Adams' Journal

Pengenalan Tentang Aplikasi yang Cocok untuk Media Pembelajaran dan Coretan Lainnya.

Find Out More Purchase Theme

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Selasa, 07 Februari 2012

Keutamaan Bahasa Arab ASyik...

Keutamaan Bahasa Arab ASyik...


Keutamaan Bahasa Arab


Tidak perlu diragukan lagi, memang sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha menguasainya. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik yang pernah ada sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”
Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia (yaitu: Rosulullah), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Romadhan), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir surat Yusuf).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Sesungguhnya ketika Allah menurunkan kitab-Nya dan menjadikan Rasul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-sunnah), serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin memahami agama Allah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam keseluruhan perkara mereka.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Sungguh sangat menyedihkan sekali, apa yang telah menimpa kaum muslimin saat ini, hanya segelintir dari mereka yang mau mempelajari bahasa Arab dengan serius. Hal ini memang sangat wajar karena di zaman modern ini banyak sekali kaum muslimin tenggelam dalam tujuan dunia yang fana, Sehingga mereka enggan dan malas mempelajari bahasa Arab. Karena mereka tahu tidak ada hasil duniawi yang bisa diharapkan jika pandai berbahasa Arab. Berbeda dengan mempelajari bahasa Inggris, kaum muslimin di saat ini begitu semangat sekali belajar bahasa Inggris, karena mereka tahu banyak tujuan dunia yang bisa diperoleh jika pandai bahasa Inggris, sehingga kita dapati mereka rela untuk meluangkan waktu yang lama dan biaya yang banyak untuk bisa menguasai bahasa ini. Sehingga kursus-kursus bahasa Inggris sangat laris dan menjamur dimana-mana walaupun dengan biaya yang tak terkira. Namun bagaimana dengan kursus bahasa Arab…??? seandainya mereka benar-benar yakin terhadap janji Allah ta’ala untuk orang yang menyibukkan diri untuk mencari keridhoanNya, serta yakin akan kenikmatan surga dengan kekekalannya, niscaya mereka akan berusaha keras untuk mempelajari bahasa arab. Karena ia adalah sarana yang efektif untuk memahami agama-Nya.
Kenyataan ini tidak menunjukkan larangan mempelajari bahasa Inggris ataupun lainnya. Tapi yang tercela adalah orang yang tidak memberikan porsi yang adil terhadap bahasa arab. Seyogyanya mereka juga bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam mempelajari bahasa Arab.
Syaikh Utsaimin pernah ditanya: “Bolehkah seorang penuntut ilmu mempelajari bahasa Inggris untuk membantu dakwah ?”Beliau menjawab: “Aku berpendapat, mempelajari bahasa Inggris tidak diragukan lagi merupakan sebuah sarana. Bahasa Inggris menjadi sarana yang baik jika digunakan untuk tujuan yang baik, dan akan menjadi jelek jika digunakan untuk tujuan yang jelek. Namun yang harus dihindari adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab karena hal itu tidak boleh. Aku mendengar sebagian orang bodoh berbicara dengan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab, bahkan sebagian mereka yang tertipu lagi mengekor (meniru-niru), mengajarkan anak-anak mereka ucapan “selamat berpisah” bukan dengan bahasa kaum muslimin. Mereka mengajarkan anak-anak mereka berkata “bye-bye” ketika akan berpisah dan yang semisalnya. Mengganti bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an dan bahasa yang paling mulia, dengan bahasa Inggris adalah haram. Adapun menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana untuk berdakwah maka tidak diragukan lagi kebolehannya bahwa kadang-kadang hal itu bisa menjadi wajib. Walaupun aku tidak mempelajari bahasa Inggris namun aku berangan-angan mempelajarinya. terkadang aku merasa sangat perlu bahasa Inggris karena penterjemah tidak mungkin bisa mengungkapkan apa yang ada di hatiku secara sempurna.”(Kitabul ‘Ilmi).
Dan termasuk hal yang sangat menyedihkan, didapati seorang muslim begitu bangga jika bisa berbahasa Inggris dengan fasih namun mengenai bahasa Arab dia tidak tahu?? Kalau keadaannya sudah seperti ini bagaimana bisa diharapkan Islam maju dan jaya seperti dahulu. Bagaimana mungkin mereka bisa memahami syari’at dengan benar kalau mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Arab…???

