kondisi kehidupan yang keras (dalam Stoltz,
2000, h.86).
Kosaka (1996) menganggap bahwa hardiness
adalah suatu ukuran kecenderungan seseorang untuk membentuk hubungan antara
dirinya dengan dunia di luar dirinya. Hardiness
tidak hanya keras atau tahan terhadap stres, tetapi sebuah kekuatan untuk
keluar dari keadaan-keadaan yang sulit dan keluar dari kondisi stres. Hardiness juga tidak seperti sebuah
pemecahan yang sembarangan, tetapi sebuah kemampuan untuk memahami
kondisi-kondisi di sekitar dirinya dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Menurut Nevid dkk (2005, h.145), ketahanan psikologis adalah sekumpulan trait individu yang dapat membantu dalam
mengelola stres yang dialami.
Istilah hardiness sama dengan istilah tatag menurut Suryomentaram, yaitu
selalu berani, tidak memiliki rasa takut atau khawatir yang berlebihan, bersedia menerima kenyataan
apapun wujudnya, menerima kenyataan apa adanya. Suryomentaran juga menyatakan
bahwa sikap tatag adalah titik sentral kesejahteraan psikologis (dalam
Prihartanti, 2004, h.57)
Hardiness
adalah suatu karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh individu yang
mempunyai kemampuan untuk mengurangi tingkat stres yang dialaminya dengan
melalui strategi penanggulangan (coping)
stres yang tepat.
A.2. Karakteristik Hardiness (Ketabahan)
Kobasa (dalam Sarafino, 1998)
memberikan karakteristik hardiness
sebagai berikut :
a.
Control
Individu yang mempunyai control atau pengendalian dalam dirinya
mempunyai kepercayaan bahwa mereka dapat mempengaruhi atau mengatur setiap
kejadian dalam dirinya yang berarti perasaan pengendalian pribadi. Orr dan Westman (dalam Kosaka,
1996) menyatakan bahwa pengaruh tersebut pada batas yang tepat. Lawan pengendalian adalah powerless atau tidak berdaya.
Hubungan pengendalian terhadap kesehatan menurut Pollock (dalam Ford,
h.427) adalah mengarah pada sumber ego untuk menilai, mengartikan dan
menanggapi stressor-stressor kesehatan
b. Commitment
Individu yang mempunyai commitment
atau komitmen merupakan perasaan
individu yang mempunyai tujuan atau terlibat dalam peristiwa-peristiwa,
aktivitas-akitivitas dan orang-orang dalam hidupnya. Individu tersebut mempunyai tujuan yang jelas dalam
hidupnya dan berjanji untuk mencapai tujuan tersebut. Individu tersebut bersemangat dalam
aktivitas-aktivitas yang berguna dan hubungan sosial (Sdorow, 1990, h.567).
Kobasa menegaskan bahwa individu tidak pernah menjauhkan diri dari situasi dan
pekerjaan mereka (dalam Nevd, dkk. 2005. h.146)
Lawan dari komitmen adalah alienation
atau keterasingan. Karakteristik tersebut membantu individu berbalik ke yang
lain untuk melawan stres melalui kesediaan untuk mengadakan perjanjian dengan stressor-stressor
c. Challenge
Kobasa mengatakan bahwa individu yang mempunyai challenge atau tantangan berkecenderungan melihat perubahan sebagai
hal yang wajar dan sebagai dorongan atau peluang untuk tumbuh dan berkembang,
bukan sebagai ancaman dalam hidup. Individu tidak terpaku pada kondisi stabil
saja, tapi tertantang untuk mengatasi dan melakukan perubahan (dalam Nevid,
2005, h.146). Individu yang mempunyai challenge
tinggi bukan berorientasi mencari keamanan dan keseimbangan sebagai tujuan
utamanya.
Menurut Julian
Rotter, individu yang tangguh secara psikologis memiliki internal locus of control, yaitu persepsi seseorang terhadap
kemampuan untuk mengendalikan reinforcement
atau mempengaruhi hasil tindakan (Nevid, 2005, h.146).
Individu tersebut
juga menilai bahwa stressor-stressor kesehatan merupakan keuntungan atau
penghargaan, bukan sebagai ancaman atau hambatan (Pollock dalam Ford, h. 427).
Individu yang
mempunyai gabungan ketiga karakteristik tersebut, maka individu tersebut dapat
mengatasi stress yang dialami, yang berarti individu tersebut memiliki hardiness dalam dirinya.
Kobasa menunjukkan bahwa individu
yang ketahanan psikologisnya tinggi lebih baik dalam menangani stres karena
individu tersebut menganggap diri mereka sebagai orang yang memilih situasi
stres. Individu menganggap stressor yang mereka hadapi membuat kehidupan lebih
menarik dan menantang, bukan semata-mata membebani dengan tekanan-tekanan
tambahan (Nevid, 2005, h.146).
Hubungan hardiness dan penyakit
adalah hardiness tidak memberikan
pengaruh pada nilai penyakit apabila tingkatan stres yang dialami rendah. Hardiness secara pengertian sebagai
sebuah tenaga pelawan pengaruh stres, yang tidak diharapkan mampu mengurangi
tingkat penyakit ketika stres rendah (Bishop, 1994, h.168)
Individu yang memiliki hardiness
atau ketabahan adalah individu yang mampu beradaptasi dengan kondisi di bawah
tekanan yang dialaminya bahkan mempunyai tujuan untuk lebih baik dari kondisi
sebelumnya dengan kemampuan memilih strategi coping stress yang tepat.
B. Stroke
B.1. Pengertian Stroke
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan
atau global, yang berlangsung dua puluh empat jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik (Arif Mansjoer, dkk, 2000, h.17)
Stroke adalah hasil penyumbatan yang tiba-tiba saja terjadi, yang
disebabkan oleh penggumpalan, pendarahan, atau penyempitan pada pembuluh darah,
sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian otak (Shimberg, 1998, h.25).
Cerebrovascular disease atau stroke adalah gangguan perfusi jaringan otak yang diakibatkan oklusi (sumbatan), embolisme (pembekuan darah atau material lain) serta pendarahan
yang mengakibatkan gangguan permanen atau sementara (Rosjidi, 2007, h.3).
Stroke menurut
Alloy (h. 419) adalah terhalangnya pembuluh darah dalam otak yang menyebabkan
luka pada jaringan otak.
Stroke adalah suatu kondisi berkurangnya oksigen di dalam otak akibat dari
tertahannya atau putusnya salah satu pembuluh darah yang berperan (Greenberg,
2002, h.40)
Stroke adalah terjadinya penyumbatan atau pecahnya pada salah satu atau
lebih pembuluh darah otak yang menyebabkan fungsi bagian otak tersebut rusak
atau terhambat.
B.2. Jenis Stroke
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan
penyakit, sesuai dengan perjalanan penyakit tersebut atau keadaan riwayat
penyakit sementara (yang dijelaskan sebagai pola kronologis perkembangan
klinis, regresi dan gejala). Penggolongan
tersebut membagi stroke menjadi tiga jenis (Price, 1994, h. 964), yaitu :
a.
Serangan Iskemik Sepintas (Transient Ischemic Attack / TIA)
Serangan Iskemik Sepintas
merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
b.
Progresif
Stroke
Progresif stroke merupakan
stroke yang sedang berkembang. Perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun
akut
c.
Stroke
Lengkap
Stroke lengkap merupakan
gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.
B.3. Faktor Penyebab Stroke
Brunner & Suddart (dalam
Rosjidi, 2007, h.9-14) menjelaskan bahwa stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu dari empat kejadian, yaitu :
a.
Trombosis
Trombosis adalah pembekuan
darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. Arteriosklerosis serebral dan
perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab sebagian besar kasus
stroke
Tanda-tanda trombosis serebral
bervariasi. Sakit kepala adalah tanda-tanda yang tidak umum. Beberapa pasien
dapat mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa mengalami
tanda-tanda yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba
dan kehilangan bicara sementara, himeplegia atau parestesia pada setengah tubuh
merupakan gejala awal yang mendahului terjadinya trombosia serebral.
b.
Embolisme Serebral
Embolisme serebral merupakan
pembekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang
lain. Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif,
penyakit jantung reumatik dan infrak miokrad serta infeksi pulmunal adalah
tempat-tempat asal emboli.
Pemasangan katup jantung
protestik dapat menimbulkan stroke, karena terdapat peningkatan insiden
embolisme setelah prosedur ini. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium dan
kardioversi untuk fibrilasi atrium adalah kemungkinan penyebab lain emboli
serebral dan stroke. Karakteristik emboli serebral adalah hemiplegia tiba-tiba
atau kehilangan kesadaran pada penderita dengan penyakit jantung dan paru.
Emboli dapat terjadi pada saat sedang istirahat maupun aktifitas.
c.
Iskemia Serebral
Iskemia adalah aliran darah
berkurang atau terhenti pada sebagian pembuluh darah otak. Iskemia terjadi
karena kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. Manifestasi
paling umum adalah serangan iskemik sementara.
d.
Hemoragi Serebral
Hemoragi serebral adalah
pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau
ruang sekitar otak. Akibat dari hemoragi serebral adalah penghentian persediaan
darah ke otak yang menyebabkan kehilangan atau permanen gerakan, berpikir,
memori atau sensasi.
B.4. Akibat Stroke
Stroke dapat menyebabkan beberapa
permasalahan pada penderitanya, yaitu :
a. Kehilangan
Motorik
Kehilangan motorik yang dialami oleh penderita stroke dikarenakan neuron
motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi berlawanan dari
otak. Seorang
penderita yang mengalami kerusakan pada sisi kiri otaknya, akan mengalami
kelemahan atau kelumpuhan pada sisi sebelah kanan dari tubuhnya. Kondisi
tersebut dinamakan hemiplegia
(Shimberg, 1998, h. 36). Shimberg menambahkan bahwa penderita stroke juga dapat
mengalami apraxia, yaitu tidak mampu
melaksanakan instruksi-instruksi. Seorang penderita stroke yang mengalami permasalahan
tersebut tidak mampu melakukan gerakan yang diinginkan.
b. Kehilangan
Komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab aphasia paling
umum. Aphasia yang terjadi meliputi
ketidakmampuan memahami yang sedang dikatakan orang lain, ketidakmampuan dalam
menggunakan kata-kata secara tepat, hilangnya kemampuan membaca dan menulis,
bahkan sekaligus kehilangan kemampuan berhitung yang sebelumnya telah dikuasai
(Shimberg, 1998, h. 37).
c. Gangguan
Persepsi
Gangguan persepsi
menyebabkan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan
disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan
kehilangan sensori
d. Kehilangan
Sensori
Stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau lebih berat dengan
kehilangan propiosepsi yaitu kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh. Stroke
juga dapat menyebabkan kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,
taktil dan auditoris.
e. Kerusakan
Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik
Disfungsi yang terjadi dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Depresi umum terjadi
dan mungkin diperberat oleh respon alamiah penderita terhadap penyakit stroke.
Masalah psikis yang lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosional
yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam dan kurang dapat bekerja sama.
f. Disfungsi
Kandung Kemih
Disfungsi kandung kemih berhubungan dengan ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
g. Gangguan-gangguan
Penglihatan (Shimberg, 1998, h. 38)
Gangguan penglihatan yang paling umum dialami oleh penderita stroke adalah
hemianopsia atau kehilangan daya lihat dan kesadaran terhadap sisi tubuhnya
yang mengalami kelumpuhan. Orang yang mengalami hemianopsia akan berjalan dan
menabrak dinding, kursi atau yang lain.
Penglihatan ganda dan pergerakan mata yang cepat, yang disebut nistagmus
adalah dua masalah penglihatan lainnya yang merupakan salah efek dari serangan
stroke.
Akibat-akibat yang ditimbulkan
stroke merupakan akibat fisik yang akan menimbulkan kesulitan bagi
penderitanya. Kesulitan tersebut mulai dari yang ringan dan hampir tidak
terlihat sampai dengan yang tergolong parah dan terlihat menyakitkan. Kondisi
yang terjadi adalah penderita tidak mampu melakukan aktifitas normal seperti
sebelum mengalami stroke. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan penderita dan
keluarganya.
B.5. Hubungan Stroke dan Efek
Perilaku
Diagnosis penyakit kronis
menimbulkan stres pada seseorang yang mengalaminya. Rudolf Moos berpendapat
bahwa respon terhadap penyakit kronis dimengerti secara baik dalam istilah crisis. Individu yang mengalami stres
luar biasa akan dihadapkan pada berbagai mekanisme coping dan sumber-sumber untuk menyesuaikan diri dengan kondisinya
serta pemulihan pada keadaan normal sebelumnya. Crisis terjadi ketika individu dihadapkan pada sebuah situasi yang
baru dan besar yang apabila menggunakan metode coping yang biasa tidaklah cukup (Bishop, 1994, h.241).
Crisis
mengajarkan periode perpindahan (transition
period) dengan maksud untuk penyesuaian individu dalam jangka waktu yang
lama. Individu harus mengenmbangkan cara baru coping dengan mengubah keadaan secara drastis Jika individu
menanggapi crisis dengan
mengembangkan metode coping yang
dilakukan secara efektif dengan kondisi yang menantang, equilibrium baru akan mungkin kembali sehat (h.242).
Penderita stroke juga melakukan
coping dengan proses penanganan dan pemeliharaan minimal mampu mengadakan
hubungan dengan staff perawat kesehatan (h.243).
Menurut Krantz dan Deckel (dalam
Sarafino, 1998, h.445), penderita penyakit kronis sering menyandarkan pada
strategi untuk melakukan coping dengan
menjauh selama fase pemulihan, tetapi umumnya penderita stroke terlihat lebih
melakukan denial (penolakan)
dibanding penderita jantung atau kanker
Hampir seluruh kehidupan penderita
stroke berubah, sehingga reaksi yang dilakukan oleh penderita stroke adalah
marah. Perasaan marah yang terjadi karena penderita stroke menemukan dirinya
telah berubah dari seseorang yang percaya diri dan mandiri atau seseorang
dewasa yang mempunyai tubuh normal menjadi pribadi yang selalu kelelahan dan
seringkali kebingungan. Perasaan marah bagi sebagian penderita stroke adalah keadaan
yang sulit untuk diekspresikan. Penderita stroke terkadang sulit menumpahkan
amarahnya dalam bentuk kata-kata, sehingga yang dilakukan adalah berteriak,
mengusir atau memukul orang di sekitarnya. (Shimberg, 1998, h.179-181)
Penderita stroke juga mengalami
kelabilan emosi. Terkadang penderita stroke tertawa atau menangis tanpa alasan
yang jelas, bahkan sampai tidak terkontrol (Shimberg, 1998, h.185-186)
Perubahan keadaan yang dialami oleh
penderita menyebabkan individu penderita stroke menganggap stroke sebagi sebuah
ancaman. Individu yang memperoleh ancaman akan menimbulkan ketegangan dalam
diri individu tersebut dengan memperlihatkan perilaku-perilaku yang tidak biasa
dilakukan dan tidak diharapkan oleh individu tersebut.
B.6. Hubungan Kesehatan Fisik
dan Psikologis
Kesehatan fisik yang terganggu
menimbulkan perubahan-perubahan pada kondisi fisik dan mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Perubahan secara fisik yang berhubungan dengan penyakit dapat
merusak gambaran dan harga diri individu yang mengalaminya. Individu dengan
penyakit kronis, seperti stroke seringkali memerlukan oarng lain untuk
mengembalikan kemampuannya dan menerima bantuan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari (Bishop, 1994. h.243).
Keadaan yang tidak seperti biasa menyebabkan individu merasa terancam,
sehingga ketegangan dalam tubuh dapat terjadi. Kondisi inilah yang disebut
kondisi stres. Stres mengarah pada sebuah pernyataan tantangan dan ancaman yang
mengganggu ritme dan keseimbangan dalam kehidupan setiap individu (Sanderson,
2004, h.92).
Salah satu reaksi
yang paling universal dari penderita stroke adalah depresi (Shimberg, 1998,
h.178). Shimberg menambahkan bahwa beberapa depresi tidak hanya semata bersifat
reaktif, tetapi penderita akan bereaksi terhadap semua yang hilang dalam
dirinya dan muncul perasaan putus asa (h.179)
B.7. Penanganan Behavioral untuk
Rehabilitasi Penderita Stroke
Sebagian besar penderita stroke
mengalami efek akibat menderita stroke. Kasus tersebut tidak berarti setiap
pasien stroke akan menghabiskan seluruh sisa hidupnya di atas tempat tidur
sebagai seorang yang cacat atau duduk di kursi roda. Rehabilitasi dapat dan
telah banyak membantu banyak penderita stroke sehingga dapat menikmati
kehidupannya (Shimberg, 1998, h.49).
Program rehabilitasi
penderita stroke sangat diperlukan untuk membantu pemulihan dan menindaklanjuti
setelah kesembuhan. Tujuan program rehabilitasi penderita stroke adalah
meningkatkan kualitas hidup penderita stroke dengan mengoptimalkan kemampuan
fungsionalnya dan mengembalikan kemandirian penderita semaksimal mungkin
seperti sedia kala (Sismadi, 2005, h.98).
Tahap rehabilitasi
stroke menurut Rosjidi (h.) adalah sebagai berikut :
a.
Rehabiltasi stadium akut
Rehabilitasi stadium akut dimulai setelah 24-72 jam pasca serangan setelah
proses penyakit stabil, kecuali pada strok jenis pendarahan. Program
rehabilitasi segera dijalankan terutama latihan mobilisasi aktif. Speech therapist segera diikutkan untuk
melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu apalagi jika terdapat
kesulitan bicara
Pendekatan latihan
pada stadium ini adalah :
1. Pendekatan
unilateral.
Metode dengan pendekatan
unilateral sering digunakan klien yang tidak menghendaki perawatan terlalu lama
di tempat tidur. Tujuan latihan tersebut agar klien cepat mandiri. Prinsip
gerakan latihan ditujukan pada sisi yang sehat supaya dapat mengkompensasi
fungsi sisi yang sakit, sisi yang sakit dibiarkan karena dianggap sudah tidak
berfungsi
2. Pendekatan
bilateral
Pilihan latihan pada
pendekatan bilateral diarahkan pada kedua sisi tubuh, baik sisi yang sehat
maupun yang sakit. Sasaran utama pendekatan ini adalh kesadaran melakukan gerakan dapat
dikontrol dengan baik, tidak pada besarnya gerakan. Bagian tubuh yang sakit
harus tetap digerakkan atau dirangsang agar dirasakan oleh penderita.
Pengaturan ruang dan posisi tidur harus dibuat sedemikian rupa sehingga sisi
yang sakit mendapat rangsangan atau stimulasi terus menerus. Beberapa bentuk
latihan pada stadium dini adalah gerak pasif, gerak aktif, perubahan posisi,
bergeser atas bawah, bergeser kiri kanan, bangkit duduk, pindah ke kursi atau
sebaliknya, latihan berdiri dan keseimbangan.
b.
Rehabilitasi stadium sub akut
Rehabilitasi pada stadium subakut adalah kesadaran membaik, penderita mulai
menunjukkan gejala-gejala depresi, fungsi bahasa mulai terperinci. Pola
kelemahan otot akan menimbulkan posisi khas hemiplegic
posture
c.
Rehabilitasi stadium kronik
Kondisi penderita pada stadium kronik adalah dalam kondisi stabil, tekanan
darah naik turun, serta otot-otot mulai meningkat tonusnya. Menurut Soeparman
beberapa metode latihan pada stadium kronis adalah :
1. Metode
Bobath
Dasar pemikiran dari metode
Bobath adalah penderita stroke seolah-olah kembali pada usia bayi sehingga
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan bayi normal. Penderita stroke
dilatih mulai dari posisi berbaring, miring, tengkurap, merangkaka, duduk,
berdiri dan berjalan. Latihan dilakukan secara bertahap dan berurutan.
2. Metode
Brunnstrom
Dasar pemikiran dari metode
Brunnstrom adalah gerak asosiasi dan reflek primitif pada bayi. Gerak asosiasi
pada lengan, gerak refleksi lebih mudah dilakukan bersama-sama dengan gerak
adduksi (mendekat tubuh), gerak ekstensi lebih mudah dilakukan bersama-sama
abduksi (menjauh tubuh). Contoh gerak refleks primitif seperti kepala menunduk
diikuti kedua siku fleksi dan sebaliknya pada saat kepala ke atas diikuti kedua
siku lurus.
3. Metode
Janet dan Roberta S
Dasar dari metode Janet dan
Roberta S adalah otak mempunyai kemampuan mengungkap kembali kejadian yang
pernah dialami apabila diberikan latihan gerak yang berulang-ulang. Latihan
akan membuat saluran-saluran baru di dalam sel-sel otak. Aktivitas tertentu
diberikan, kemudian dianalisis dan dilakukan koreksi terhadap hasil aktivitas.
Program-program rehabilitasi dalam
penanganan penderita stroke yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Sismadi, 2005, h.102-107)
a.
Terapi fisik
Terapi fisik mengevaluasi kemampuan pasien untuk menggerakkan lengan dan
tungkainya, menjaga kesimbangan saat duduk, berdiri, dan bangun dari tempat
tidur, pindah ke kursi roda dan berjalan. Evaluasi ini meliputi kekuatan,
koordinasi, sensasi rasa, kelenturan atau fleksibilitas, dan kemampuan
fungsional.
Program terapi
meliputi :
1.
Latihan peregangan dan kekuatan otot
2.
Latihan kesimbangan saat duduk dan
berdiri
3.
Meningkatkan kewaspadaan terhadap
keterbatasan neurologis yang disebabkan oleh stroke.
4.
Aktivitas utuk meningkatkan ketahanan
tubuh
5.
Latihan mobilitas, yaitu berpindah
dari satu tempat ke tempat lain. Latihan tersebut meliputi juga bergerak di
sekitar tempat tidur, berpindah ke dan kursi dora, menggerakkan dan mengontrol
kursi roda, dan berjalan di dalam maupun di luar ruangan.
6.
Penggunaan tongkat untuk membantu
pasien berjalan atau berpindah tempat.
7.
Mengajari anggota keluarga dan
teman-teman penderita tentang cara mendampingi pasien selama latihan dan
membantu mobilitas penderita.
b.
Terapi okupasi
Peranan terapi
okupasi dalam rehabilitasi penderita stroke meliputi :
1.
Menilai kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
2.
Menilai kognitif, pergerakan lengan
dan tangan, koordinasi, pergerakan tubuh, penglihatan dan keseimbangan, untuk
menentukan pengaruhnya terhadap kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
3.
Mengembangkan rencana terapi yang
sesuai bersama penderita dan keluarga
4.
Mengajar kan kepada penderita agar
dapat melakukan aktivitasnya dengan mudah dan memupuk kemandirian penderita
Terapi okupasi
meliputi :
1.
Menggunakan toilet dan bak mandi
beserta peralatannya.
2.
Berpakaian
3.
Melatih kekuatan dan regangan tubuh
4.
Belajar untuk makan sendiri. Latihan
dikonsentrasikan pada latihan menelan
5.
Makan siang bersama untuk sosialisasi
6.
Melatih keluarga untuk membantu
aktivitas sehari-hari penderita
7.
Belajar menggunakan alat-alat rumah
tangga dengan benar
c.
Terapi wicara
Terapi wicara
bertujuan untuk memperbaiki komunikasi, kognitif, dan problem menelan pada
penderita stroke. Program terapi wicara meliputi :
1.
Latihan untuk meningkatkan kekutan
otot-otot bicara dan otot-otot menelan
2.
Teknik pembelajaran untuk meningkatkan
komunikasi walaupun terdapat keterbatasan ekspresi verbal
3.
Latihan pada waktu makan dengan
mengajarkan cara menelan yang aman
4.
Berlatih memahami petanyaan dan
perintah yang kompleks
5.
Mengembangkan strategi untuk
mengkompensasi daya ingat yang lemah sehingga dapat membantu penderita dalam
menginagt jadwal dan janji
Penanganan-penanganan tersebut dilakukan dengan rutin dan disesuaikan
dengan kondisi stroke yang dialami penderita. Keadaan normal yang diharapkan
oleh penderita dapat dicapai meskipun tidak seratus persen. Penanganan tersebut
dilakukan dalam upaya mengembalikan kondisi fisik penderita yang diharapkan
mengembalikan kondisi psikis ke keadaan yang kembali sehat.
B.8. Status dan Perilaku Sehat
Kasl dan Cobb mendefinisikan
terdapat tiga tipe perilaku yang berkaitan dengan kesehatan (dalam Sarafino,
1998, h.172), yaitu :
a. Perilaku
Sehat
Perilaku sehat adalah beberapa aktivitas yang dikerjakan oleh seseorang
untuk menjadi sehat. Tujuan aktivitas tersebut dilakukan adalah untuk melakukan
pencegahan terhadap penyakit, contohnya olahraga, diet, melakukan pemeriksaan (check up) rutin.
b. Perilaku
Sakit
Perilaku sakit adalah beberapa aktivitas yang dikerjakan oleh seseorang
yang merasa sakit yang bertujuan untuk pemulihan atau mencari kesembuhan. Contoh dari perilaku sakit
antara lain : meminta bantuan atau nasehat kepada teman atau ahli medis.
c. Perilaku
Peran Sakit
Perilaku peran sakit adalah beberapa aktivitas yang dikerjakan dengan
tujuan agar tetap sehat Contoh perilaku peran sakit antara lain: melaksanakan
anjuran dari ahli medis.
Ketiga perilaku tersebut seharusnya
dilaksanakan oleh setiap individu yang memenuhi kriteria masing-masing perilaku
C. Stres
C.1 Pengertian Stres
Stres menurut istilah teknik adalah perbandingan kekuatan internal dibawa
ke dalam permainan ketika sebuah zat diubah ke
tempat dengan kekuatan lebih (Hinkle dalam Prestonjee, 1992, h. 15)
Stres menurut Selye
merupakan respon tubuh tidak spesifik terhadap sesuatu tuntutan yang dihadapi. Stres bukan ketegangan syaraf
melainkan ketegangan tubuh. Stres menerangkan efek-efek dari reaksi tubuh
terhadap tekanan (Fabella, 1993, h.12).
Bishop (h.127) menyimpulkan stres sebagai hubungan antara individu dan
lingkungan yang meliputi penaksiran individu terhadap sikap yang menantang oleh
situasi yang sama seperti sumber stres termasuk respon-respon psikologis dan
fisiologis untuk merasa tertantang.
Menurut Bishop stres meliputi proses saling mempengaruhi secara dinamis
antara kondisi lingkungan, penilaian individu tehadap kondisi tersebut dan coping respone (respon penyelesaian) (h.
153).
Stres adalah suatu keadaan yang merupakan hasil ketika individu atau
lingkungan menyebabkan individu tersebut menerima ketidaksesuaian antara
kenyataan dan tidak (Sarafino, 1998).
Stres menurut Atwater adalah beberapa tuntutan yang sesuai yang membutuhkan
sebuah respon dari kita (h. 49).
Stres menurut Feldman (Fauziah dan Widury, 2005, h.9) adalah suatu proses
yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang ataupun
membahayakan dan individu merespon peristiwa pada tingkat fisiologis, emosional,
kognitif dan perilaku.
Gejala-gejala fisik yang terjadi ketika berada pada kondisi stres adalah
sakit kepala, sakit perut, ketegangan otot dan kelelahan. Gejala-gejala psikis
yang terjadi adalah kegelisahan, kecemasan, ketegangan, cepat marah dan depresi
(Papalia, 2001, h.573)
Pengertian stres dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa stres adalah
suatu kondisi yang dirasakan yang tidak menyenangkan oleh individu karena
ketidak sesuaian antara pengharapan
dan kenyataan sehingga dianggap sebagai sesuatu yang mengancam, menantang
ataupun membahayakan yang akhirnya menimbulkan ketegangan tubuh pada individu
tersebut. Kondisi stres akan menurun atau hilang jika kondisi yang mengancam,
menantang dan membahayakan dapat dihilangkan atau diterima oleh individu yang
mengalaminya melalui coping stress
yang tepat.
C.2 Penyebab Stres
Sarafino (dikutip Smet, h. 115), membagi sumber
stres menjadi tiga, yaitu:
a.
Sumber stres di dalam diri
Sumber stres dapat berasal dari diri dalam individu, salah satunya melalui
kesakitan. Tingkatan stres muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur
individu. Stres juga akan muncul dalam individu melalui penilaian dari kekuatan
motivasional yang melawan apabila individu mengalami konflik. Konflik merupakan
sumber stres utama.
b.
Sumber
stres di dalam keluarga
Stres di dalam keluarga bersumber dari interaksi di antara para anggota
keluarga. Kehilangan salah satu anggota keluarga dapat menjadi sumber stres
karena merasa kehilangan harapan dan peran, kehilangan rasa cinta, perasaan
istimewa dan kehilangan rasa aman
c.
Sumber stres di dalam komunitas dan
lingkungan
Interaksi subyek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber
stres. Sumber stres antara lain pekerjaan, yang meliputi lingkungan fisik,
kurangnya kontrol yang dirasakan, kurangnya hubungan interpersonal dan
kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.
Menurut Atwater (h. 53-55) faktor penyebab stress dibagi dua, yaitu faktor
internal (dari dalam diri) dan eksternal (sosial). Faktor yang berasal dari
dalam diri individu antara lain : karakteristik kepribadian individu, kemampuan
dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan stres, harga diri, cara
individu menerima atau mempersepsi peristiwa yang potensial menyebabkan stres.
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah pernyataan bahwa individu yang
mempunyai toleransi tinggi terhadap stress, maka mudah mengalami stres.
Menurut Holmes dan Rahe (dalam Prihartanti, 2004, h.15-16) stres dapat
ditimbulkan baik oleh peristiwa hidup negatif, maupun peristiwa hidup positif karena
kedua peristiwa tersebut membutuhkan penyesuaian. Lima peristiwa hidup negatif
yang menjadi sumber stres dari yang berat ke yang lebih ringan, yaitu peristiwa
kematian pasangan hidup, perceraian, keretakan rumah tangga, sakit dan
kehilangan pekerjaan. Peristiwa hidup yang positif yang juga menimbulkan
tekanan seperti, pernikahan, kehamilan, pengunduran diri atau liburan.
Faktor-faktor penyebab stres tersebut dapat dijadikan pertimbangan untuk
mengelola stres dengan baik. Faktor yang berasal dari dalam individu
mengarahkan individu agar setiap potensi yang terdapat dalam dirinya dapat
dipergunakan dengan baik. Faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan luar
mengarahkan pada pengaturan lingkungan di luar individu sehingga dapat
mendukung individu untuk dapat mengantisipasi stres yang akan terjadi.