Hukum Orang Yang Mampu Berbahasa Arab Namun Berbicara Menggunakan Bahasa Selain Bahasa Arab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Dibenci seseorang berbicara dengan bahasa selain bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan syiar Islam dan kaum muslimin. Bahasa merupakan syiar terbesar umat-umat, karena dengan bahasa dapat diketahui ciri khas masing-masing umat.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Asy-Syafi’iy berkata sebagaimana diriwayatkan As-Silafi dengan sanadnya sampai kepada Muhammad bin Abdullah bin Al Hakam, beliau berkata: “Saya mendengar Muhammad bin Idris Asy-syafi’iy berkata: “Allah menamakan orang-orang yang mencari karunia Allah melalui jual beli (berdagang) dengan nama tu’jar (tujjar dalam bahasa Arab artinya para pedagang-pent), kemudian Rosululloh juga menamakan mereka dengan penamaan yang Allah telah berikan, yaitu (tujjar) dengan bahasa arab. Sedangkan “samasiroh” adalah penamaan dengan bahasa `ajam (selain arab). Maka kami tidak menyukai seseorang yang mengerti bahasa arab menamai para pedagang kecuali dengan nama tujjar dan janganlah orang tersebut berbahasa Arab lalu dia menamakan sesuatu (apapun juga-pent) dengan bahasa `ajam. Hal ini karena bahasa Arab adalah bahasa yang telah dipilih oleh Allah, sehingga Allah menurunkan kitab-Nya yang dengan bahasa Arab dan menjadikan bahasa Arab merupakan bahasa penutup para Nabi, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kami katakan seyogyanya setiap orang yang mampu belajar bahasa Arab mempelajarinya, karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling pantas dicintai tanpa harus melarang seseorang berbicara dengan bahasa yang lain. Imam Syafi’iy membenci orang yang mampu berbahasa Arab namun dia tidak berbahasa Arab atau dia berbahasa Arab namun mencampurinya dengan bahasa `ajam.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Abu Bakar bin ‘Ali Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushanaf:“Dari Umar bin Khattab, beliau berkata: Tidaklah seorang belajar bahasa Persia kecuali menipu, tidaklah seseorang menipu kecuali berkurang kehormatannya. Dan Atho’ (seorang tabi’in) berkata: Janganlah kamu belajar bahasa-bahasa ajam dan janganlah karnu masuk gereja – gereja mereka karena sesungguhnya Allah menimpakan kemurkaan-Nya kepada mereka, (Iqtidho Shirotil Mustaqim). Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad berkata: “Tanda keimanan pada orang ‘ajam (non arab) adalah cintanya terhadap bahasa arab.” Dan adapun membiasakan berkomunikasi dengan bahasa selain Arab, yang mana bahasa Arab merupakan syi’ar Islam dan bahasa Al-Qur’an, sehingga bahasa selain arab menjadi kebiasaan bagi penduduk suatu daerah, keluarga, seseorang dengan sahabatnya, para pedagang atau para pejabat atau bagi para karyawan atau para ahli fikih, maka tidak disangsikan lagi hal ini dibenci. Karena sesungguhnya hal itu termasuk tasyabuh (menyerupai) dengan orang `ajam dan itu hukumnya makruh.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Khurasan, yang penduduk kedua kota tersebut berbahasa Persia serta menduduki Maghrib, yang penduduknya berbahasa Barbar, maka kaum muslimin membiasakan penduduk kota tersebut untuk berbahasa Arab, hingga seluruh penduduk kota tersebut berbahasa Arab, baik muslimnya maupun kafirnya. Demikianlah Khurasan dahulu kala. Namun kemudian mereka menyepelekan bahasa Arab, dan mereka kembali membiasakan bahasa Persia sehingga akhirnya menjadi bahasa mereka. Dan mayoritas mereka pun menjauhi bahasa Arab. Tidak disangsikan lagi bahwa hal ini adalah makruh. (Iqtidho Shirotil Mustaqim).

Pengaruh Bahasa Arab Dalam Kehidupan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Merupakan metode yang baik adalah membiasakan berkomunikasi dengan bahasa Arab hingga anak kecil sekalipun dilatih berbahasa Arab di rumah dan di kantor, hingga nampaklah syi’ar Islam dan kaum muslimin. Hal ini mempermudah kaum muslimin urituk memahami makna Al-Kitab dan As-Sunnah serta perkataan para salafush shalih. Lain halnya dengan orang yang terbiasa berbicara dengan satu bahasa lalu ingin pindah ke bahasa lain maka hal itu sangat sulit baginya. Dan ketahuilah…!!! membiasakan berbahasa Arab sangat berpengaruh terhadap akal, akhlak dan agama. Juga sangat berpengaruh dalam usaha mencontoh mereka dan memberi dampak positif terhadap akal, agama dan tingkah laku.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).
Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahasa Arab memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan, akhlak, agama. Orang yang pandai bahasa Arab cenderung senang membaca kitab-kitab para ulama yang berbahasa Arab dan tentu senang juga membaca dan menghafal Al-Qur’an serta hadits-hadits Rasulullah. Sehingga hal ini bisa memperbagus akhlak dan agamanya. Berbeda dengan orang yang pandai berbahasa Inggris (namun tanpa dibekali dengan ilmu agama yang baik), dia cenderung senang membaca buku berbahasa Inggris yang jelas kebanyakannya merupakan karya orang kafir. Sehingga mulailah ia mempelajari kehidupan orang kafir sedikit demi sedikit. Mau tidak mau iapun harus mempelajari cara pengucapan dan percakapan yang benar melalui mereka, agar dia bisa memperbagus bahasa Inggrisnya. Bisa jadi akhirnya ia pun senang mempelajari dan menghafal lagu-lagu berbahasa Inggris (yang kebanyakan isinya berisi maksiat) dan tanpa sadar diapun mengidolakan artis atau tokoh barat serta senang mengikuti gaya-gaya mereka. Akhlaknya pun mulai meniru akhlak orang barat (orang kafir), dan mengagungkan orang kafir serta takjub pada kehebatan mereka. Akhirnya, diapun terjatuh dalam tasyabbuh (meniru-niru) terhadap orang kafir, menganggap kaum muslimin terbelakang dan ujung-ujungnya dia lalai dari mempelajari Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hukum Mempelajari Bahasa Arab
Syaikhul Islam Berkata: “Dan sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri bagian dari agama dan hukum mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itu wajib dan keduanya tidaklah bisa difahami kecuali dengan memahami bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan kaidah:

مَا لاَ يَتِمٌّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Apa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia juga hukumnya wajib.”
Namun disana ada bagian dari bahasa Arab yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah. Dan hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Umar bin Yazid, beliau berkata: Umar bin Khattab menulis kepada Abu Musa Al-Asy’ari (yang isinya) “…Pelajarilah As-Sunnah, pelajarilah bahasa Arab dan I’roblah Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu berbahasa Arab.”
Dan pada riwayat lain, Beliau (Umar bin Khattab) berkata: “Pelajarilah bahasa Arab sesungguhnya ia termasuk bagian dari agama kalian, dan belajarlah faroidh (ilmu waris) karena sesungguhnya ia termasuk bagian dari agama kalian.”(Iqtidho Shirotil Mustaqim).

Penutup
Bahasa Arab adalah bahasa Agama Islam dan bahasa Al-Qur’an, seseorang tidak akan dapat memahami kitab dan sunnah dengan pemahaman yang benar dan selamat (dari penyelewengan) kecuali dengan bahasa Arab. Menyepelekan dan menggampangkan Bahasa Arab akan mengakibatkan lemah dalam memahami agama serta jahil (bodoh) terhadap permasalahan agama.

Sungguh sangat ironis dan menyedihkan, sekolah-sekolah dinegeri kita, bahasa Arab tersisihkan oleh bahasa-bahasa lain, padahal mayoritas penduduk negeri kita adalah beragama Islam, sehingga keadaan kaum muslimin dinegeri ini jauh dari tuntunan Allah ta’ala dan Rasul-Nya.

Maka seyogyanya anda sekalian wahai penebar kebaikan… mempunyai andil dan peran dalam memasyarakatkan serta menyadarkan segenap lapisan masyarakat akan pentingya bahasa Al Qur’an ini, dengan segala kemampuan yang dimiliki, semoga Allah menolong kaum muslimin dan mengembalikan mereka kepada ajaran Rasul-Nya yang shohih. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah ta’ala. Segala puji hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam.


BY : http://thuluzzaman.blogspot.com/2011/01/keutamaan-bahasa-arab.html

Pentingnya Ilmu

Pentingnya Ilmu


Ilmu Dulu, Baru Amal

Ada seseorang yang bercerita, dalam sebuah perjalanan manasik haji, para jamaah haji secara bertubi-tubi mengajukan banyak pertanyaan kepada pembimbing haji. Hampir semua permasalahan yang mereka jumpai dalam pelaksanaan ibadah haji, selalu dikonsultasikan kepada pembimbing. Kita yakin, suasana semacam ini hampir dialami oleh semua jamaah haji. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya hanya ada dua kemungkinan; pertama, mereka khawatir jangan-jangan ibadah haji yang mereka lakukan batal dan tidak diterima oleh Allah. Atau kedua, mereka takut dan khawatir jangan sampai melakukan tindakan pelanggaran yang menyebabkan mereka harus membayar denda.

Demikianlah gambaran semangat orang terhadap ilmu ketika melaksanakan ibadah haji. Suasana itu terbentuk disebabkan kekhawatiran mereka agar hajinya tidak batal. Mereka sadar, ibadah ini telah memakan banyak biaya dan tenaga, sehingga sangat disayangkan ketika ibadah yang sangat mahal nilainya ini, tidak menghasilkan sesuatu apapun bagi dirinya.

Pernahkah sikap dan perasaan semacam ini hadir dalam diri kita dalam setiap melaksanakan ibadah, atau bahkan dalam setiap amal perbuatan kita? Ataukah sebaliknya, justru kita begitu menganggap enteng setiap amal, sehingga tidak mempedulikan pondasi ilmunya. Inilah yang penting untuk kita renungkan. Semangat untuk mendasari setiap amal dengan ilmu merupakan cerminan perhatian seseorang terhadap kesempurnaan beramal. Untuk menunjukkan sikap ini, seorang ulama, yang bernama Sufyan at-Tsauri mengatakan, “Jika kamu mampu tidak akan menggaruk kepala kecuali jika ada dalilnya maka lakukanlah.” (Al Jami’ li Akhlaq ar Rawi wa Adab as-Sami’, Khatib al-Baghdadi, Mauqi Jami’ al-Hadis: 1/197)

Ulama ini menasehatkan agar setiap amal yang kita lakukan sebisa mungkin didasari dengan dalil. Sampai-pun dalam masalah kebiasaan kita, atau bahkan sampai dalam masalah yang mungkin dianggap sepele. Apalagi dalam masalah ibadah. Karena inilah syarat mutlak seseorang dikatakan mengamalkan dalil.