C.3. Bentuk Stres
Beberapa bentuk
stres antara lain (Atwater, 1983, h. 52) :
a.
Tekanan (pressure)
Tekanan bersumber dari dalam diri,
misalnya : ambisi dan dari luar atau kondisi, bahkan dapat berasal dari
gabungan keduanya. Apabila terlalu keras menuntut diri sendiri, perilaku self-defeating (penaklukan diri) akan kalah dengan tuntutan diri yang
berlebihan.
b.
Frustrasi (frustration)
Frustrasi muncul karena adanya
hambatan terhadap motif atau perilaku dalam mencapai tujuan. Frustrasi dapat
juga muncul akibat adanya obyek tujuan yang tidak sesuai.
c.
Konflik (conflict)
Konflik dapat muncul ketika individu
berada dalam kondisi di bawah tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan
yang saling bertentangan secara stimulan atau bersamaan.
d.
Cemas (anxiety)
Cemas merupakan perasaan samar-samar
atau rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang.
Gejala cemas secara fisik antara lain : jantung berdebar, ketegangan otot,
keringat dingin. Secara psikologis cemas, dianggap wajar jika dalam intensitas
normal karena merupakan tanda alarm yang memperingatkan bahwa bahaya sudah
dekat dan kebangkitan untuk meresponnya secara cepat.
Stres terhadap kecemasan dipelajari
dan berfungsi dalam hubungannya dengan perasaan aman. Kecemasan dengan taraf
ringan – sedang menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan responsif pada
situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating).
Kecemasan yang berlebihan memperburuk penampilan (debilitating).
Bentuk-bentuk stres tersebut
memperlihatkan respon individu yang mengalami stres. Respon yang dilakukan
menunjukkan seberapa ketahanan individu tersebut dalam menjalankan
kehidupannya.
C.4 Mekanisme Pertahanan Diri (Defence Mechanisms)
Mekanisme Pertahanan Diri merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia
untuk menjaga diri dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis
(Atwater, 1983, h. 60). Mekanisme pertahanan diri digunakan oleh self (diri) untuk melindungi dari segala ancaman. Sebagian besar
sifatnya tidak disadari, otomatis muncul ketika individu menghadapi ancaman
baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama sekali.
Tujuan dari mekanisme pertahanan diri adalah meredakan ketegangan akibat
stres. Biasanya muncul karena terpicu adanya kecemasan, konflik atau frustrasi.
Kemunculannya
berbeda antar individu, ada yang benar-benar terdesak, ada pula yang menjadi
bagian dari kesehariannya. Mekanisme pertahanan diri menjadi patologis apabila
ada self deception (pengingkaran
diri), disamping distorsi realita, kepercayaan yang berlebihan terhadap keadaan
atau menerima keadaan, sehingga tidak ada usaha untuk melawan stres yang
muncul.
Jenis dari
mekanisme pertahanan diri yang muncul ketika terjadi stres, yaitu :
a. Represi (repression)
Represi adalah suatu usaha untuk
menukar pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar. Akibatnya
dapat membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman
tetapi mempersempit kesadaran, perilaku menjadi kaku.
b. Supresi (supression)
Supresi merupakan upaya sadar
individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan dan
mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Nilai self deception dari supresi sangat kecil, namun dapat menghambat
realita internal.
c. Pengingkaran
(denial)
Pengingkaran adalah menolak
melihat atau mendengar realita yang tidak menyenangkan atau mengancam, menolak
pengakuan eksternal, realita sosial.
d. Rasionalisasi
(rasionalization)
Rasionalisasi adalah usaha
untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima sosial dan rasional.
Nilai self deception sangat besar.
Apabila individu terbiasa melakukan rasionalisasi maka orientasi terhadap
realita berkurang, merasa bahwa lingkungan selalu menguasai diri.
e. Regresi (regression)
Regresi merupakan usaha untuk
mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian
agar diperhatikan.
f. Reaksi
formasi (reaction formation)
Reaksi formasi merupakan usaha
untuk mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan sebagai
upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif tersebut tidak diterima
moral.
g.
Acting out
Acting out merupakan usaha untuk membebaskan tegangan dari impuls yang tidak dapat
diterima yang mengekspresikannya secara simbolik dan tidak disadari.
h. Fantasi (fantasy)
Fantasi merupakan usaha
membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi.
C.4. Psikoneuroimunologi
Psikoneuroimunologi mempelajari hubungan antara faktor-faktor psikologis
dengan cara sistem endokrin, sistem kekebalan tubuh dan sistem saraf.
Stres mempunyai efek domino dalam sistem endokrin, yaitu sebuah sistem
tubuh yang berupa kelenjar yang memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut
hormon, langsung ke saluran darah. Sistem endokrin yang terdiri dari
kelenjar-kelenjar mendistribusikan hormon ke seluruh tubuh.
Beberapa kelenjar endokrin terlibat dalam menampilkan respon tubuh terhadap
stres. Pertama, hipotalamus merupakan struktur kecil di otak, melepas suatu
hormon yang menstimulasi kelenjar pituitari didekatnya untuk menghasilkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH).
ACTH selanjutnya menstimulasi kelenjar adrenal yang berlokasi di atas ginjal.
ACTH mempengaruhi lapisan terluar kelnjar adrenal yang disebut korteks adrenal, melepas sekelompok
steroid, misalnya corticol dan cortisone. Kortikol steroid ini
meruapakan hormon yang mempunyai sejumlah fungsi yang berbeda-beda dalam tubuh.
Hormon tersebut mendorong perlawanan terhadap stres, membantu perkembangan otot
dan menyebabkan hati melepaskan gula, yang merupakan tenaga dalam menghadapi
stresor yang mengancam. Hormon tersebut juga membantu tubuh mempertahankan diri
dari reaksi alergi dan peradangan (inflammation).
Cabang simpatis
dari susunan saraf otonom (ANS) menstimulasi lapisan dalam kelenjar adrenal (medulla adrenalis) untuk melepas zat
kimia yang disebut catecholamines eprinefrina
(adrenalin) dan nonepinefrina (nonadrenalin). Zat tersebut berfungsi sebagai
hormon setelah terlepas di dalam aliran darah. Nonepinefrina juga diproduksi di
sistem saraf dan berfungsi sebagai suatu neurotarnsmitter. Gabungan epinefrina
dan non epinefrina menggerakkan tubuh menghadapi stresor dengan meningkatkan
kerja jantung dan menstimulasi hati untuk melepaskan persediaan gula, menjadi
tenaga yang dapat digunakan untuk melindungi diri dalam situasi yang mengancam.
Hormon-hormon stres yang diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu
menyiapkan diri mengatasi stresor atau ancaman. Apabila stresor sudah terlewati
tubuh kembali ke keadaan normal. Selama stres yang kronis, tubuh terus menerus
memompa keluar hormon-hormon yang dapat menyebabkan kerusakan pada seluruh
tubuh, termasuk menekan kemampuan dari sistem kekebalan tubuh yang melindungi
diri dari berbagai infeksi dan penyakit (dalam Nevid, 2005, h.136-137).
Selye (dalam Nevid, 2005, h.139-140) menciptakan istilah sisndrom adaptasi
menyeluruh (general adaptation syndrom)
atau GAS untuk menjelaskan pola respon biologis umum terhadap stres yang
berlebihan dan berkepanjangan. Tubuh akan berekasi sama terhadap berbegai
stressor yang tidak menyenangkan, baik sumber stres berupa penyakit atau yang
lain. Model GAS menyatakan bahwa dalam keadaan stres, tubuh seperti jam dengan
sistem alarm yang tidak berhenti sampai tenaganya habis.
GAS terdiri dari
tiga tahap, yaitu (dalam Nevid,2005, h.139-140) :
a.
Tahap
Reaksi Waspada (alarm reaction)
Persepsi terhadap stresor
yang muncul secara tiba-tiba akan memicu munculnya reaksi waspada. Reaksi
tersebut menggerakkan tubuh untuk mempertahankan diri. Proses tersebut diawali
oleh otak dan diatur oleh sistem endokrin dan cabang simpatis dari sistem saraf
otonom. Reaksi waspada yang sensitif memberikan daya untuk bertahan hidup
b.
Tahap
Resistansi (resistance stage)
Tahap resistansi dicapai
apabila stresor bersifat persisten. Tahap resistansi juga disebut tahap
adaptasi pada GAS. Respon-respon endokrin dan sistem simpatis tetap pada
tingkat tinggi, tetapi tidak setinggi ketika tahap reaksi waspada. Tahap
resistansi, tubuh membentuk tenaga baru dan memperbaiki kerusakan.
c.
Tahap
Kelelahan (exhaustion stage)
Tahap kelelahan terjadi
apabila stresor dari tahap resistansi berlanjut atau tejadi stresor baru yang
memperburuk keadaan. Daya tahan terhadap stres antar individu berbeda, namun
semua individu pada akhirnya kelelahan atau kehabisan tenaga. Tahap kelelahan ditandai
dengan menurunnya aktivitas parasimpatis dan kemungkinan deteriorasi fisik. Akibat
dari tanda-tanda tersebut adalah detak jantung dan kecepatan nafas menurun.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Perspektif Fenomenologis
Hardiness
adalah salah satu karakteristik kepribadian yang menjadi penyebab terjadinya
perilaku. Kepribadian menurut Murray
adalah fungsi yang menata atau mengarahkan dalam diri individu. Tugas-tugasnya
meliputi mengintregasikan konflik-konflik dan rintangan-rintangan yang dihadapi
individu, memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu dan menyusun rencana-rencana
untuk mencapai tujuan-tujuan di masa mendatang. Kepribadian individu adalah
rangkaian peristiwa yang secara ideal mencakup seluruh rentang hidup sang
pribadi. (dalam Hall dan Lindzey, 1993, h.25).
Adler
berpendapat bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif,
sifat-sifat, minat-minat, dan nilai-nilai; setiap perbuatan yang dilakukan
orang membawa corak khas gaya hidupnya sendiri (dalam Hall dan Lindzey, 1993,
h.242 ).
Karakteristik
yang melekat dan menjadi ciri khas pada individu merupakan rangkaian peristiwa
yang menjadi pengalaman bagi individu tersebut. Faktor-faktor yang membentuk
suatu karakteristik kepribadian menjadi hal utama yang akan dikaji dan
diteliti. Adler menjelaskan bahwa terdapat proses-proses formatif dan konstruktif
yang tidak hanya berguna bagi kelangsungan hidup atau sebagai
pertahanan-pertahanan terhadap kecemasan, tetapi juga memiliki energi-energi,
tujuan-tujuan, dan pemenuhan-pemenuhannya sendiri. Individu perlu kreatif dan
imajinatif menyusun dan menciptakan agar dirinya tetap sehat secara psikologis
(dalam Hall dan Lindzey, 1993, h.30).
Proses
bertahan dalam menghadapi permasalahan menjadi fenomena dalam diri individu
yang menjalankannya. Proses tersebut dapat dilihat melalui pendalaman dalam
diri individu melalui pengalaman-pengalaman hidup dan fenomena-fenomena yang
terjadi pada individu tersebut, sehingga penelitian ini menggunakan penelitian
secara fenomenologis.
Penelitian
ini menggunakan penelitian fenomenologis dengan pendekatan analisis induktif. Peneliti
tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau
menolak dugaan-dugaan, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan
bagaimana situasi tersebut menampilkan diri. Peneliti juga menggunakan
perspektif dinamis, melihat perubahan sebagai hal yang wajar, sudah diduga
sebelumnya dan tidak dapat dihindari.
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phainomenon dari phainesthai atau phainomoi
atau phainein, yang artinya
menampakkan, memperlihatkan. Kata ini mempunyai arti sebagai obyek persepsi,
apa yang diamati, apa yang tampak pada kesadaran kita, pengalaman inderawi, apa
yang tampak pada panca indera kita dan peristiwa yang dapat diamati (Dagun,
1990, h.37)
Fenomenologi
mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomen
(Bertens, 1990, h.100).
Fenomenologi
merupakan uraian atau percakapan tentang fenomenon atau sesuatu yang sedang
menampakkan diri (Drijarkara, 1978, h.117).
Husserl
mengatakan bahwa dalam fenomenologi memperoleh langkah-langkah dalam menuju suatu
fenomena yang murni. Langkah-langkah tersebut meneliti ciri-ciri
fenomen-fenomen berdasarkan yang tersingkap melalui kesadaran tentang fenomenon
tersebut. Langkah-langkah dalam proses-proses kesadaran berawal dari pemahaman
subyek menuju pada kesadaran murni. Kesadaran murni adalah tingkat yang
tertinggi. Tingkat tertinggi tersebut dapat tercapai jika bebas dari pengalaman
serta gambaran hidup sehari-hari. Proses tersebut akan sampai pada batas dimana
gambaran dan pengalaman yang diajuhkan tersebut akan mengendap sarinya. Sari tersebut adalah gambaran hakiki atau
intuisi esensi (Dagun, 1990, h.42-43)
Fenomenologi
merupakan pandangan berpikir yang menekankan fokus kepada pengalaman-pengalaman
subyektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Husserl menyatakan bahwa
kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan dan dibentuk oleh sesuatu hal
lainnya daripada diri sendiri. Seseorang tidak ada kontrol diri terhadap
kesadaran terstruktur. Analisis fenomenologis berusaha mencari untuk
menguraikan ciri-ciri dunianya, seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan
dan apa yang tidak, dan dengan aturan apa obyek dan kejadian tersebut
berkaitan. Aturan-aturan tersebut bukanlah sebenarnya ciri-ciri yang berdiri
sendiri dari sesuatu dunia obyektif, tetapi dibentuk oleh kebermaknaan dan
nilai-nilai dalam kesadaran yang dialami sebagai hal yang berdiri sendiri
(Moeleong, 2004, h.16). Penelitian fenomenologi berusaha memahami arti
peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam
situasi-situasi tertentu. Penekanan fenomenologis adalah aspek subyektif dari
perilaku orang. Peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para
subyek yang diteliti sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang
dikembangkan di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
B. Fokus Penelitian
Penelitian
ini terarah pada perkembangan ketabahan dalam menghadapi masalah dan interaksi
dengan orang lain. Proses perkembangan tersebut selanjutnya dapat menggambarkan
peranan ketabahan pada proses kesembuhan yang dilakukan oleh subyek sebagai
pelaku stroke dan memberikan gambaran yang jelas mengenai karakter penderita
stroke yang tabah.
C. Subyek Penelitian
Kriteria subyek yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
1. Penderita stroke yang
masih sakit. Kriteria tersebut dimaksudkan agar
subyek dapat meneceritakan pengalamannya secara langsung kepada peneliti sebelum subjek sakit dan menjalani
hari-harinya saat sakit.
2. Penderita stroke yang
mempunyai pengalaman menderita stroke minimal dua tahun. Dimaksudkan agar lebih mengenal proses yang terjadi di diri subjek.
D. Metode Pengumpulan Data
Beberapa metode pengumpulan
data yang dipilih oleh peneliti adalah :
1. Wawancara
Menurut Banister dkk, wawancara adalah percapakan dan
tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara bertujuan
untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami
individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan
eksplorasi terhadap isu tersebut (dalam Poerwandari, 2001, h.75).
Wawancara
merupakan metode utama dalam pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti.
Jenis-jenis wawancara yang akan dipakai peneliti adalah :
a. Wawancara semi
terstruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang
pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan disusun
dengan rapi dan ketat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun sebelum
penelitian dan didasarkan atas masalah dalam rancangan penelitian. Keuntungan
wawancara jenis ini adalah jarang mengadakan pendalaman pertanyaan yang dapat
mengarahkan terwawancara agar sampai berdusta (Moeleong, 2005, h.190). Jika
dalam satu pernyataan subyek membutuhkan penggalian lebih dalam, peneliti akan
memberikan pertanyaan lain yang dapat mengarahkan subyek untuk memberikan
penjelasan yang diharapkan.
b. Wawancara terbuka
Wawancara terbuka dilakukan dengan subyek yang
akan diwawancarai mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui
maksud wawancara tersebut (Moeleong, 2005, h.189)
2. Observasi
Poerwandari menyatakan bahwa tujuan observasi adalah
mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari
perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut (h.71)
Observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai
metode pendukung dari wawancara yang dilakukan. Observasi dilakukan pada
hal-hal yang dianggap penting dalam penelitian, jadi hanya pada konteks
mendalami lebih jauh perilaku subyek dan pengaruhnya terhadap kajian utama
penelitian.
3. Materi Audio-visual
Materi audio visual yang dipakai adalah tape recorder
atau alat perekam suara yang lain. Materi ini berfungsi untuk membantu peneliti
dalam merekam semua hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan subyek,
karena terdapat keterbatasan peneliti dalam kemampuan mengingat dan tidak ada
satu data pun yang terlewat.
4. Catatan Lapangan
Catatan lapangan menurut Bogdan dan Biklen adalah
catatan tertulis tentang yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam
rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data. Catatan lapangan merupakan hasil catatan yang
diperoleh saat penelitian kemudian disusun kembali setelah penelitian tersebut
selesai. Proese tersebut dilakukan setiap kali selesai mengadakan wawancara dan
pengamatan, tidak boleh dilalaikan karena akan tercampur dengan informasi lain
dan ingatan yang sifatnya terbatas (Moeleong, 2005, h.208-209)
E. Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan yang penting dan dipelajari, dan memutuskan yang
dapat diceritakan kepada orang lain (dalam Moeleong, 2005, h.248). Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti
dalam menganalisis data adalah :
1.
Membuat dan mengatur data yang sudah dikumpulkan
Peneliti melakukan transkripsi atau pemindahan hasil wawancara dan
observasi yang masih berupa data lisan ke dalam bentuk tertulis. Transkrip
tersebut disertai nama subyek (jika bersedia), tempat wawancara, waktu
wawancara, situasi wawancara, dan bentuk wawancara
2.
Membaca dengan teliti data yang sudah diatur
Peneliti secara berulang dan mendetail membaca transkrip
3.
Deskripsi pengalaman peneliti di lapangan
Peneliti memberi gambaran kepada pembaca tentang
pengalaman dan observasi di lapangan
4.
Horisonalisasi
Peneliti membuang pernyataan-pernyataan yang tidak
relevan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan yang berulang (repetitif)
atau tumpang tindih (overlapping) dihindari.
5.
Unit-unit makna
Peneliti menentukan secara intuitif
kelompok-kelompok makna yang diperoleh dari pernyataan-pernyataan relevan. Kelompok
makna adalah pemecahan transkrip wawancara ke dalam topik atau sub-subtopik.
6.
Deskripsi tekstural yang disertai pernyataan
subyek yang orisil
Peneliti memasukkan pernyataan-pernyataan orisinil subyek ke dalam
unit-unit makna yang dibuat.
7.
Deskripsi struktural atau variasi imajinatif
Peneliti mengemukakan interpretasi pribadinya
mengenai ucapan orisinal subyek.
8.
Makna atau esensi pengalaman subyek
Peneliti menyatukan semua interpretasinya dan
mencari inti dari interpretasi tersebut.
F. Verifikasi Data
Untuk menetapkan keabsahan
data, diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeruksaan didasarkan
atas sejumlah kriteria tertentu, yaitu :
1.
Kredibilitas (validitas internal)
Kriteria ini berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian
rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai dan menunjukkan
tingkat kepercayan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti
pada kenyataan ganda yang sedang diteliti (Moeleong, 2005, h.324).
Poerwandari (h.102) menyatakan bahwa kredibilitas
penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai tujuan mengeksplorasi
masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola
interaksi yang kompleks. Proses tersebut menjamin bahwa subyek penelitian
diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat.
Kredibilitas tersebut dapat dicapai melalui:
a. Perpanjangan
Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan
dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam
waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar
penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti bertujuan berorientasi dengan
situasi dan memastikan agar konteks yang diteliti dapat dipahami. Perpanjangan
keikutsertaan juga menuntut peneliti agar terjun ke lokasi dan dalam waktu yang
cukup panjang untuk mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin
mengotori data dan untuk membangun kepercayaan para subyek terhadap peneliti
serta kepercayaan diri peneliti sendiri (Moeleong, 2005, h.327-329)
b. Ketekunan atau
keajegan pengamatan
Keajegan pengamatan adalah mencari secara
konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis
yang konstan, mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh serta mencari
yang dapat diperhitungkan dan tidak. Peneliti mengadakan pengamatan dengan
teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol
(Moeleong, 2005, h.329-330).
c. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang sudah
diperoleh untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut (Moeleong, 2005, h.330)
d. Pengecekan sejawat
Teknik ini dilakukan dengan cara
mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi
dengan rekan-rekan sejawat (Moeleong, 2005, h.332).
e. Analisis kasus
negatif
Teknik analisis kasus negatif dilakukan
dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan
kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan
pelindung (Moeleong, 2005, h.334).
f. Pengecekan anggota
Pengecekan anggota adalah pengecekan
dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data yang sangat penting
dalam pemeriksaan derajat kepercayaan yang meliputi data, kategori analitis,
penafsiran, dan kesimpulan. Para anggota yang terlibat dimanfaatkan untuk
memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi anggota sendiri terhadap data
yang telah diorganisasikan oleh peneliti (Moeleong, 2005, h.335)
2. Transferabilitas
(validitas eksternal)
Menurut
Guba, istilah transferabilitas dijelaskan sejauh mana suatu penelitian yang
dilakukan pada suatu kelompok tertentu dapat diaplikasikan pada kelompok lain.
Setting atau konteks hasil penelitian akan diterapkan atau ditransferkan harus
relevan atau memiliki banyak kesamaan dengan setting dimana penelitian
dilakukan (dalam Poerwandari, 2001, h. 104).
Peneliti
mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti
melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi (Moeleong, 2005,
h.325)
3. Dependabilitas
(reliabilitas)
Melalui
konstruk dependabilitas peneliti memperhitungkan perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi menyangkut fenomena yang diteliti, juga perubahan dalam desain sebagai
hasil dari pemahaman yang lebih mendalam tentang setting yang diteliti. Teknik
yang dapat dipakai dalam konstruk ini adalah pencatatan rinci fenomena yang
diteliti, termasuk interrelasi aspek-aspek yang berkaitan (Poerwandari, 2001,
h.105).
Sarantakos
(dalam Poerwandari, 2001, h.104) memberikan cara-cara untuk meningkatkan
dependabilitas dan hal-hal yang dianggap penting, yaitu :
a.
Koherensi
Metode yang
dipilih memang mencapai tujuan yang diinginkan
b.
Keterbukaan
Sejauhmana
peneliti membuka diri dengan memnfaatkan metode-metode yang berbeda untuk
mencapai tujuan
c.
Diskursus
Sejauh mana
dan seintensif apa peneliti mendiskusikan temuan dan analisisnya dengan orang
lain
4. Konfirmabilitas
(obyektifitas)
Sarantakos
menyatakan bahwa konfirmabilitas dapat diartikan sebagai sesuatu yang muncul
dari hubungan subyek-subyek yang berinteraksi sehingga konfirmabilitas dilihat
sebagai konsep intersubyektivitas terutama dalam kerangka pemindahan dari data
yang subyektif ke arah data obyektik. Konfrmabilitas juga dapat dikatakan
sebagai kesediaan peneliti mengungkapkan secara terbuka proses dan
elemen-elemen penelitiannya, sehingga memungkinkan pihak lain melakukan
penilaian. Konfirmabilitas jika dilihat dalam kerangka kesamaan pandangan atau
analisis terhadap obyek atau topik yang diteliti ditampilkan melalui sejauhmana
diperoleh kesetujuan di antara peneliti-peneliti mengenai aspek yang dibahas
(dalam Poerwandari, 2001, h.105)
BAB IV
ANALISIS DATA
A.
Deskripsi Kancah Penelitian
Penelitian Ketabahan pada Penderita Stroke merupakan
penelitian yang dilakukan pada penderita stroke yang sudah menjalani proses
penyembuhan dan telah mengalami
kesembuhan walau belum secara total. Kriteria tersebut diambil dengan
pertimbangan subyek dapat diajak berkomunikasi dengan baik dan dapat melihat
perkembangan ketabahan yang membawa pada kesembuhan.
Peneliti pada awalnya melakukan kajian awal mengenai
stroke untuk dapat memperoleh subyek yang tepat. Kajian dilakukan dengan membaca literatur tentang
stroke serta mengunjungi situs-situs stroke di internet. Penelusuran di
internet membawa pada rencana awal untuk mengajak kerjasama lembaga stroke atau
rumah sakit di Semarang dalam pencarian subjek. Rencana awal tidak terlaksana
karena pertimbangan prosedural dan administrasi yang dirasa cukup rumit.
Peneliti memutuskan melakukan pencarian subjek lewat personal atau menanyakan
kepada teman, kerabat atau kenalan yang mengetahui atau pernah berinteraksi
dengan penderita stroke. Peneliti juga menganggap bahwa perkenalan calon subjek
dengan peneliti melalui perantaraan orang-orang yang dikenal mampu membawa
suasana keakraban sehingga subjek lebih terbuka dalam menceritakan
pengalamannya.
A.1 Proses Penelusuran
Subjek
Peneliti mulai melakukan pencarian terhadap subjek
pada bulan Mei 2009. Peneliti tidak langsung mendapatkan subjek yang tepat, hanya beberapa rekomendasi
dari teman peneliti. Melalui
jalan yang berliku dan proses untuk memilah dan memilih subjek dan dilakukan
beberapa seleksi untuk mendapatkan subjek yang tepat untuk penelitian akhirnay
tepat pada hari minggu 12 Juli 2009 peneliti meminta kakak
peneliti untuk menghubungi keluarga subjek untuk mengatur waktu pertemuan di
rumah subjek. Kemudian proses pertemuan itu disepakati pada pukul 14.00
peneliti mulai datang ke lokasi dimana subjek tingal yaitu di jalan
sisingamangaraja di rumah dinas Bank Mandiri. Peneliti menunggu selama satu jam
karena subjek sedang tidur siang. Dengan kesungguhan hati dan semangat peneliti
tetap menunggu walu detik-detik terasa begitu lama sekali. Akhirnya peneliti
mampu bertemu dengan subjek dan kemudian subjek menyepakati untuk di wawancarai
dan akan dijadikan subjek penelitian. Pertemuan pertama peneliti dengan subjek berjalan lancar.
A.2 Pengalaman Peneliti dengan Subjek
a. Pengalaman peneliti
dengan subjek
1)
Gambaran kondisi subjek
Subjek
berjenis kelamin Permpuan. Berperawakan tinggi besar.Beliau mengenakan penutup kepala warna orange dan berkacamata tebal. Subjek
memakai kursi roda. Kulit subjek
berwarna putih. Subjek lahir di Semarang di daerah kuningan dan tinggal di Jakarta namun akhir tahun 2008
subjek kembali ke Semarang tinggal bersama anak-anaknya.
Subjek telah berkeluarga dan menjanda sejak
htahun 2005 karena sang suami yang dicintai meninggal dunia. Subjek memiliki tiga orang anak yaitu dua orang perempuan dan satu orang anak
laki-laki.Subjek beragama
Islam. Subjek berprofesi sebagai penjual makanan di yaik saat beliau masih sehat dan mulai menutup aktivitas
itu setelah subjek sakit.
Subjek mengenakan tutup kepala kopyah (kerudung berbentuk topi)
berwarna orange.mengenakan kursi roda. Pertama kali melihat, subjek terlihat bahagia sekali dan tersenyum seolah ia melihat
anak-anak nya saat bertemu peneliti.
2)
Interaksi peneliti dengan subjek selama penelitian
Pertama
kali bertemu dengan peneliti subjek menyambut kedatangan peneliti dengan wajah
ceria, meskipun sebelumnya subjek belum pernah bertemu dengan peneliti. Subjek
menanyakan lebih lanjut tujuan peneliti memilih subjek. Subjek terlihat ramah
ketika diwawancarai. Setiap pertanyaan yang diajukan peneliti dijawab dengan
sabar oleh subjek, meskipun terkadang jawaban yang tidak nyambung tapi dalam jawabannya banyak
harapan-harapan yang subjek bubuhkan . Subjek juga menyatakan kesiapannya jika peneliti akan melaksanakan interview.
Interview pertama terlaksana tanggal 12 Juli 2009 di tempat tinggal subjek.
Interaksi
peneliti dengan subjek walau
pertama kali bertemu seolah sangat akrab sekali subjek begitu familiar dan
sangat terbuka kepada subjek perihal apa yang dialami subjek.
Selama melakukan interview, subjek terlihat
sangat sedih karena seakan teringat
masa lalu juga terlihat banyak harapan yang subjek ucapkan untuk kesembuhannya.
A.3 Kendala yang Dihadapi
Peneliti di Lapangan
Kendala yang dihadapi peneliti di lapangan secara umum
tidak ada. Hanya beberapa
penyesuaian segi bahasa dari subjek dan juga dalam melakukan interview karna
subjek terkadang mengulang jawaban yang sama namun itu semua tidak menjadi
masalah bagi peneliti untuk menyesuaikan diri.
B. Horisonalisasi
Horisonalisasi
dilakukan dengan membuat pernyataan yang penting dan relevan dalam wawancara. Pernyataan-pernyataan
tersebut terkait dengan pengalaman subjek dan fenomena yang sedang diteliti. Peneliti
membuang pernyataan-pernyataan yang tidak relevan dengan fenomena yang
diteliti. Pernyataan yang berulang (repetitif) atau tumpang tindih (overlapping) dihindari.
Pernyataan-pernyataan yang relevan ditulis dalam huruf tebal dengan ditempatkan
pada kolom khusus yang terlampir
C. Unit Makna dan Deskripsi
Pernyataan-pernyataan yang telah dihorisonalisasi
kemudian dikelompokkan ke dalam unit-unit makna dengan kolom sendiri. Peneliti
menentukan secara intuitif kelompok-kelompok makna yang diperoleh dari
pernyataan-pernyataan relevan. Unit makna adalah pemecahan transkrip wawancara
ke dalam topik atau sub-subtopik. Deskripsi tekstural berarti peneliti
memasukkan pernyataan-pernyataan orisinil subjek ke dalam unit-unit makna yang
dibuat. Peneliti berusaha memahami makna yang diberikan subjek terhadap
pengalamannya sendiri. Sedangkan deskripsi struktural peneliti berusaha
memahami proses subjek dalam memaknai pengalamannya.