Namun sayangnya, masih banyak di antara kaum muslimin yang kurang mempedulikan landasan ilmu ketika beramal yang sifatnya rutinitas. Jarang kita temukan orang yang melaksanakan ibadah rutin, semacam shalat misalnya, kemudian dia berusaha mencari tahu, apa landasan setiap gerakan dan bacaan shalat yang dia kerjakan. Bisa jadi ini didasari anggapan, amal rutinitas  ini terlalu ringan dan mudah untuk dilakukan.

Ilmu Syarat Sah Amal

Mengapa harus berilmu sebelum beramal? Pada bagian inilah yang akan melengkapi keterangan di atas, yang mengajak untuk senantiasa mendasari amal dengan ilmu. Inti dari penjelasan ini adalah kesimpulan bahwa ilmu adalah syarat sah amal.

Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari mengatakan, “Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan” (Shahih al-Bukhari, kitab: al-Ilmu, bab al ilmu qabla al-qoul wa al amal)

Ucapan Imam Bukhari ini telah mendapatkan perhatian khusus dari para ulama. Karena itu, perkataan beliau ini banyak dikutip oleh para ulama setelahnya dalam buku-buku  mereka. Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah (yang artinya), “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mintalah ampunan untuk dosamu” (QS. Muhammad: 19)

Di ayat ini, Allah memulai perintahnya dengan: “ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah”, yang ini merupakan perintah untuk mencari ilmu. Kemudian Allah sebutkan amal yang sangat penting yaitu istighfar, sebagaimana Allah sebutkan di lanjutan ayat, yang artinya: “….mintalah ampunan untuk dosamu.”.

Ketika menjelaskan hadis ini, al-Hafidz al-Aini dalam kitab syarh shahih Bukhari mengutip perkataan Ibnul Munayir berikut, “Yang beliau maksudkan bahwasanya ilmu adalah syarat sah ucapan dan perbuatan. Ucapan dan perbuatan tidak akan dinilai kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu, ilmu  didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Karena ilmu yang akan men-sahkan niat, dan  niat adalah yang men-sahkan amal.” (Umdatu al-Qori, Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, jilid 2, hal. 476).

Dari keterangan Ibnul Munayir dapat disimpulkan, posisi ilmu dalam amal adalah sebagai pengendali niat. Karena seseorang baru bisa berniat untuk beramal dengan niat yang benar, jika dia memahami (baca: mengilmui) tujuan dia beramal. Hal ini sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Ibnu Batthal, dengan mengutip keterangan al-Muhallab, yang mengatakan, “Amal itu tidak mungkin diterima kecuali yang didahului dengan tujuan untuk Allah. Inti dari tujuan ini adalah memahami (mengilmui) tentang pahala yang Allah janjikan, serta  memahami tata cara ikhlas kepada Allah dalam beramal. Dalam keadaan semacam ini, bolehlah amal tersebut diharapkan bisa memberikan manfaat, karena telah didahului dengan ilmu. Sebaliknya, ketika amal itu tidak diiringi dengan niat, tidak mengharapkan pahala, dan kosong dari ikhlas karena Allah maka hakekatnya bukanlah amal, namun ini seperti perbuatan orang gila, yang tidak dicatat amalnya.” (Syarh Shahih Bukhari karya Ibnu Batthal, Syamilah, 1/145)

Lebih dari itu, setiap orang yang hendak beramal, dia dituntut untuk memahami amal yang akan dia kerjakan. Agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan menyebabkan amalnya tidak diterima. Mungkin dari tulisan Imam Bukhari di atas, ada sebagian orang yang bertanya: Untuk apa kita harus belajar, padahal belum waktunya untuk diamalkan?

Sesungguhnya setiap orang dituntut untuk senantiasa belajar, meskipun ilmu yang dia pelajari belum waktunya untuk diamalkan. Seperti ilmu tentang haji, padahal dia belum memiliki kemampuan untuk berangkat haji. Karena ilmu itu akan senantiasa memberikan manfaat bagi dirinya atau orang lain. Al-Hafidz al-Aini ketika menjelaskan perkataan Imam Bukhari di atas, beliau menyatakan, “Imam Bukhari mengingatkan hal ini – Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan –, agar tidak didahului oleh pemahaman bahwa ilmu itu tidak manfaat kecuali jika disertai dengan amal. Pemahaman ini dilatar-belakangi sikap meremehkan ilmu dan menganggap mudah dalam mencari ilmu.” (Umadatul Qori Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, as-Syamilah, 2/476)

Apa itu Ilmu?