Tabel unit
makna
Unit Makna
|
Makna Psikologis
|
|||
Reaction
|
Cognitive
|
Negative
thingking
|
||
Obsesive
thinking
|
||||
Emotion
|
Pesimistic
|
|||
Helplesness
|
||||
Useless
|
||||
Sadness
|
||||
Shock
|
||||
|
|
|||
Characteristic
|
Control
|
Sense of
control
|
||
Self ideal
|
||||
Commitment
|
Dependent
|
|||
Significant
others
|
||||
Protector
factors
|
Self interest
|
|
||
Suggestable
|
||||
Acceptance
|
||||
Empathy
|
||||
Social support
|
Informational
support
|
|||
Emotional
support
|
||||
|
||||
Possitive
reinforcement
|
||||
Problem
focused coping
|
Direct action
|
|||
Seeking
information
|
||||
Turning to
others
|
||||
Emotion
focused coping
|
Resign
acceptance
|
|||
Emotional
discharge
|
||||
Turning to
religion
|
||||
Affective
regulation
|
||||
Coping result
|
Emotional
release
|
|||
Sick role
behavior
|
||||
Tabel 4.1: Tabel Unit Makna dan Makna Psikologis
Keseluruhan Subjek
Deskripsi tekstural dan struktural yang ditemukan
pada unit-unit makna adalah sebagau berikut :
1. Reaksi
Reaksi
dalam menghadapi stroke meninjau pada
aspek-aspek psikologis yang menyertainya yaitu kognisi (cognitive), emosi (emotion),
dan tingkah lakui (behavior)
a. Cognitive
Aspek
kognisi sebagai akibat stroke merupakan arah berpikir penderita mengenai
kondisi yang sedang dialami. Reaksi yang muncul pada cara berpikir mengenai
peristiwa atau kejadian meliputi berpikir hal-hal negatif (negative thinking) dan berpikir secara terus-menerus (obsessive thinking).
1) Negative thinking
Subjek sempat berpikir bahwa dirinya merasa apapun dilarang dan mencoba tidak
makan lagi sebagai wujud penyesalannya pada keadaaan yang diderita
Subjek :
a)
” Nggeh ketika niku nggeh sedih. Aku rak mangan wae, lha nopo, lha
mangan tapi ojo sing werno-werno sing dijogo nggeh (dengan suara tersedu) ”
2) Obsessive thinking
Subjek memikirkan peristiwa-peristiwa hidup yang
dialaminya.. Subjek
memikirkan berulang-ulang hingga pada akhirnya subjek merasa kelelahan dan
stres..
Subjek :
” ...Penakan
kulo Zaki Rahman niku, kulo pek, deweke nyambut damel teng Amerika trus mantuk. Mantuk niku sakit jantung turene neng
kulo mboten disanjangi trus sedo (subjek menangis), sih joko.”
b. Emotion
1) Pesimistic
Perasaan
bahwa stroke yang dialami tidak segera sembuh dan pasrah terhadap keadaan merupakaan
rasa pesimis yang muncul pada diri masing-masing subjek.
Subjek mengungkapkan bahwa pwnyakitnya telah menahun dan
merasa pesimistic pada penyakit strokenya
Subjek :
a)
” Alhamdulillah nek mantun nggeh neng dados
pundi nggeh wong mpun dangu, sakite anu mpun dangu niku. Umur pinten kulo
sakit nggeh, sak derenge kulo mantu anak kulo kaleh niku mpun sakit namung
mboten ngertos nak kulo gadah gulo, trus bapak ki anu ayo nang dokter. Trus
doktere sanjang ”kok sudah kasep, kok baru dateng kesini ibu, gulanya udah 450”
2) Helplesness
Perasaan
tidak berdaya dan tidak berguna yang dialami oleh subjek dan membutuhkan
pertolongan dari orang lain. Perasaan tersebut muncul sebagai akibat penyakit stroke yang diperolehnya
secara mendadak.
Subjek :
” ...Nak
ajeng siram yo ndadak dijunjung neng kamar mandi. Ajeng minggah teng anu kasur
nggeh dijunjung. Ngeten niki minggah mpun saged njur dawah”
3) Useless
Individu
merasa tidak bermanfaat dengan kondisi yang dialaminya. Individu merasakan bahwa dirinya tidak dapat
menjalankan peran yang seharusnya memperlihatkan keberadaan diri di
tengah-tengah keluarga dan masyarakat.
Ketidakbergunaan dan peran
sebagai suami yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik adalah perasaan yang
juga dialami oleh subjek. Perasaan tersebut diikuti dengan perasaan kasihan
terhadap anak yang selalu direpotkan ketika subjek
mengalami stroke.
Subjek :
”... Nggeh
kadang-kadang ngoten. Kulo ki kok aku sih dikasih urip...(subjek
menangis). Kulo sok didukani anak kulo, ”uwis ojo ngono” ...”
4) Sadness
Perasaan
sedih diungkapkan oleh subjek. Ungkapan rasa sedih subjek disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan yang dialami berturut-turut oleh subjek.
Subjek:
” ...Naliko sedih niku
bapak sanjang ”ojo rak mangan, kudu mangan, mengko luwih lho, lemes awakmu, yo
wes sak karepmu wes mangan opooo”. Ngeneki
nangis terus. (dengan suara tersedu)....”
5) Shock
Shock merupakan suatu kondisi depresi yang mendadak karena peristiwa yang
mempengaruhi emosi yang sangat kuat.
Subjek :
” ... Penakan kulo Zaki Rahman niku, kulo pek, deweke nyambut damel teng Amerika
trus mantuk. Mantuk niku sakit jantung
turene neng kulo mboten disanjangi...trus sedo..(subjek menangis), sih joko”
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa reaksi akibat penyakit stroke yang dialami meliputi kognisi
(yang terdiri dari pola pikir ke arah positif, berpikir positif, berpikir
secara terus-menerus), emosi (putus asa, terjadi dua motif yang berlawanan pada
diri subjek, perasaan tidak berguna, perasaan tidak memberikan kemanfaatan,
kecemasan, kesedihan, Reaksi-reaksi tersebut dapat terjadi
secara tumpang tindih dan muncul lebih dari satu dalam setiap individu
tergantung dari kekompleksan dari situasi yang harus dihadapi individu tersebut
dan karakteristik dari setiap individu yang mengalami.
Situasi-situasi yang menjadi pemicu terjadinya
reaksi-reaksi tersebut berbeda untuk masing-masing individu.
2.
Characteristic
Karakteristik
merupakan sifat-sifat yang membentuk individu menjadi hardiness. Karakteristik hardiness
terdiri dari control
(pengendalian), commitment (komitmen)
dan challenge.(tantangan).
a. Control
Control atau pengendalian adalah keyakinan individu dalam mengatasi stresful.
Individu mempunyai keyakinan bahwa dirinyalah yang menentukan setiap keputusan dalam hidupnya.
1) Sense of control
Sense of control mengacu pada pada pengendalian individu baik
secara kognitif maupun tingkah laku sehingga dapat mengurangi dampak situasi
stresful. Pengendalian
tersebut dapat mengurangi tegangan dengan antisipasi sebelum mengalami situasi
stresful dan selama mengalami situasi stressful.
Subjek mencoba untuk
menurunkan ketegangan dalam dirinya secara kognitif dengan berprinsip bahwa
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan adalah kehendak Tuhan yang tiap manusia harus
ikhlas menerima suratn yang telah ditentukannya.
Subjek
“Lah kados pundi lha mpun diparingi Gusti allah ngeten niki,
ikhlaslah, nggeh insyaAllah (dengan suara tersedu)”
b. Commitment
Commitment merupakan keterlibatan tinggi dalam setiap
kondisi yang diperoleh. Individu tidak mencoba untuk menjauhkan diri dari
peristiwa-peristiwa hidup yang dianggap tidak menyenangkan. Individu sudah
mempunyai tujuan yang jelas dalam hidupnya dan berjanji untuk mencapai tujuan
tersebut.
1) Dependent
Dependent atau ketergantungan merupakan upaya individu
untuk dapat memperoleh need atau
motif rasa aman, perhatian dalam menjalani kehidupannya. Kehadiran orang lain dalam diri subjek sangat diperlukan subjek sebagai
sarana dukungan untuknya Hal ini terjadi saat subjek dirumah sendirian
ketergantungan pada anak untuk menemani hari-harinya
Subjek:
” Wektu kulo ditinggal anak kulo
ingkang jakarta tapi wonten sing nunggu
anak kulo sing jaler. Niku
alhamdulillah ajeng nopo-nopo niku sae.... Kulo siyam nggeh poso tapi katah utange
Anak kulo sanjang ”uwes, rak usah, mengko tak bayare” (subjek
menangis)”
2)
Significant others
Significant others adalah pribadi-pribadi dalam lingkungan dekat
yang memberikan pengaruh psikologis pada individu
Orang yang dianggap memberikan pengaruh psikologis yang cukup signifikan
adalah almarhum suami dan anak
laki-laki subjek. Anak dan
Almarhum suaminya selalu mendukung dan mengingatkan subjek untuk selalu
menjaga kondisi kesehatannya. Selain
itu pula perhatian dari menantunya yang selalu menuruti kemauan subjek
diasumsikan sebagai kesetiaan yang diperoleh dari sang menentu
Subjek :
a) ”... bapak sanjang ”ojo rak mangan, kudu
mangan, mengko luwih lho, lemes awakmu, yo wes sak karepmu wes mangan opooo”.
Ngeneki nangis terus. (dengan suara tersedu)”
b) ”
Alhamdulillah...nopo meneh mantu kulo niki anu teng bank mandiri niku tiap hari
niku setia kalih kulo”
c) ” ...Nggeh sedoyo niku sayang tapi sing sayaang banget niku anak kulo jaler, jaler
niku...”
3.
Protector Factors
a. Self interest
Self interest atau kepentingan untuk dirinya sendiri
merupakan upaya individu untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Aktivitas subjek yang menurun menyebabkan subjek mencari aktivitas lain
yang bermanfaat. Subjek akhirnya lebih sering beribadah untuk mendekatkan dirinya pada Tuhannya.
Subjek:
“...kadang-kadang
radi jam 7 jam 8, trus kulo tangi ngaji,
sembahyang. Sembahyang mboten sembahyang subuh..sembahyang dhuha. Nek kulo
tesih saged ngaji, nak ngaji sekedik-sekedik, neng iki kudu nangis (subjek
menangis). Ya Allah.”
b. Suggestable
Individu
yang suggestable atau dapat
dipengaruhi oleh orang-orang sekitar biasanya karena mempunyai suatu keinginan
yang kuat. Individu tersebut bisa saja melakukan langkah apapun untuk mencapai
keinginan tersebut.
Keinginan subjek adalah memperoleh kesembuhan sehingga ketika
mendapatkan rekomendasi dalam penyembuhan, subjek
menerima dan melakukan semua.
Subjek:
“badan kulo sakit sedoyo. Trus kulo blonjo neng
pletek niku trus do nyanjangi kowe loro to? Moro’o neng kene-kene iki iki mengko kan kowe ngerti lorone..... Pertama nggeh teng dukun, nggeh dukun pijet nggeh. Trus anu teng dokter.
Dokter niku lho namine dokter Bowo”
c. Acceptance
Acceptance atau menerima kondisi saat itu ditunjukkan oleh
subjek melalui pernyataannya yang
menikmati makanan sederhana yang dimakan asal tidak menjadi pantangan bagi dirinya.
Subjek :
a) ” Kulo niku sak werni-wernine asal saged
dimaem, kulo maem tapi nggeh sekedik. Niki wou kulo maem tales,
niku mung direbus...”
d. Empathy
Empathy merupakan sikap individu yang ikut merasakan permasalahan atau penderitaan
yang dialami orang lain. Individu tersebut merasa terpanggil untuk membantu
orang lain yang sedang mengalami masalah.
Subjek :
” Nggeh
Ipe kulo teng Jakarta susah, lebih muda, umure pinten 50 yae. Bola-bali sambat pe aku durung maem njaluk
maeeem tapi tak sms nopo tak telfoni..niku
Ya AllahYa Allah”
e. Social support
Social support atau dukungan sosial yang dapat mempengaruhi
individu dalam mengatasi situasi stresful, yang dialami subjek antara lain : informational
support (dukungan informasi), emotional
support (dukungan secara emosi), instrumental
support (dukungan secara material) dan appreciation
(penghargaan)
1) Informational support
Informational support atau dukungan informasi berupa pemberian penjelasan, saran dan pengarahan
cara bertingkah laku. Subjek 1 mendapatkan informasi dari orang lain tentang informasi tempat penyembuhan.
Subjek :
” ...niku trus do nyanjangi kowe loro to? Moro’o neng
kene-kene iki iki mengko kan kowe ngerti lorone. Lha terus dijak kaleh bapak
trus tiba-tiba gendise mpun 450.”
“Di
te..terapi nggeh. Ingkang riyen niku kulo nggeh sakit niku sakit nopo nek teng jawi diobati gendis niku. Lha
nggeh gendis kalih klopo, nggeh,dokter nggeh”
2) Emotional support
Emotional support atau dukungan secara emosi berupa perhatian,
simpati dan ikut merasakan. Dukungan emosional yang diterima subjek adalah dukungan almarhum suami yang selalu mengingatkan subjek agar memperhatikan
kondisi kesehatannya dan
anaknya yang selalu memperhatikan pola makannya.serta ingin merawatnya dengan
baik
Subjek :
a) ” ...anak
kulo niki sing enten mriki wonten Jakarta.
Anake niku sanjang ”Ayo melu aku wae...”
b) ” Nggeh
kadang-kadang ngoten. Kulo ki kok aku sih dikasih urip...(subjek menangis).
Kulo sok didukani anak kulo, ”uwis ojo
ngono”...”
c) ” Mboten..mboten
nganti wulanan. Naliko sedih niku bapak
sanjang ”ojo rak mangan, kudu mangan, mengko luwih lho, lemes awakmu, yo wes
sak karepmu wes mangan opooo”. Ngeneki nangis terus. (dengan suara tersedu).
Ngantos sak meniko alhamdulillah kulo
maem terus. Kadang-kadang kepingin nopo jeruk nopo niku sing botolan niku lho.
Lha kulo ngoten. Aku entuk mangan iki
Fik? Entuk manganno. lha trus tukokno ngono ngonten.
Nek gendise mending iki, ditumbaske
gendis piyambak. Nanging mboten pernah ngangge.”
d) ”
Mengkeh nek ketingal kulo lemoh ”umi ojo
mangan terus umii” Iyo..aku..Poso sithik poso ngono sok poso nanging posone
mboten poso siyam pendhak siyam niku”
f. Possitive reinforcement
Positive reinforcement atau penguatan positif yang diterima individu
biasanya dalam hal yang menyenangkan individu tersebut.
Subjek
seneng sekali karena anaknya dapat menemani ketika selesai kerja.
Subjek :
” ...Niki mbak.Hanim rencono “mi..aku nak ba’do aku ra neng nggone morotuoku,
aku neng kene wae”. Yo amiin.”
Berdasarkan uraian di atas yang merupakan
faktor pendukung (protector factor)
ketabahan dari subjek adalah minat diri (self interest), mudah dipengaruhi, sikap menerima, empati,
dukungan sosial, penguatan positif. Dukungan sosial sendiri terdiri dari
dukungan informasi, dukungan emosional dan dukungan instrumental.
Faktor
pendukung tersebut dapat memperkuat individu untuk menghadapi situasi yang
penuh tekanan. Masing-masing faktor memberikan masukan tersendiri bagi individu
dan saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut berbanding lurus dengan tingkat
ketabahan yang dialami oleh inidvidu. Kemunculan faktor-faktor tersebut
memberikan pengaruh positif pada perkembangan ketabahan di individu.
4. Problem focused coping
Problem focused coping atau coping yang berfokus pada masalah individu
menilai stresor yang dihadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau
memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stresor tersebut.
a. Direct action
Direct action atau tindakan langsung melakukan sesuatu secara
khusus dan langsung untuk melakukan kesepakatan dengan stresor yang muncul.
Kedua subjek melakukan tindakan langsung dengan melakukan perawatan di rumah
sakit.
Subjek langsung dibawa ke
rumah sakit meskipun tindakan tersebut merupakan anjuran suaminya.
Subjek :
a) ” Sakite?
Lha niku wou..waktu..habis mantu niku kulo, niku nak ngaturi bapak, abi,
Bi..awakku koyok ngene, perikso dokter wae, neng kulo mboten purun.
Tiyang-tiyang niku ”perikso’o..mengko gulane lho.... Trus kulo dijak perikso niku teng dokter
Bong . Gulane 450”
5. Emotion focused coping
Emotion focused coping atau coping yang berfokus pada emosi individu
berusaha segera mengurangi dampak stresor dengan menyangkal adanya stresor atau
menarik diri dari situasi.
a. Resign acceptance
Resign acceptance adalah menerima situasi stresful yang dihadapi
karena keadaan stresor yang tidak dapat diubah. Subjek 1 menyerahkan kondisinya
saat itu pada Tuhan, diberi kesembuhan tetapi tidak cepat atau meninggal.
Subjek:
” Lah
kados pundi lha mpun diparingi Gusti allah ngeten niki, ikhlaslah, nggeh
Nggeh
insyaAllah [jika ALLAh menghendaki]”
b. Emotional discharge
Emotional discharge merupakan upaya individu untuk melepaskan diri
dari tekanan dengan mengekspresikan emosi yang tidak menyenangkan melalui
tindakan tertentu atau tindakan langsung.subjek mulai menghabjskan waktunya untuk mengaji yang dirasa mampu
menggantia aktifitasnya yang kosong
Subjek :
”...niki
mulai kulo mulai ngaji meleh. Mboten
saged sedoyo..sak kebet-sak kebet. Alif Lam Mim sampe niki mpun telas.
Alhamdulillah.”
c. Turning to religion
Turning to religion merupakan upaya individu untuk mendekatkan dirinya
dengan Tuhan. Subjek menenangkan dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas
yang mendekatkan dirinya dengan Tuhan.
Subjek :
“Mpun sak
jam-jamme. Kulo mboten tentu kulo kadang-kadang nggeh enjang, kadang-kadang
radi jam 7 jam 8, trus kulo tangi ngaji, sembahyang. Sembahyang mboten
sembahyang subuh..sembahyang dhuha. Nek
kulo tesih saged ngaji, nak ngaji sekedik-sekedik, neng iki kudu nangis
(subjek menangis). Ya Allah.”
d. Affective regulation
Affective regulation merupakan upaya individu untuk mempertahankan
keseimbangan sikapnya dengan mencoba bersikap menyerah, melupakan kesulitan
dengan melihat segi-segi yang dapat menghibur diri. Individu mengalihkan
perhatian dengan menyibukkan diri dengan aktivitas lain.
Subjek:
”
ijabahi nggeh, amiin mudah-mudahan.
Neng kulo sih sholat terus, sholate tapi lenggah. Nggeh ngaji saged ngaji.”
Uraian di atas memberikan gambaran
mengenai penggunaan strategi coping yang berfokus pada emosi yang dilakukan
oleh subjek. Strategi yang digunakan adalah tindakan menyerah, mendefinisikan
kembali secara kognitif, resign acceptance, emotional discharge, turning
to religion dan affective regulation.
6. Coping result
Coping result atau hasil dari penanggulan stres merupakan efek
dari upaya-upaya yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi kondisi
strokenya. Subjek melakukan
rutinitas konsumsi obat-obatan sebgai upaya mengatasi penyakitnya. Ketika
ditanya peneliti tentang rutinitas pemakaian obat untuk kesembuhannya subjek
mengatakan masih.
Subjek :
“ Nggeh taksih “
a.
Melanjutkan
Upaya Kesembuhan
Subjek tetap melanjutkan upaya perilaku
peran sakit. Subjek tetap mengkonsumsi
obat yang dapat menjaga kondisi kesehatannya. Subjek dan juga melakukan kontrol serta usaha pengobatan.
Ketabahan yang ada dalam individu akan
memberikan pengaruh pada :
- Berhasilnya individu dalam menentukan
strategi penanggulangan yang tepat
- Individu dapat menerima segala macam kondisi
dirinya
- Individu dapat menyesuaikan diri dengan
situasi atau kondisi yang baru dalam hidupnya dengan tetap melakukan
perilaku peran sakit
- Memotivasi individu untuk berusaha keras
dalam mengarah ke kesembuhan
D.
Pemetaan Konsep
Tabel 4.2 : Peta Konsep Keterhubungan antar Unit Makna
Peta konsep tersebut menggambarkan proses ketabahan yang
dijalankan oleh individu penderita stroke. Peta konsep diawali dari stroke yang
menyerang individu yang belum pernah merasakan stroke sama sekali. Beberapa
persepsi tentang stroke melahirkan gejala-gejala yang menyebabkan munculnya
stres. Persepsi terhadap stroke terlihat berbeda dari masing-masing subjek..
Pengetahuan tentang stroke menyebabkan kesiapan dalam menghadapi risiko yang
akan terjadi. Keadaan yang berbeda juga akan terlihat ketika masing-masing
subjek mengembangkan ketabahan dalam dirinya. Risiko stroke yang terjadi adalah
perubahan fisik dan perubahan aktivitas. Individu yang mengalami perubahan
dalam dirinya cenderung akan mengalami ketegangan sehingga menimbulkan
gejala-gejala yang menyertainya.
Subjek memunculkan gejala stress secara kognisi dengan
beranggapan semuanya harus
dibatasi dan menyebabkan subjek enggan untuk makan. Harapan dan keyakinan bahwa subjek dapat melalui
tekanan tersebut mejadikan subjek melakukan berbagai cara agar mengarah pada
perubahan yang lebih baik. Pengaruh dari seseorang yang mempunyai peran penting
bagi subjek menjadikan subjek bangkit dengan pengalaman yang cukup mempengaruhi
kehidupannya. Subjek mempunyai keyakinan bahwa dirinya dapat menjalani
kehidupannya. Ketabahan yang diperkuat dengan adanya faktor pendukung yaitu
minat diri, mudah dipengaruhi, dukungan sosial, penguatan positif dan tekanan
dari luar mendorong individu untuk lebih berusaha dalam mengatasi setiap
permasalahan hidup dan mampu melakukan aktivitas yang hendak dicapai yaitu
ibadah haji. Subjek lebih menggunakan strategi coping yang berfokus pada emosi
dalam mengatasi permasalahan hidupnya, bahkan tidak sama sekali memakai
strategi coping yang berfokus pada masalahn
Ketabahan mendukung individu dalam mengatasi situasi yang
penuh terkanan mempunyai karakteristik yaitu pengendalian, komitmen. Aspek
pengendalian mempunyai pengendalian terhadap situasi tersebut maupun hilangnya
pengendalian tersebut dan adanya kontrol terhadap diri dalam memutuskan
sesuatu, menyakinkan individu bahwa individu mampu mengendalikan setiap tahapan
hidup. Aspek komitmen berisi harapan-harapan individu, keyakinan diri untuk
dapat melakukan sesuatu, percaya, sifat tergantung, pengaruh seseorang yang
mempunyai peranan penting bagi individu dan tujuan utama individu dalam hidup
menurunkan gejala stres yang bersifat negatif. Aspek tantangan mengandung
pengalaman afektif yang pernah dialami subjek, keberanian menanggung risiko dan
aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu mendorong individu tersebut untuk
dapat menjalankan hidup selanjutnya tanpa harus memikirkan
permasalahan-permasalahan terlalu lama.
Ketabahan tersebut menempatkan individu mencari jalan
keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi. Penanggulangan tegangan yang
tepat ditentukan agar subjek dapat menyesuaikan dirinya dengan kondisi stroke
tersebut. Individu yang dapat menyesuaikan diri mampu membawa dirinya pada
ketenangan. Ketenangan dapat menurunnya ketegangan. Akhirnya subjek mampu
menguasai dirinya dan berupaya untuk dapat sembuh.
Ketabahan tetap harus didukung oleh minat diri, mudah
dipengaruhi, sikap menerima, empati. Dukungan sosial, penguatan positif dan
tekanan dari luar terhadap subjek menjadi kesatuan yang utuh dan saling
mempengaruhi dengan ketabahan.
Keseharian dari subjek yang tetap bersyukur dan
menyerahkan pada Tuhan atas sakit yang dialaminya, penerimaan yang begitu baik
pada diri subjek membuatnya semakin matang dalam ketabahan yang terjadi dalam
dirinya. Individu lebih memilih coping stres yang berfokus pada
emosi yang pada akhirnya membawa individu pada proses penyesuaian dan konsisten
dengan kesembuhannya.
E.
Esensi atau Makna Terdalam
Ketabahan
yang terjadi pada individu stroke merupakan upaya penurunan tegangan yang
terjadi akibat pengetahuan terhadap risiko-risiko stres itu sendiri. Ketabahan
menjadi faktor yang dapat mengendalikan situasi, memberikan harapan dan
keberanian dalam melakukan upaya-upaya yang lebih berisiko. Penurunan tegangan
atau lebih tepat menurunkan gejala stres memabawa pada penentuan coping stres
yang tepat, berfokus pada masalah atau berfokus pada emosi. Masing-masing
coping akan mengantarkan individu pada proses penyesuaian diri jika coping
tersebut sesuai. Penyesuaian mengantarkan pada tetap berlangsungnya upaya untuk
sembuh.
Ketabahan
tetap harus diiringi faktor-faktor psikologis yang terdapat dalam masing-masing
individu, terutama protector factor
(faktor penguat) Pengaruh risk factor
(faktor pelemah) tetap mengiringi perjalanan hidup
individu, namun faktor tersebut diusahakan dapat diminimalisir agar faktor
penguat yang lebih mempengaruhi sehingga perkembangan ketabahan dapat berjalan
baik. Individu yang tabah harus dapat merangkai keseluruhan aspek baik dari
dalam maupun dari luar dirinya.
F.
Verifikasi Data
1. Kredibilitas (Validitas Internal)
g. Perpanjangan
Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti
sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya
dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan
pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti bertujuan
berorientasi dengan situasi dan memastikan agar konteks yang diteliti dapat
dipahami. Peneliti berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan subjek dan keluarga subjek. Sebelum wawancara berlangsung peneliti
mencoba untuk membuka suasana dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ringan
yang dapat diterima subjek. Setelah wawancara peneliti mencoba menutup
pembicaraan tanpa membuat merasa akan dibutuhkan kembali. Peneliti juga mencoba
agar subjek terbuka dengan menanyakan keunikan yang dimiliki subjek yang tampak
ketika wawancara berlangsung.
h. Ketekunan atau
keajegan pengamatan
Keajegan pengamatan
adalah mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan
dengan proses analisis yang konstan, mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh
serta mencari yang dapat diperhitungkan dan tidak. Peneliti mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap
faktor-faktor yang menonjol. Setelah melakukan wawancara peneliti mengecek
hasil wawancara dan kemudian mencari sisi-sisi yang menonjol dari subjek yang
kemudian akan diajukan pada wawancara selanjutnya.
i.
Triangulasi
Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data yang sudah diperoleh untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut. Triangulasi dilakukan peneliti lewat kajian literatur
dengan membaca literatur buku yang terkait. Triangulasi juga dilakukan lewat
triangulasi metodologis, yaitu :
1. Wawancara
Data yang diperoleh dari subjek berasal dari
wawancara yang dilakukan beberapa kali dengan subjek. Wawancara dilakukan untuk
menggali pengalaman hidup subjek terutama pengalaman ketika stroke. Hasil
wawancara kemudian dibuat dalam bentuk transkrip untuk selanjutnya dianalisa.
2. Observasi
Observasi dilakukan selama peneliti melakukan
wawancara dengan subjek. Peneliti juga memperhatikan interaksi subjek dengan
orang lain ketika subjek melakukan wawancara, misalnya ketika wawancar
berlangsung tiba-tiba ada orang lain yang datang dan mengajak subjek
berkomunikasi.
3. Sarana audio visual
Peneliti selalu menyiapkan alat perekam untuk
merekam wawancara yang berlangsung. Alat perekam bertujuan untuk menunjukkan
bukti bahwa peneliti benar-benar melakukan wawancara. Alat tersebut juga
menjadi hasil wawancara yang terpercaya karena tidak ada hal-hal yang
dihilangkan.
j.
Pengecekan sejawat
Teknik ini dilakukan
dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam
bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat satu fakultas dengan peneliti.
Peneliti melakukan diskusi dengan rekan dan pembimbing.
k. Pengecekan anggota
Setiap wawancara
peneliti mempertanyakan kembali pernyataan dan jawaban subjek secara garis
besar. Usaha tersebut dilakukan untuk mengecek kebenaran kesimpulan dari
peneliti tentang pernyataan subjek.
2.
Transferabilitas (Validitas
Eksternal)
Peneliti
mencatat hal-hal yang penting serinci mungkin mencakup pengamatan yang
dilakukan terhadap subjek. Peneliti
juga menentukan karakteristik subjek dengan deskripsi yang jelas yang kemudian
dapat digeneralisir untuk kasus dengan karakteristik yang sama dengan subjek
3.
Dependabilitas (Reliabilitas)
Peneliti
melakukan audit eksternal, yaitu pemeriksaan oleh ahli atau pembimbing yang
membantu peneliti dalam melakukan tafsiran hasil penelitian
4.
Konfirmabilitas (Objektivitas)
Konsep
intersubyektivitas dilakukan melalui hubungan antar subjek yang diketahui
melaui interaksi yang dilakukan, hasil penelitian, hasil analisis data dan
proses perjalanan penelitian yang dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Alloy, LB, Jacobson, NS, Azocella, J. 1999. Abnormal Psychology. Boston: Me Graw
Hill Companies.
Atkinson, RL.1999,Pengantar Psikologi jilid 2.Jakarta :Erlangga
Dagun, SM, 1990. Filsafat Eksistensialisme. Jakarta:Rieka Cipta.
Fabella, AT, !993, Anda Sanggup MengatasiStress.
Jakarta : Indonesia Publishing Hause.
Fauziah, F, Widury, J. 2005.Psikologi Abnormal klinis Dewasa. Jakarta: UI Press.
Ford, M, Gilboe, Cohen, JA. 2000. Handbook of
Stress, Coping and Health Implication for Nursing Research, Theory and
Practice, chapter 17=Hardiness A model of Commitment, Challenge and Control,
California: Sage Publication.Frankl,V,E. 2004. Man’s Search for Meaning.
Terjemahan. Bandung : Nuansa.