Yang kami maksud dengan ilmu adalah dalil, baik dari al Qur’an maupun hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikhul Islam, Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani mengatakan, “Ilmu adalah kesimpulan yang ada dalilnya, sedangkan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Majmu’ Fatawa, Syamilah, jilid 6, hal. 388)

Bagian ini perlu ditegaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Intinya ingin menjelaskan, setiap orang yang beramal dan dia tahu dalilnya maka boleh dikatakan, orang ini telah beramal atas dasar ilmu. Sebaliknya, beramal namun tidak ada landasan dalil belum dikatakan beramal atas dasar ilmu.

Lantas bagaimana dengan orang awam yang tidak faham dalil? Apakah dia diwajibkan mencari dalil? Jawabannya, untuk orang awam, dalil bagi mereka adalah keterangan dan fatwa ulama yang mendasari nasehatnya dengan dalil. Bukan keterangan ulama yang pemikirannya bertolak belakang dengan al-Qur’an dan sunnah. Dalilnya adalah firman Allah, “Bertanyalah kepada ahli ilmu, jika kalian tidak mengetahuinya” (QS. Al-Anbiya: 7)

Muslim Vs Nasrani Vs Yahudi

Tekait masalah ini, ada tiga kelompok manusia yang sangat esktrim perbedaannya. Ketiga jenis manusia ini Allah sebutkan dalam al-Qur’an, di surat al-Fatihah. Allah berfirman, “Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat. Bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 5 – 7)

Pada ayat di atas, Allah membagi manusia terkait dengan hidayah ilmu menjadi tiga golongan:

Pertama, golongan orang yang mendapat nikmat. Merekalah golongan yang mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam beragama.

Kedua, golongan orang-orang yang dimurkai. Merekalah orang-orang yahudi

Ketiga, golongan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang nasrani.

Syaikhul Islam menjelaskan sebab kedua umat yahudi dan nasrani dikafirkan:

Kesimpulannya, bahwa kekafiran orang yahudi pada asalnya disebabkan mereka tidak    mengamalkan ilmu mereka. Mereka memahami kebenaran, namun mereka tidak mengikuti   kebenaran tersebut dengan amal atau ucapan. Sedangkan kekafiran nasrani disebabkan amal perbuatan mereka yang tidak didasari ilmu. Mereka rajin dalam melaksanakan berbagai macam ibadah, tanpa adanya syariat dari Allah… karena itu, sebagian ulama, seperti Sufyan bin Uyainah dan yang lainnya mengatakan: “Jika ada golongan ulama yang sesat, itu karena dalam dirinya ada kemiripan dengan orang yahudi. Sedangkan golongan ahli ibadah yang rusak karena dalam dirinya ada kemiripan dengan orang nasrani” (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani, dengan Tahqiq Dr. Nashir al-`Aql, Kementrian      Wakaf dan Urusan Islam KSA, 1419 H, jilid 1, hal. 79 )

Penjelasan yang bagus di atas memberikan kesimpulan, titik perbedaan antara umat islam dengan kaum yahudi dan nasrani adalah terkait masalah ilmu dan amal. Umat islam menduduki posisi pertengahan, dengan menggabungkan antara ilmu dan amal.

Tingkatan Ilmu

Untuk melengkapi pembahasan, berikutnya kita kupas tentang tingkatan ilmu berdasarkan hukumnya. Sesungguhnya hukum belajar ilmu syar`i itu ada dua tingkatan:

1) fardhu`ain (menjadi kewajiban setiap orang)

Ilmu syar`i yang wajib diketahui dan dipelajari semua orang adalah ilmu syar`i yang menjadi syarat seseorang untuk bisa memahami aqidah pokok dengan benar dan tata cara ibadah yang hendak dikerjakan. Termasuk juga ilmu tentang praktek mu`amalah yang hendak dia lakukan.

2) fardhu kifayah

Tingkatan yang kedua adalah ilmu syar`i yang harus dipelajari oleh sebagian kaum muslimin dengan jumlah tertentu, sehingga memenuhi kebutuhan untuk disebarkan kepada umat. Dalam kondisi ini, jika sudah ada sebagian kaum muslimin dengan jumlah yang dianggap cukup, yang melaksanakannya maka kaum muslimin yang lain tidak diwajibkan.

Catatan: Bagi mereka yang ingin mengkhususkan diri mempelajari ilmu syar`i lebih mendalam, hendaknya dia meniatkan diri untuk melaksanakan tugas fardhu kifayah dalam bentuk mencari ilmu. Agar dia mendapatkan tambahan pahala mengamalkan amalan fardhu kifayah, disamping dia juga mendapatkan ilmu. Allahu a’lam. (lih. Kitab al-Ilmu, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Mauqi` al-Islam, hal. 14) [Ammi Nur Baits]

Di Ambil Dari : http://thuluzzaman.blogspot.com/2011/01/ilmu-dulu-baru-amal.html

Sejarah Asal Mula Ilmu Nahwu

Sejarah Asal Mula Ilmu Nahwu


Sejarah Asal Mula Ilmu Nahwu



Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab mempunyai kaidah-kaidah tersendiri di dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau informasi. Lalu, bagaimana sebenarnya awal mula terbentuknya kaidah-kaidah ini, dan kenapa dikatakan dengan istilah nahwu? simak artikel berikut.

Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang.

Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu. Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad-Duali dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata,

مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ

“Apakah yang paling indah di langit?”

Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan,

نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ

“Wahai anakku, Bintang-bintangnya”

Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,

اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ

“Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”

Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah,

مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ

“Betapa indahnya langit.”

Bukan,

مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ

“Apakah yang paling indah di langit?”

Dengan memfathahkan hamzah…

****

Dikisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,

أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ

Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..” hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan.

Seharusnya kalimat tersebut adalah,

أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”

Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,

اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ

“Ikutilah jalan ini”

Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah )

Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.

Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri ( peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawai dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).

Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.

Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Referensi:
Al-Qowaaidul Asaasiyyah Lil Lughotil Arobiyyah

Di Kutip Dari :http://thuluzzaman.blogspot.com/2011/01/sejarah-asal-mula-ilmu-nahwu.html

Contoh Proposal

Contoh Proposal



PROPOSAL
KEGIATAN PERINGATAN MAULID NABI
SMA N 3 BATUSANGKAR






SMA N 3 BATUSANGKAR
Program Layanan Keunggulan Tanah Datar
T.P 2011/2012




PROPOSAL
KEGIATAN PERINGATAN MAULID NABI

  A.Latar Belakang
1)      Merupakan Program kerja OSIS SMA N 3 Batusangkar.
2)      Merupakan Program kerja Sekbid Budi Pekerti Luhur
3)   Hasil Keputusan rapat  pengurus OSIS dengan Pembina,bahwa perlu
diadakannya suatu acara untuk memperingati Maulid Nabi
 4)   ....................................................................................................................................

  B.Tujuan Kegiatan
1)      Sebagai wujud partisipasi siswa dalam memperingati  salah satu Hari  Besar Islam, yakninya Maulid Nabi.
2)      Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan siswa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3)      ....................................................................................................................................

  C.Hasil yang diharapkan
1) Siswa SMA N 3 Batusangkar bisa lebih memahami tentang sejarah-sejarah
   besar Islam,salah satunya  yaitu dengan peringatan Mauid Nabi.
2) Siswa SMA N 3 Batusangkar lebih termotivasi untuk selalu berperilaku     
    terpuji dan meniru sifat-sifat Nabi.
3) ......................................................................................................................................

  D.Bentuk Kegiatan
             1) Tausiah oleh Bpk.............................
             2) Berkunjung ke panti jompo
             3) ............................................................


  E.Waktu dan Tempat
            Hari/tanggal                : Jum’at-Sabtu
            Waktu                         : ...... : ....... WIB -Selesai
            Tempat                        : Mushalla SMA N 3 Batusangkar dan Panti Jompo

 F.Peserta Kegiatan
            Kegiatan ini diikuti oleh seluruh warga SMA N 3 Batusangkar.

  G.Kepanitiaan
      Pelindung                    : Kepala Sekolah
Penanggung jawab      : ...........................
Pembina                      : Erdi Maizul S.Pd.
                                            Dini Maizona,S.Si
Koordinator                : Hanagia Saputra
Ketua  Pelaksana        : Fedrian Azhar
Wakil Ketua                : ...............................
Sekretaris                    : ...............................
Bendahara                   : ...............................
Seksi Acara                 : ...............................
                                      ...............................
Pembaca Al-Qur’an    : ...............................
Saritilawah                  : ...............................
Seksi Dokumentasi     : ...............................
           
  H.Pendanaan
            Dana yang dibutuhkan untuk kegiatan ini,adalah Rp.100.000,-
(Seratus Ribu Rupiah),dengan rincian sebagai berikut:
           
                        ..........................                      =            Rp. .............,-
                        .....................................          =            Rp. .............,-     +
                                                Jumlah =          Rp.100.000,-
           

  I.Penutup
            Demikianlah Proposal ini kami buat,agar dapat dipergunakan seperlunya.Semoga kegiatan ini dapat terlaksana dan berjalan dengan baik hendaknya.Amin.




Batusangkar,..... Februari  2012
Hormat Kami,
Panitia

                          Ketua Pelaksana                                                                     Sekretaris



                            Fedrian Azhar                                                          .......................................
 


Menyetujui,

    
Wakil Kesiswaan




Editiwarman, S.Pd
NIP. 19720930 200501 1 005
Ketua OSIS




Hanagia Saputra


Mengetahui :
Kepala SMA N 3 Batusangkar:






Drs. Rosfairil
NIP.19610713 198601 1 002

Skripsi

Skripsi


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wadah yang dapat dijadikan perubahan yang paling utama. Melalui pendidikan pula kita dapat merekontruksikan kepribadian yang telah usang dan mengubah menjadi sosok pribadi yang bersih.[1] Pendidikan merupakan langkah efektif untuk menjaga kebaikan manusia, karena banyaknya factor pendidikan yang mempengaruhi kebaikan dirinya, baik secara internal maupun eksternal.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan  sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki berbagai komponen-komponen yang saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam mencapai tujuan dalam pendidikan.

1
 
Pendidikan tidak akan bisa berjalan tanpa komponen-komponen pendidikan, Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati menjelaskan bahwa yang termasuk ke dalam komponen pendidikan adalah: tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, lingkungan dan alat pendidikan,[2] dan Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo menambah tiga komponen pendidikan yang telah diuraikan oleh Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati yaitu: interaksi  antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), materi pendidikan, metode pendidikan,[3]
Dari pendapat Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyaati di atas dan pendapat dari Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo dapat  dipahami bahwa komponen pendidikan itu ada delapan yaitu: tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, lingkungan, alat pendidikan, interaksi  antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), materi pendidikan dan metode pendidikan. Kedelapan komponen pendidikan ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, di mana setiap unsur tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Dari komoponen-komponen pendidikan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil satu komponen pendidikan yang terdapat di dalamnya yaitu alat pendidikan, yang merupakan usaha-usaha atau perbuatan si pendidik yang ditujukan untuk melaksanakan tugas mendidik.
Menurut Wiji Suwarno yang dimaksud dengan alat pendidikan hal-hal yang tidak saja membuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan pendidik, tetapi mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi yang membantu pencapaian tujuan pendidikan.[4]  Adapun alat pendidikan yang sering digunakan dalam proses pendidikan adalah: pembiasaan dan pengawasan, perintah dan larangan, ganjaran dan hukuman.[5]
Tujuan dari alat pendidikan tersebut adalah untuk mencapai tujuan pendidikan, yang mana tujuan pendidikan  tersebut yang paling penting adalah tujuan pendidikan Nasional.
Adapun tujuan Pendidikan Nasional  yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yaitu: Pendidikan Nasional bertujuan untuk ”Mengembangkan  potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.[6]
Untuk mengembangkan potensi peserta didik tersebut maka diperlukan  Alquran dan hadis yang merupakan sumber utama Pendidikan Islam, sehingga keduanya menjadi rujukan dan landasan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Dan dalam Alquran yang berkaitan dengan larangan sebagai alat pendidikan terdapat dalam surat Luqman ayat 12 – 19, yang mana pendidikan yang diterapkan Lukman kepada anaknya adalah :
1.      Pendidikan keimanan.
2.      Pendidikan Akhlaqul karimah kepada orang tua.
3.      Pendidikan shalat.
4.      Pendidikan kesucian hati.
5.      Pendidikan akhlaqul karimah kepada sesama  manusia. [7]
Dalam materi pendidikan yang terdapat dalam surat Luqman di atas maka dapat disimpulkan larangan sebagai alat pendidikan yaitu larangan berbuat syirik, larangan berlaku sombong, dan larangan durhaka kepada orang tua.
Penulis memandang kajian ini penting, karena Alquran sebagai petunjuk bagi manusia yang di dalamnya terdapat banyak konsep larangan, dimana bisa dijadikan pedoman baik dalam dunia pendidikan ataupun di dalam rumah tangga, namun belum ada pembahasan khusus tentang konsep larangan tersebut. Ini merupakan suatu masalah, dimana adanya suatu keadaan yang bersumber dari hubungan dari dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan,[8] yaitu suatu hal yang harusnya di bahas tetapi kenyataanya belum ada pembahasannya. Pada intinya penulis belum menemukan adanya pembahasan yang khusus mengenai konsep larangan sebagai alat pendidikan yang bersumberkan kepada Alquran, padahal Samsul Nizar menyatakan bahwa Alquran merupakan sumber  ilmu pemikiran dan ilmu pendidikan islam[9]. Selanjutnya Omar Muhammad Al-toumy Al-syaibani menyatakan Alquran merupakan sumber pertama yang menjadi sumber falsafah pendidikan.[10]
Dari latar belakang yang penulis kemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh dalam bentuk karya tulis ilmiah (Skripsi) dengan judul KONSEP LARANGAN SEBAGAI ALAT PENDIDIKAN DALAM SURAT LUQMAN”.
B.                 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat mengidentifikasi masalah  sebagai berikut :
1.      Bagaimana bentuk larangan dalam  surat luqman yang digunakan sebagai alat pendidikan
2.      Bagaimana cara pemberian larangan yang terdapat dalam  surat Luqman yang digunakan sebagai alat pendidikan
C.                Fokus dan pertanyaan penelitian
Fokus penulis dalam penelitian ini adalah kajian tentang penggunaan Larangan Sebagai Alat Pendidikan yang terdapat dalam surat Luqman yang diperintahkan Allah kepada manusia di dalam Alquran. Pertanyaan penelitian adalah bagaimana konsep larangan sebagai alat pendidikan yang diungkapkan dalam surat Luqman yang digunakan Allah kepada hamba-Nya yang beriman di dalam Alquran.
  1. Defenisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami judul ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan pengertian dari beberapa kata yang penting yang terdapat dalam judul proposal ini
Konsep adalah suatu yang abstrak dan mempunyai hubungan erat dengan fakta atau realita yang ada.[11] Yang penulis maksud adalah Konsep larangan sebagai alat pendidikan.
Larangan  adalah perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. [12] Adapun larangan yang penulis bahas di sini adalah seluruh larangan-larangan yang terdapat dalam surat Luqman yang berguna sebagai alat pendidikan.
Alat Pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan baik berupa benda atau pun non benda.[13]
 Adapun alat pendidikan yang penulis maksud di sini adalah  alat pendidikan yang berbentuk non benda (in material) yaitu larangan.
Alat  adalah  yang dipakai untuk mencapai tujuan atau segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran.[14]
Alat yang penulis maksud adalah sesuatu yang harus ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan adalah berasal dari kata didik, yang diwali dengan awalan, ”pen” dan diakhiri dengan akhiran ”an” maksudnya proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang diusahakan mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses pembuatan atau cara mendidik.[15]
Surat Luqman adalah surah yang turun sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, yang terdiri dari 34 ayat menurut ulama Syam, Kuffah dan Basrah, semuanya ayat- ayatnya Makiyyah.[16]
  1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam konsep larangan sebagai alat pendidikan dalam surat Luqman.
  1. Kegunaan Penelitian
1.      Untuk melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Batusangkar.
2.      Sebagai bahan bacaan ilmiah dan nuansa keilmuan dalam bidang Pendidikan Agama Islam (PAI).