Frankl, V, E. 2003. Logoterapi. Yogyakarta: kreasi
Wacana Yogyakarta.
Frankl, V,E. 2004. Man’sSearch for Meaning.
Terjemahan. Bandung:Nuansa.
H,D, Bastaman. 2007. Logoterapai. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Moeleong,L,J, 2005, Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Morris, CG. 1988. Psychology An Introduction sixth
edition. New Jersey : Prentice Hall.
Poewandari, K. 2001.Pendekatan
Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3UI
Lampiran 1
Transkrip Wawancara dengan
Subjek
Nama : Ibu Aliyah
Tanggal Wawancara : 13 Juli 2009
Waktu Wawancara : Pukul 14.00-15.00
Tempat Wawancara : Rumah Subjek
|
P :
|
Umure sakniki mpun pinten?
|
S :
|
78
|
P :
|
Ibu gerahipun wau katah nggeh?
|
S :
|
Rematik wonten, gula wonten, kencing manis, eh kencing
manis gula nggeh, darah tinggi wonten.
|
P :
|
nuwun sewu bu, niki ajeng kulo rekam mboten nopo-nopo
nggeh?
|
S :
|
Nggeh
|
P :
|
Ibu gerahipun niku umur pinten nggeh?
|
S :
|
Gulane nggeh umur pinten nggeh? Nggeh sak derange mantu.
Mantu ki wes pirang tahun? Wes lali
|
P :
|
Nopo sampun dangu?
|
S :
|
Sampun dangu,
gulane mpun dangu. Nak rematike nembe mawon, nembe pinten tahun ngeten, nek
gulane dangu.
Woune niku anu
dipun prikso kalih dokter sinten Profesor sinten..lali aku. Emm.. pundi to,
|
P :
|
Semarang mriki?
|
S :
|
Nggeh Semarang
mriki
|
P :
|
Elisabeth?
|
S :
|
Mboten, niku
lho teng kampung pundi
|
P :
|
Karyadi?
|
S :
|
Mboten,
kampung...kampung, meniko enten kampung, mboten ngertos
|
P :
|
Sak niki
kondisinipun pripun bu?
|
S :
|
Nggeh nak wou
ndalu niku, dalu mboten tileme mboten anu woune anake kulo nembe teng jakarta
dereng mantuk lha kulo niku kepikiraaan. kulo nak ngomong ngono ki kudu
nangis (dengan suara tersedu)
|
P :
|
Putranipun
pinten Bu?
|
S :
|
Nak putrane
namung tigo tapi me.. tigo (dengan suara tersedu)
|
P :
|
Sak
niki teng ndalem kaleh sinten?
|
S :
|
Anake
kulo sing kaleh jaler kaleh estri tapi kesah sedoyo
|
P :
|
Ibu anu
nggeh, Bapak pun sedo nggeh?
|
S :
|
Nggeh mpun sedo
|
P :
|
Bapak rumiyen
waktu taksih suwargi, ibu taksih sehat nopo sampun ngeten?
|
S :
|
Nggeh sampun
mboten saged mlampah, tapi mlampahe anu, niki nyuwun sewu nggeh, niki alit,
sing niki alit
|
P :
|
Sak niki ibu
pripun?
|
S :
|
Keluhan-keluhan?
|
P :
|
Nggeh
|
S :
|
Keluhane nggeh
sakit sedoyo tulange, tulange sakit sedoyo. Nak ajeng siram yo ndadak
dijunjung neng kamar mandi. Ajeng minggah teng anu kasur nggeh dijunjung.
Ngeten niki minggah mpun saged njur dawah
|
P :
|
Keluarga nggeh
sederek ngeten sak niki ibu strok sak niki pripun?
|
S :
|
Maksute
|
P :
|
Keluarga sak
niki pripun kaleh ibu?
|
Org lain
|
nak obate nggeh
terus
|
P :
|
Obat jalan
nggeh
|
S :
|
Nggeh, ini
saben hari tiga
|
|
Ibu mpun menawi
ngeten sak niki dalam keadaan strok, meniko ibu pengen wantun meleh
|
S :
|
Alhamdulillah
nek mantun nggeh neng dados pundi nggeh wong mpun dangu, sakite anu mpun
dangu niku. Umur pinten kulo sakit nggeh, sak derenge kulo mantu anak kulo
kaleh niku mpun sakit namung mboten ngertos nak kulo gadah gulo, trus bapak
ki anu ayo nang dokter. Trus doktere sanjang ”kok sudah kasep, kok baru
dateng kesini ibu, gulanya udah 450”
|
P :
|
Ibu ikhlas bu
sakit ngeten?
|
S :
|
Lah kados pundi
lha mpun diparingi Gusti allah ngeten niki, ikhlaslah, nggeh insyaAllah
(dengan suara tersedu)
|
P :
|
Sakderenge
strok saged mlampah trus waktu strok niku nopo mawon ingkang ibu rasake?
|
S :
|
Pertama? Darah
tinggi, nggeh trus tiba-tiba kulo niku dibeto teng dokter kaleh bapak trus
diperikso kok gulone sampun 400. namun alhamdulillah kulo mpun mantu anak
kulo seng estri kaleh, mpun ewang-ewang sedoyo. Neng setunggale dereng niki
sing jaler
|
P :
|
Taksih kuliah
nggeh sing jaler?
|
S :
|
Mboten, nggeh
nganggur, mbantu kulo, mbantu ibu ngeten niki. Ning alhamdulillah kulo gadah
anak saged nopo mbiayai, mangkeh niki obat-obate niku saking kantor
|
P :
|
Ibu...Perasaan
ingkang pertama ingkang dirasake wektu ngertos pertama kali nak ibu sakit
ngeten niku pripun?
|
S :
|
perasaanne anu
mboten enak ngoten, sakit sedoyo badan kulo sakit sedoyo. Trus kulo blonjo
neng pletek niku trus do nyanjangi kowe loro to? Moro’o neng kene-kene iki
iki mengko kan kowe ngerti lorone. Lha terus dijak kaleh bapak trus tiba-tiba
gendise mpun 450
|
P :
|
Perasaan
atinipun pripun?
|
S :
|
Nggeh ketika
niku nggeh sedih. Aku rak mangan wae, lha nopo, lha mangan tapi ojo sing
werno-werno sing dijogo nggeh (dengan suara tersedu)
|
P :
|
Nopo mawon buk
ingkang mpun dilakoni kangge nyembuhke?
|
S :
|
Pertama nggeh
teng dukun, nggeh dukun pijet nggeh. Trus anu teng dokter. Dokter niku lho
namine dokter Bowo
|
P :
|
Sering kontrol
nggeh bu nggeh, berapa minggu sekali
|
S :
|
Niki kok kulo
kok mboten kontrol, nembe mbenjang
|
P :
|
Ibu..kondisi
sedih ketika ngertos ibu sakit gerah ngoten, wou kan ibu sanjang mboten purun
dhahar, lha niku ngantuos pinten minggu pinten wulan?
|
S :
|
Mboten..mboten
nganti wulanan. Naliko sedih niku bapak sanjang ”ojo rak mangan, kudu mangan,
mengko luwih lho, lemes awakmu, yo wes sak karepmu wes mangan opooo”. Ngeneki
nangis terus. (dengan suara tersedu).
Ngantos sak
meniko alhamdulillah kulo maem terus. Kadang-kadang kepingin nopo jeruk nopo
niku sing botolan niku lho. Lha kulo ngoten. Aku entuk mangan iki Fik? Entuk
manganno. lha trus tukokno ngono ngonten.
Nek gendise
mending iki, ditumbaske gendis piyambak. Nanging mboten pernah ngangge
|
P :
|
Ibu ingkang
sakniki sayang kaleh ibu, nggh ngrawat ibu teng mriki sinten ibu?
|
S :
|
Sing ngrawat
niku anak kulo jaler
|
P :
|
Naminipun
sinten?
|
S :
|
Albdul latif
Fikri, nggeh tapi kadang-kadang nggeh kesah nggeh mbak’e nggeh kadang anak
kulo sing mandiri niku
|
P :
|
Ibu taksih
mengkeh pengen sembuh nggeh?
|
S :
|
InsyaAllah
|
P :
|
Nggeh
mugi-mugi Allah
|
S :
|
ijabahi
nggeh, amiin mudah-mudahan. Neng kulo sih sholat terus, sholate tapi lenggah.
Nggeh ngaji saged ngaji
|
P :
|
Ingkang sayang
banget kalih ibu nggeh anak-anak ipun nggeh
|
S :
|
Nggeh sedoyo
niku sayang tapi sing sayaang banget niku anak kulo jaler, jaler niku. Sebab
ki yo biasa mbantu nek kulo munggah, ajeng pipis, ajeng pa’pung.
Nek sing
setunggal niki enten tapi mriki kadang kolo tapi piyambak-piyambak, mboten
anu..badane sok keroso sakit
|
P :
|
Ibu asli
Semarang mriki nggeh?
|
S :
|
Kulo? Solo trus
tansah Semarang, teng Semarang dados kurus teng Al Irsyad niku, nah tapi
turune nok Semarang
|
P :
|
Ibu rumiyen
nyambut damel nopo...
|
S :
|
Kulo? sadeyan.
|
P :
|
Sadeyan nopo
bu?
|
S :
|
Sadeyan
matengan, nggeh nasi.
|
P :
|
Teng pundi ibu?
|
S :
|
Nek riyen teng
YAI, emm..nopo namine lali aku sadeyan melih teng pundi niku, ee..pundi niku,
ee..pundi nggeh kok ibu rak ngerti nggone kok nggeh, emm..kabluk eh kok
kabluk niku lhe anu pundi to namine kok anu masyaAllah..niku nak ngomong sok
ngoten sok mboten inget kadang-kadang niku trus inget
|
P :
|
Dados ibu
saged sadeyan ngantos umur pinten?
|
S :
|
Umur pinten
nggeh, anak kulo tesih sekolah
|
P :
|
40?
|
S :
|
Nggeh eh
mboten, 50
|
P :
|
Ngantos umur 50
nggeh?
|
S :
|
Ngantos 60
tesih sadeyan. Anak kulo tesih alit-alit.
|
P :
|
Wektu anak ibu
tesih alit-alit ibu tesih sadeyan nggeh?
|
S :
|
Nggeh, sak niki
mpun mboten saged. Kulo mpun mboten sadeyan mpun pinten tahun nggeh. Nggeh
niki bar saged mantu kalih sekolah anu
sekolahe pundi undip setunggal sing enten mriki undip, sing setunggal teng
anu, pundi namine, kesupen kulo.
Lha sing jaler
teng mriku, lali to kulo, sing cerak, tur piyambake trus kesah Saudi sing
jaler turs bar entuk niku trus piyambake mantuk. Mpun pinten tahun ya enten
Saudi. Dados kulo mendet penakan. Penakan kulo Zaki Rahman niku, kulo pek,
deweke nyambut damel teng Amerika trus mantuk. Mantuk niku sakit jantung
turene neng kulo mboten disanjangi...trus sedo..(subjek menangis), sih joko
|
P :
|
Ibu,
sak niki saged nyeritaake kegiatanne sehari-hari
|
S :
|
Kulo mpun
mboten saged nyambut damel
|
P :
|
Nggeh nopo ibu
setiap hari namung istirahat
|
S :
|
Nggeh
istirahat. Nek nopo tileman niku trus enjang pa’pung
|
P :
|
Jam pinten bu?
|
S :
|
Mpun sak
jam-jamme. Kulo mboten tentu kulo kadang-kadang nggeh enjang, kadang-kadang
radi jam 7 jam 8, trus kulo tangi ngaji, sembahyang. Sembahyang mboten sembahyang
subuh..sembahyang dhuha. Nek kulo tesih saged ngaji, nak ngaji
sekedik-sekedik, neng iki kudu nangis (subjek menangis). Ya Allah.....
Lha niki kulo
bar tangi trus bu niko onten tamu. Lho sopo? Aku kek uruh Fik...
Tileme ki
mboten saged, kendaraan niku luar biasa, betah nopo. Niku suwontene AC,
suwontene kendaraan, nopo niku, kulo sok kaget-kaget
|
P :
|
Ingkang
harapanipun kalih harapan ibu piyambak, kagem ibu piyambak, kagem anak-anak
sak niki, kagem keluarga nopo?
Maksute,
harapan ibu misal nak sholat nggeh, ibu kan nyuwun kalih Gusti Allah, ingkang
disuwun niku nopo mawon
|
S :
|
Terutama putu
kulo, niku putu-putu podho sekolah, niku kulo dongakkeee..
Kulo niku
nangise, ngantos anak kulo dua-tiga sing alit ”umi ki ojo nagis wae”. Rak
sengojoo
|
P :
|
Pernah nopo
mboten ibu ngeroso, kok kulo nyusahke anak
|
S :
|
Nggeh
kadang-kadang ngoten. Kulo ki kok aku sih dikasih urip...(subjek menangis).
Kulo sok didukani anak kulo, ”uwis ojo ngono”
Alhamdulillah,
niki nopo, anak kulo saged nyembadani nggeh. Alhamdulillah...nopo meneh mantu
kulo niki anu teng bank mandiri niku tiap hari niku setia kalih kulo. Nak
sing enten pundi niki, sing teng pelabuhan niku ponakan kulo piyambak niku
nggeh mboten setia tapi nggeh kadang-kadang nileki...nek mpun mantu kulo sing
mriki niku wah ... sak pore. Ingkang tangklet ”umi sing diraoske nopo?
Kepengin apa?” ngoten
|
P :
|
Ibu..tabah
nggeh?
|
S :
|
Alhamdulillah
|
P :
|
Ingkang ndamel
ibu tabah ngantos sak niki nopo?
|
S :
|
Sholawat
|
P :
|
Anak-anak?
|
S :
|
Anak-anak nggeh
mbantu, nggeh
|
P :
|
Namun ingkang
taksih maringi semangat ibu, ibu nyuwun kalih Gusti Allah, ibu taksih seneng
nggeh? Ibu taksih percoyo Allah niku...
|
S :
|
Ooo..nggeh..nggeh,
anake kulo sedoyo, anake kulo sedoyo niku sholat, kulo anu..”kowe ki sholat
sek”
Niki
mulai..kulo pindah mriki kaleh wulan, niki mulai kulo mulai ngaji meleh.
Mboten saged sedoyo..sak kebet-sak kebet. Alif Lam Mim sampe niki mpun telas.
Alhamdulillah
|
P :
|
Ibu riyen
mboten teng mriki bu?
|
S :
|
Mboten
|
P :
|
Teng pundi bu?
|
S :
|
Nggeh tumut
bapak, trus anak kulo niki sing enten mriki wonten Jakarta. Anake niku
sanjang ”Ayo melu aku wae, nak Bapak sok ndorong neng jakarta aku tak neng
Semarang”
Nggeh sok-sok
neng Semarang, sok-sok neng Jakarta. Lha niki mpun dipindahke neng Bank
Mandiri teng Semarang nggeh nderek anak kulo.
Alhamdulillah
anak kulo sing jaler niku ”umi..umi kepengin nopo?” uwislah sak sak’e.
”ora..kepengin opo?”. kadang ditumbaske roti, kadang-kadang tumbaske
nopo..cakwe, nak kadang-kadang niku ulam laut, niku nopo..ulam. kadang-kadang
tumbaske lele, kuthuk,
Niki maemme
nggeh sekedik, nek ulam niku. Anak kulo sing mbak Anin niku sok numbaske
pecel kalih nopo ngoten. Kadang-kadang nggeh tumbaske soto
|
P :
|
Ibu..senengipun
dhahar nopo bu?
|
S :
|
Kulo niku sak
werni-wernine asal saged dimaem, kulo maem tapi nggeh sekedik. Niki wou kulo
maem tales, niku mung direbus.