  1. Tinjauan Kepustakaan
Dari hasil pengamatan yang penulis lakukan di perpustakaan, belum ada yang  membahas konsep larangan sebagai alat pendidika ini baik penelitian lapangan maupun penelitian buku (Liebrary Researt) pembahasan ini penulis didukung oleh beberapa buku yang menunjang atau membantu yaitu:
Buku-buku pendidikan dan buku-buku lain yang bisa dijadikan sebagai  bahan Referensi, untuk itu penulis berusaha melakukan kajian tematik terhadap surat Luqman tentang larangan sebagai alat pendidikan.

  1. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah barisan uraian pokok, dalam hal ini penulis menjelaskan bab demi bab:
BAB I      : PENDAHULUAN,
                     Yang berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, fokus dan pertanyaan penelitain, Definisi Operasional, Tujuan Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Sistematika Penulisan.
BAB II      :  LANDASAN TEORITIS,
A.       Pendidikan.
1.      Pengertian pendidikan
2.      Komponen-komponen pendidikan

B.       Larangan
1.      Pengertian larangan
2.      Bentuk-bentuk larangan sebagai alat pendidikan
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
                 yang berisikan Jenis Penelitian, Metodologi Penelitian, Sumber Data Penelitian, Teknik dan Alat Pengumpulan Data, Langkah-langkah Penelitian.
BAB IV    : HASIL PENELITIAN
BAB V     : PENUTUP, yang berisikan kesimpulan dan saran.


[1] Khalid Ahmad Syantut, Melijitkan Potensi Moral dan Spiritual Anak, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2007), Cet 1, h. 13
[2] Abu Ahmdi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 141

[3] Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 51-52
[4] Wiji Suwarno, Dasar-Dasar  Ilmu  Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 38

[5] M. Ngalim Purwanto, MP. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2009), h. 176-177.

[6] Undang-Undang RI No.20.tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.5-6
[7] Nanang Gojali, Manusia Pendidikan dan Sain ( Jakarta : Rineka Cipta, 2004) h,182

[8] Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya 1994)  h. 62 
                [9] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Ciputat Pers 2002)  h.34

                [10] Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h.23
[11] Masri Singarimbun Dan Sofain Efend, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: PT. Midas Surya Gravindo, 1989), h. 33

[12] Tim Redaksi  KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka, 1997),  h. 566

[13] Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya :Usaha Nasianoal 1983),  h. 54-55
[14] Ibid.  h. 25
[15] Ibid. Quraish Shihab, h. 648

[16] M. Quraisihab, Tafsir Al Misbah, Pesan Dan Kesan  Keserasian  Alqur’an  (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 107

Lengkap Hubungi : 085379388533

Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

adam mudinillah. Diberdayakan oleh Blogger.

تابع

زائر

BARU

BARU

SALJU

صوري

رسائل هاتفية مجانية وتكسب نقاط

mico0355Widget> Sumber: http://id.shvoong.com/internet-and-technologies/websites/2069063-cara-pasang-gadget-sms-gratis/#ixzz1ueREtT6R

Youk Kita Gabung dengan YM

Klik VSI Yusuf Mansur

Blogroll

EL-BANTANY IT SOLUTION (IT KONSULTAN-NETWORK-HOTSPOT-SERVICE KOMPUTER-SERVICE LAPTOP DAN NOTE BOOK-SERVICE PRINTER-PENYELAMATAN DATA-INSTALASI JARINGAN-RENTAL KOMPUTER-JASA PENGETIKAN)DAN MASIH BANYAK LAGI YANG LAIN DI JALAN SUDIRMAN NO 102 BATUSANGKAR-TANAH DATAR-SUMATERA BARAT (085379388533-085850374648-075271639)

مع بلدي

Blogger templates

Twitter

Iklan