Mengkeh nek
ketingal kulo lemoh ”umi ojo mangan terus umii” Iyo..aku..Poso sithik poso
ngono sok poso nanging posone mboten poso siyam pendhak siyam niku. Kulo
siyam nggeh poso tapi katah utange. Anak kulo sanjang ”uwes, rak usah, mengko tak bayare” (subjek menangis)
Sampeyan daleme
pundi mas?
|
P :
|
Pedurungan
|
S :
|
Nak mb.Hanin
pundi..mriki..pundi..
Niki mboten
mriki, kolo mben numbaske pepaya, roti
|
P :
|
Riyen,
parah-parahipun umur pinten ibu sakit?
|
S :
|
Sakite? Lha
niku wou..waktu..habis mantu niku kulo, niku nak ngaturi bapak, abi,
Bi..awakku koyok ngene, perikso dokter wae, neng kulo mboten purun.
Tiyang-tiyang niku ”perikso’o..mengko gulane lho”
|
P :
|
Trus pripun bu?
|
S :
|
Trus kulo dijak
perikso niku teng dokter Bong . Gulane 450
|
P :
|
Waktu itu
mboten kroso nopo-nopo?
|
S :
|
Taksih saged
mlampah, tapi mogok makan, tapi trus didukani bapaK ”makan tetep makan”
|
P :
|
Ibu kroso
tambah sakit tambah sakit niku wektu kapan?
|
S :
|
Kulo dos
anu niku nopo nek diobati anu
|
P :
|
Diterapi?
|
S :
|
Di te..terapi
nggeh. Ingkang riyen niku kulo nggeh sakit niku sakit nopo nek teng jawi
diobati gendis niku. Lha nggeh gendis kalih klopo, nggeh ... dokter nggeh.
Menurut
panjenengan tambane nopo?
|
P :
|
Nak kulo nggeh
ibu sak niki nyuwun kalih Gusti allah mawon. Nyuwun ingkang katah, katahipun
sholawatipun
|
S :
|
Nggeh..kulo
sholate lima wektu mboten ketinggalan
|
P :
|
Menawi saged
nggeh nak ndalu ibu saged tangi nyuwun kalih Gusti Allah
|
S :
|
Nggeh
|
P :
|
Sak niki tesih
terapi nggeh Bu?
|
S :
|
Mboten
|
P :
|
Obatipun?
|
S :
|
Nggeh taksih
|
P :
|
Nggeh niku
diistiqomahi mawon, sholatipun trus menawi dzikir
|
S :
|
Nggeh
insyaAllah
|
P :
|
Nggeh ngeten
mawon, ibu tesih sare, ibu teng tempat tidur trus ibu dzikir. Nggeh
insyaAllah..
|
S :
|
Amiin..nggen
ndang kabul nggeh
|
P :
|
Nggeh bersyukur
|
S :
|
Nggeh Ipe kulo
teng Jakarta susah, lebih muda, umure pinten 50 yae. Bola-bali sambat pe aku
durung maem njaluk maeeem tapi tak sms nopo tak telfoni..niku ...
Ya Allah...Ya
Allah...
Alhamdulillah kulo
ada mbak niki nggeh, sing setia kalih kulo
|
P :
|
Namine sinten?
|
S :
|
Mbak Tinah
|
P :
|
Nggeh ibu
bersyukur mawon, tesih enten sing sayang. Nggeh mungkin Allah sak niki
maringi cobaan maring ibu, namun nggeh sabar
|
S :
|
Nggeh
amiin..mudah-mudahan.
Wektu kulo
ditinggal anak kulo ingkang jakarta tapi wonten sing nunggu anak kulo sing
jaler. Niku alhamdulillah ajeng nopo-nopo niku sae. Kulo nggeh ndungakke nak
lungo yo nyangoni slamet. Niki mbak.Hanim rencono “mi..aku nak ba’do aku ra
neng nggone morotuoku, aku neng kene wae”. Yo amiin, mudah-mudahan morotuane
niku adik kulo. Morotuane mbak. Hanim niku adik kulo
|
P :
|
Mpun..niki kan
sampun ashar bu..kulo nggeh matur suwun, kulo matur suwun sanget
|
S :
|
Nggeh kulo
nggeh matursuwun
|
Lampiran
2
Bagan
Horisonalisasi
NO
|
UCAPAN SUBJEK
|
CODING
|
MAKNA PSIKOLOGIS
|
1
|
...niku
trus do nyanjangi kowe loro to?
Moro’o neng kene-kene iki iki mengko kan kowe ngerti lorone. Lha terus dijak
kaleh bapak trus tiba-tiba gendise mpun 450
|
Kepedulian
lingkungan sekitar dalam memberikan saran
|
Informational
Supporrt
|
2
|
Mboten..mboten nganti wulanan. Naliko sedih niku
bapak sanjang ”ojo rak mangan, kudu
mangan, mengko luwih lho, lemes awakmu, yo wes sak karepmu wes mangan opooo”.
Ngeneki nangis terus. Ngantos sak meniko alhamdulillah kulo maem terus.
Kadang-kadang kepingin nopo jeruk nopo niku sing botolan niku lho. Lha kulo
ngoten. Aku entuk mangan iki Fik?
Entuk manganno. lha trus tukokno ngono ngonten.
Nek gendise mending iki,
ditumbaske gendis piyambak. Nanging mboten pernah ngangge
|
Perhatian almarhum
suami pada kesehatan subjek
|
Emotional Support
|
3
|
Mpun sak jam-jamme. Kulo mboten tentu kulo
kadang-kadang nggeh enjang, kadang-kadang radi jam 7 jam 8, trus kulo tangi
ngaji, sembahyang. Sembahyang mboten sembahyang subuh..sembahyang dhuha. Nek kulo tesih saged ngaji, nak ngaji
sekedik-sekedik, neng iki kudu nangis (subjek menangis). Ya Allah
|
Mendekatkan diri
pada tuhan lebih dari sebelumnya
|
Turning to religion
|
4
|
Nggeh ketika niku nggeh sedih. Aku
rak mangan wae, lha nopo, lha mangan tapi ojo sing werno-werno sing
dijogo nggeh (dengan suara tersedu)
|
Perasaan tidak
berdaya yang dialami Subjek karna penyakitnya
|
Helplesness
|
5
|
Lah kados pundi lha mpun diparingi Gusti allah
ngeten niki, ikhlaslah, nggeh
Nggeh insyaAllah [jika
ALLAh menghendaki
|
Penerimaan yang
tinggi pada subjek tentang keadaannya
|
Resign acceptance
|
6
|
Mboten..mboten nganti wulanan. Naliko sedih niku
bapak sanjang ”ojo rak mangan, kudu mangan, mengko luwih lho, lemes awakmu,
yo wes sak karepmu wes mangan opooo”. Ngeneki
nangis terus. (dengan suara tersedu)
|
Subjek sering merasa
sedih atas apa yang terjadi pada dirinya
|
Sadness
|
7
|
...Penakan kulo Zaki Rahman niku, kulo pek, deweke
nyambut damel teng Amerika trus mantuk. Mantuk
niku sakit jantung turene neng kulo mboten disanjangi...trus sedo..(subjek
menangis), sih joko
|
Kematian kepenakan
yang dia miliki membuat dpresi dirinya saat ia sakit dan mempengaruhi
emosinya sangat kuat
|
Shock
|
8
|
Wektu kulo ditinggal anak kulo ingkang jakarta
tapi wonten sing nunggu anak kulo sing jaler. Niku alhamdulillah ajeng
nopo-nopo niku sae
|
Adanay
ketergantungan dirinya dengan anak-anakya untuk melakukan aktivitas dan
dorongan emosional
|
Deppendent
|
9
|
Lah kados pundi lha mpun diparingi Gusti allah ngeten niki, ikhlaslah, nggeh insyaAllah
(dengan suara tersedu)
|
Keterpasrahan
individu pada sesuattu yang dialaminya sebagai pemberian tuhannya
|
Sense of control
|
10
|
... bapak sanjang ”ojo rak mangan, kudu mangan, mengko luwih lho, lemes
awakmu, yo wes sak karepmu wes mangan opooo”.
Ngeneki nangis terus.
|
Dukungan.,.,suami
dengan memberikan perhatian atas pikiran-pikiran negatif yang dialami subjek
|
Significant Others
|
11
|
Alhamdulillah...nopo meneh mantu kulo niki anu
teng bank mandiri niku tiap hari niku setia kalih kulo
|
Kepedulian menantu
sebagai dukungan pada kesehatan yang diharapkan subjek dan mencoba menuruti
serta mengibur subjek
|
Significant Others
|
12
|
...Nggeh
sedoyo niku sayang tapi sing sayaang
banget niku anak kulo jaler, jaler niku...
|
Kepedulian anak
laki-laki dalam merawat subjek sehari-harinya
|
Significant Others
|
13
|
...kadang-kadang radi jam 7 jam 8, trus kulo tangi ngaji, sembahyang.
Sembahyang mboten sembahyang subuh..sembahyang dhuha. Nek kulo tesih saged
ngaji, nak ngaji sekedik-sekedik, neng iki kudu nangis (subjek menangis).
Ya Allah.
|
Kegiatan sehari-hari
untuk mengalihkan aktifitas yang ia lakukan sebelum sakit.
|
Self Interest
|
14
|
badan kulo sakit sedoyo. Trus kulo blonjo neng
pletek niku trus do nyanjangi kowe loro to? Moro’o neng kene-kene iki iki mengko kan kowe ngerti lorone....Pertama nggeh teng dukun, nggeh
dukun pijet nggeh. Trus anu teng dokter. Dokter niku lho namine dokter
Bowo
|
Menuruti saran yang
diberikan orang sekitar karena ingin sembuh
|
Suggesstable
|
15
|
Di te-terapi nggeh. Ingkang riyen niku kulo nggeh sakit niku sakit nopo nek teng jawi diobati gendis niku. Lha
nggeh gendis kalih klopo, nggeh,dokter nggeh
|
Saran-saran dari
lingkungan sekitar atas sakitnya
|
Informational
Supporrt
|
16
|
Nggeh Ipe kulo teng Jakarta susah, lebih muda,
umure pinten 50 yae. Bola-bali sambat
pe aku durung maem njaluk maeeem tapi tak sms nopo tak telfoni, niku Ya AllahYa Allah
|
Perasan peduli pada
saudara
|
Emphaty
|
17
|
Nggeh, sak niki mpun mboten saged. Kulo mpun
mboten sadeyan mpun pinten tahun nggeh. Nggeh niki bar saged mantu kalih
sekolah anu sekolahe pundi undip
setunggal sing enten mriki undip, sing setunggal teng anu, pundi namine,
kesupen kulo.Lha sing jaler teng mriku, lali to kulo, sing cerak, tur
piyambake trus kesah Saudi sing jaler turs bar entuk niku trus piyambake
mantuk. Mpun pinten tahun ya enten Saudi. Dados kulo mendet penakan. Penakan
kulo Zaki Rahman niku, kulo pek, deweke nyambut damel teng Amerika trus
mantuk. Mantuk niku sakit jantung turene neng kulo mboten disanjangi...trus
sedo..(subjek menangis), sih joko
|
Berfikir masa lalu,
dan kehidupan anak-anaknya dan menjadi stresor pada dirinya
|
Obsesive thingking
|
18
|
Nggeh ketika niku nggeh sedih. Aku rak mangan
wae, lha nopo, lha mangan tapi ojo sing werno-werno sing dijogo nggeh (dengan
suara tersedu)
|
Berfikir buruk atas
keadaan dirinya
|
Negative Thinking
|
19
|
...anak kulo niki sing enten mriki wonten Jakarta. Anake niku sanjang ”Ayo melu aku wae...
|
Dukungan emosional
oleh anak subjek bahwa anak subjek peduli
|
Emotional Support
|
20
|
Nggeh kadang-kadang ngoten. Kulo ki kok aku sih
dikasih urip...(subjek menangis). Kulo sok didukani anak kulo, ”uwis ojo ngono”...
|
Perhatian anak
subjek ketika subjek merasa tak berguna dengan menyangkal apa-apa yang
dialami subjek
|
Emotional Support
|
21
|
Nggeh kadang-kadang ngoten. Kulo ki kok aku sih dikasih urip...(subjek
menangis). Kulo sok didukani anak kulo, ”uwis ojo ngono
|
Merasa tidak berguna
dan menyusahkan anak-anaknya
|
Useless
|
22
|
Mengkeh nek
ketingal kulo lemoh ”umi ojo mangan terus umii” Iyo..aku..Poso sithik
poso ngono sok poso nanging posone mboten poso siyam pendhak siyam niku
|
Perhatian anak pada
kondisi kesehatan subjek dengan mengingatkan porsi makan dan pola makan
subjek
|
Emotional Support
|
23
|
... Niki mbak.Hanim rencono “mi..aku nak ba’do aku ra neng nggone
morotuoku, aku neng kene wae”. Yo amiin
|
Memberikan semangat
pada diri subjek agar tidak merasa sendiri dan membuat subjek meras
diutamakan ketimbang yang lain
|
Positive
Reinforcement
|
24
|
Sakite? Lha niku wou waktu habis mantu niku kulo, niku nak ngaturi
bapak, abi, Bi..awakku koyok ngene, perikso dokter wae, neng kulo mboten
purun. Tiyang-tiyang niku ”perikso’o, mengko gulane lho.... Trus kulo dijak perikso
niku teng dokter Bong . Gulane 450
|
Pembuatan keputusan
segera berobat untuk kesembuhan dengan saran dari almarhum suami
|
Direct Action
|
25
|
Alhamdulillah nek mantun nggeh neng dados pundi
nggeh wong mpun dangu, sakite anu mpun dangu niku. Umur pinten kulo sakit
nggeh, sak derenge kulo mantu anak kulo kaleh niku mpun sakit namung mboten
ngertos nak kulo gadah gulo, trus bapak ki anu ayo nang dokter. Trus doktere
sanjang ”kok sudah kasep, kok baru dateng kesini ibu, gulanya udah 450
|
Ras tidak percaya
bahwa dirinya bisa sembuh atau tidak karna penyakit yang diderita telah
menahun
|
Pesimistic
|
26
|
...niki
mulai kulo mulai ngaji meleh.
Mboten saged sedoyo..sak kebet-sak kebet. Alif Lam Mim sampe niki mpun telas.
Alhamdulillah.
|
Pengalihan diri
untuk melepaskan stress dan digunakan untuk aktifitas lain
|
Emotional discharge
|
27
|
ijabahi nggeh, amiin mudah-mudahan. Neng kulo sih sholat terus, sholate tapi lenggah.
Nggeh ngaji saged ngaji
|
keseimbangan sikapnya dengan mencoba bersikap
menyerah
|
Affective regulation
|
28
|
Kulo niku sak
werni-wernine asal saged dimaem, kulo maem tapi nggeh sekedik. Niki wou kulo maem tales, niku mung
direbus...
|
Penerimaan kondisi
dengan memakan sesuatu apa adanya yang tidak mengancam kesehatannya
|
Acceptance
|
0 komentar:
Posting Komentar